||07||

3.9K 950 136
                                    

Tok ..., Tok ..., Tok ....

Ini sudah ketiga kalinya Jaeho mengecek keluar kamar. Dan Jaeho dapati sama juga. Tak seorangpun di sana. Sepanjang mata Jaeho memandang, hanya kesunyian tanpa manusia di dua sisi lorong.

"Bodo amat! Mau diketok pakai palu kek, pakai cobek kek, pakai batu, pakai becak, nggak akan gue buka lagi pintunya!"

Jaeho geram, ia kunci pintu kamarnya. Memantapkan hati tak akan menyambut kalau saja seseorang mengetuk kembali. Jaeho sangat kesal, waktu berduanya bersama Si Manis terganggu.

"Halo Neng Nisa. Ayo makan, biar Kak Jaeho suapin."

Perasaan Jeho berseri-seri, kesalnya langsung hilang hanya melihat Si manis. Makhluk berkaki dua, berbulu, dan bersayap, bisa terbang. Ya, Neng Nisa itu berwujud burung. 

"Ayo dimakan pisangnya, nanti Nisa sakit gimana?" Berusaha membujuk, Jaeho sodorkan potongan bundar pisang ke paruh Si manis.

Tak kunjung direspons, Jaeho menyerah. "Sekali-kali gitu, Nis kamu jadi vegetarian. Jangan makan daging atau bangkai tikus, biar beda gitu dari burung gagak lainnya."

Pintu sarang berjeruji besi Jaeho tutup setelah elusan terakhir di kepala Si Manis. Jaeho terduduk di ranjang singlenya berpikir.

"Nyari bangke di mana, ya?"

Otaknya dipenuhi kata 'bangkai', Jaeho teringat akan satu hal. Kejadian yang dialaminya tadi.

Jaeho menggeleng tangkas, memantulkan berbagai tanggapan aneh memenuhinya."Mungkin halusinasi gue aja. Nggak mungkin, kan ada banyak bangkai burung gagak gantung di pohon beringin? Iya, bener halusinasi gue aja."

Dia menyakinkan hati. Tapi semakin disangkal semakin juga nyatanya. Jaeho merasa tak enak. Menjadi takut ingin melirik ke .... Neng Nisa.

Lidahnya kelu, air liur Jaeho sampai macet untuk diluncurkan. "Hai, manis." Jaeho melambai kaku. Ia meringis, burung hitam yang selama ini disebutnya dengan Manis, ternyata sama sekali nggak ada manis-manisnya. Serem, iya.

"AARRGHHH!!"

Nggak ada apa-apa. Jaeho nya kaget mendengar ketukan tiga kali. Ia bangun, marah besar. Diambilnya cutter pink di meja nakas.

"Kasih hukuman." Cutternya dimainkan keluar-masuk. Konstan melangkah mendatangi pintu.

Rahangnya mengeras, menggertak gigi."Gue nggak suka dimainin. Cukup hati gue aja, mental jangan."

"AARRRRGGHHH SETAAANN!!"

"Ampun! Jangan makan saya, saya nggak ada dagingnya, lemak dan minyak yang ada!! Please, lepas, masih pingin hidup! Belum ngebahagiain orang tua, pengen ngerasain malam pertama, mau jadi orang sukses! Tolong, nanti saya turutin semua kemauan Anda, wahai baginda iblis! Tapi, pliiiissssss, lepasin anak ganteng, imut, rupawan sebumi pertiwi ini!"

"Lo gila, ya?"

Daun pintu menguak lebar. Mukanya langsung datar. Jaeho dapati bawahnya meringkuk manusia setengah rubah teriak-teriak nggak jelas. Niat ingin menguliti diurungkan.

Cowok berbando telinga rubah itu celingak-celinguk. Kepalanya keangkat. Pemandangan pertama ditangkap, Jaeho tetap tidak merubah ekspresi.

"Hehehe .... Maaf, kirain makhluk halus." Sunoo, Si oknum menyengir bersalah.

"Lo salah satu anak baru itu, kan? Mau apa ke sini?" tanya Jaeho dingin. Penuh intimidasi.

Sunoo menciut, jadi bimbang ingin berkata."Bang Jaeho, kan? Kenalin, Sunoo. Si imut dan baik hati dari Bandung." Menurunkan kecanggungan, Sunoo memperkenalkan diri.

KOST LAND ||KAMAR 13||Where stories live. Discover now