Part 10 || Perdebatan di Pagi Hari

8.4K 985 111
                                    

----------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

----------


Instagram : unianhar
----------

Seperti pagi-pagi sebelumnya, Saka bersiap berangkat ke rumah sakit dengan setelan kemeja biru, bergaris biru putih dipadukan dengan celana kain hitam, mata sipitnya mengamati penampilannya di depan cermin setinggi tubuhnya sembari mengancing lengan kemejanya, kemudian berbalik meraih ponsel dan kunci mobilnya di nakas.

Setelah menyapa beberapa orang di meja makan, Saka duduk di kursi yang telah maid siapkan, mengambil roti, memberi selai kacang di atas permukaan rotinya.

Meja makan belum sepenuhnya penuh, yang lainnya belum muncul, di sana hanya ada opa Abimanyu, Abraham papinya, Pricillia maminya dan dari arah garis pembatas antara ruang keluarga dan ruang makan Lingga muncul bersama Vania.

"Mi, aku mau bawa bekal dong." Saka mengigit rotinya.

Pricillia yang berdiri melayani suaminya kini menoleh pada Saka memicing. "Tumben, kenapa?" tanyanya curiga.

"Apa bawa bekal harus ada alasan?" tanya Saka balik disela-sela kunyahannya.

"Setiap tindakan emang harus ada alasannya, kan?" balas Pricillia kini duduk di kursinya, kursi kosong Garha menjadi sekat dari sang putra, "Misalnya makan karena kamu lapar, tidur karena kamu ngantuk, berhenti karena kamu lelah," jelasnya mengulurkan selai kacang pada Vania. Vania berterima kasih seraya melirik Saka, apa lagi ulah iparnya itu.

"Oh, aku mau bawa bekal karena pengen makan masakan Mami," ucap Saka.

"Kamu lagi nggak ada maunya, kan, Sak?" serobot Pricillia semakin curiga. Saka berhenti mengunyah menatap maminya seolah mengatakan 'Nih, ibu-ibu satu kerjaannya suudzon mulu'.

"Kamu nggak buat anak orang bunting, kan, makanya kamu mau ngebujuk Mami supaya nggak marah?!" Pricillia terus melontarkan kecurigaannya. Selepas Saka sekolah dasar, putranya itu tidak pernah minta lagi dibuatkan bekal tapi hari ini malah minta. Bukankah itu patut dicurigai?

Saka menelan rotinya yang tiba-tiba seperti bubur di dalam mulutnya. Hambar. Ia meletakkan roti itu baik-baik kemudian menatap maminya dengan senyuman sinis.

"Alhamdulillah sampai saat ini anakmu yang penuh dosa masih ting-ting," hembusnya. Apa kesuciannya patut dipertanyakan lagi? Benar-benar membuatnya dongkol.

"Terus?" Pricillia melipat tangan di meja, masih menatap Saka.

Saka menggeleng sambil berdecak. "Jadi orang jangan suudzon mulu, Mi. Malu kalau kata orang mah, ingat umur, kalau udah tua perbanyak amal jangan perbanyak dosa, iya, kan, Opa?" cecar Saka lantaran maminya masih saja membuat masalah dengannya. Padahal Saka cinta damai.

Abimanyu--opanya--berdeham. "Entahlah. Saka, hari ini jadwal Opa suntik vitamin. Jangan keluyuran terus. Malu kalau Opa panggil dokter lain buat suntik sedangkan Opa juga punya cucu dokter," pungkas Abimanyu.

SHOW ME (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang