Part 32 || Kedatangan Sari dan Awan

2.6K 400 71
                                    

Jangan lupa follow Unianhar, vote dan komentar sebanyak-banyaknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jangan lupa follow Unianhar, vote dan komentar sebanyak-banyaknya. Okey?

------------------

Pria bermata sipit itu mengembuskan napas ke atas. Rambutnya yang jatuh menutupi kening terkibas lalu kembali pada posisi semula. Kedua tangan diletakkan di sisi sofa, jari telunjuk diketuk-ketukkan, kaki menyilang, telapak kaki kanannya terus digerak-gerakkan seraya matanya melirik jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam.

Ini sudah sejam menunggu pujaan hatinya pulang. Hatinya tak tenang memikirkan keberadaan wanita itu. Kata mami Jessie langsung pulang ke apartemen tapi dia tidak ada. Hanya ada makhluk kurang ajar yang berlalu lalang di hadapannya. Bukan tanpa alasan menyebutnya kurang ajar, mulai masuk ke tempat itu sampai sekarang dia tidak mengajaknya bicara sepatah kata pun. Katakan, di mana lagi ada manusia sekurang ajar itu?

Abang-abangnya memang kurang ajar, tapi adik Jessie lebih kurang ajar. Sampai saat ini ia masih menahan diri untuk tidak memelintir lehernya dari belakang. Meski leher itu menggoda untuk melakukannya tapi iman Saka masih kuat. Biar bagaimana pun makhluk itu akan menjadi adik iparnya.

Sambil menunggu Saka merebahkan punggung di sandaran sofa, melipat kedua tangan di dada kemudian menutup mata. Kalau di rumahnya sudah pasti sekarang ia rebahan di atas ranjang, tarik selimut membiarkan kesadarannya direnggut oleh kantuk. Ia akan mengisi daya agar tidak kekurangan energi untuk minggu depan.

Memikirkannya saja membuat Saka pening. Hari minggunya akan tersita di rumah sakit, kesempatan bertemu Jessie berkurang dikarenakan jadwal terlalu padat. Ia datang memberitahu wanita itu setelah tidak sempat bilang karena Jessie buru-buru pulang dari rumah sakit.

Ting tong!

Mendadak mata Saka terbuka ketika suara bel berbunyi. Renan yang selonjoran di sofa panjang meletakkan remot televisinya, kemudian bangkit menuju pintu. Tidak lama pemuda itu kembali menenteng plastik bergambar kakek berkacamata.

Saka kembali menutup mata. Suara gesekan plastik menusuk pendengaran, aroma lezat merembek indera penciumannya yang sensitif, suara remesan kembali menggelitik telinga sampai hidungnya kembang-kempis. Renan sialan! Setidaknya basa-basi kek nawarin makan. Diajak pun Saka tidak langsung mau.

Saka mengetatkan rahang. Perasaannya bergemuruh hebat. Didiamkan ratusan detik, dianggapnya tidak ada di tempat itu, bahkan makan pun tidak tawari masih ia terima. Tapi suara televisi yang terlalu besar membuatnya muak.

"Kau ini kayak orang tuli nontonnya," ketusnya melepaskan tangan di dada.

Renan yang duduk melipat kaki di atas sofa kini menoleh sembari menggigit sendoknya, di tangannya ada semangkok sup krim. Ekspresinya datar, tak suka dengan penuturan Saka. Bukannya membalas, pemuda itu kembali menatap layar yang menampilkan balapan Formula 1.

SHOW ME (Tamat)Where stories live. Discover now