Lima

26 14 0
                                    

Distrik Haibara,
Prefektur Shizuoka, Jepang

Pemuda itu menatap langit malam yang dipenuhi bintang, dan bulan yang bersembunyi di balik awan. Tangan kirinya dimasukkan kedalam kantong celana. Sedangkan tangan kanannya memegang sebuah kaleng bir asal Okinawa.

Matanya seakan tenang, namun ada sorotan tajam yang tersirat. Sweater berkerah tinggi, tak cukup mampu menutupi perban yang membalut lehernya. Di minumnya seteguk bir dalam kaleng itu, lalu meletakkannya di atas meja. Di tutupnya tirai jendela, hingga ruangan itu gelap gulita. Hanya satu lampu menyala, yang menjadi sumber cahaya di ruangan itu.

Pemuda itu mengeluarkan ponselnya, dan menatap fotonya dan Aika. Mereka tersenyum lebar, di antara hamparan daun maple yang berguguran. Dia begitu menggingat hari itu. Hari ulang tahun Aika, hari sebelum orang tuanya, meninggal dalam kecelakaan.

Dia ingin sekali memghubungi Aika dan Benny langsung. Namun karena apa yang kini tengah terjadi. Dia tak bisa, semua demi kebaikan mereka. Pemuda itu meraba lehernya yang diperban. Dilepaskannya perban yang melapisi lehernya.

Dalam cahaya remang, nampak sebuah luka yang membentang horisontal, cukup panjang. Mungkin lima senti. Luka itu nampak sudah di jahit, dan bekas jahitannya hampir menutup, sudah mulai terlihat samar, tapi masih memerah.

"Sebentar lagi Ka. Setelah luka ini benar-benar hilang. Gue bakal kembali ke loe. Gue kangen sama loe, tapi gue nggak mau, loe cemas karena luka ini. Tunggu gue bakal membawakannya buat kalian. Satu orang lagi"

Pemuda dengan kode nama Seiryuu itu, menggepalkan tangannya. Menahan apa yang dirasakannya. Ini harga yang harus dia bayar, untuk semua yang dia lakukan. Tapi, semua terbayar, saat dia kembali dan memeluk kembali Aikanya.

****

Semarang

Aika baru saja hendak membaringkan tubuhnya, saat pintu kamarnya diketuk.

Aika menatap jam dinding, yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Setelah ingat obrolannya dengan Zidna tapi siang, Aika pun berjalan untuk membuka pintu.

Diluar, nampak Zidna dengan piyamanya, berdiri sambil tersenyum pada Aika, yang membukakan pintu.

"Sorry gue lupa waktu tadi pas ngegame" pinta Zidna sambil memasuki kamar Aika.

"Selow aja. Loe gamer?" tanya Aika sambil menutup pintu. Matanya mengikuti sosok Zidna yang berjalan lalu menjatuhkan dirinya di atas kasur.

Aika baru menyadari, untuk seorang remaja, selera Zidna cukup kekanak-kanakan. Dia nampak mengenakan piyama bergambar hello kotty, serta memeluk boneka tedy bear yang terlihat sedikit kusam. Mata boneka itu tidak sama. Nampak mata kirinya di jahit asal dengan kancing baju berwarna merah darah.

Aika melihat pantulan dirinya di cermin, dia sendiri mengenakan piyama katun biru tanpa motif. Mungkin berteman dengan Zidna takkan terlalu buruk. Orang-orang selalu mengatakan, Aika terlalu serius, tak memiliki sisi imut seorang gadis remaja di dirinya.

"Apa ada yang salah?" Tanya Zidna saat menyadari Aika hanya berdiri di depan pintu. Tak ada niat untuk mendekat.

"Nggak gue mikir aja, mungkin sedikir banyak gue musti belajar dari loe, supaya lebih girly"ujar Aika sebelum terkekeh lucu karena ucapannya sendiri.

"Gue bukan cewek girly kok" sanggah Zidna dengan cengiran lebar.

"Piyama ini spesial. Boneka ini juga. Makanya sering gue pake. Dan gue nggak bisa tidur tanpa boneka ini" imbuh Zidna malu-malu.

Aika menjatuhkan dirinya disamping Zidna, ditatapnya Zidna dengan pandangan menggoda.

"I see. Bonekanya udah rusak tapi tetep loe pake, pasti boneka kesayangan loe. Hembb gue tebak, hadiah dari Andre kan?" tebak Aika dengan nada iseng.

Come Back to MeWhere stories live. Discover now