DUA PULUH SATU

177 40 2
                                    


Lilia POV

"Kita mau makan dimana?" tanyaku pada Lydya dan Mas Bayu.

"Jam segini kayaknya pilihan rumah makan yang buka sudah sedikit" jelas Lydya. "Kita cari yang buka saja, gak apa kan Yaya?"

Aku mengangguk.

"Kamu parkir mobil dimana?" tanya Lydya pada Mas Bayu.

Ia menunjuk ke arah sebuah mobil Jeep berwarna hitam sekitar 100 langkah dari kami yang terparkir di depan bangunan toko.

"Loh, mas bawa mobil?" tanyaku bingung. Seingatku kami kemari tak membawa kendaraan sama sekali.

"Buat jaga-jaga, mana tahu kalau kita akan menunggu lama" ujarnya.

"Tapi untunglah bawa, apalagi sudah semalam ini" ujarku tersenyum.

Aku masuk ke dalam mobil paling akhir. Mas Bayu yang menyetir, sedangkan Lydya di bangku sebelahnya. Aku terpaksa duduk di belakang sendirian.

Di sepanjang jalan memang sama sekali tak ada yang buka. Beberapa hanya sekedar kafe yang menyediakan makanan ringan. Mas Bayu tampak serius dengan jalanan sementara aku fokus dengan tempat makan yang masih buka.

"Kalau makan di kafe saja gimana" tunjukku setelah melewati sebuah kafe kecil di sebelah kiri kami.

"Aku ingin makanan berat, kita tak mungkin kenyang dengan porsi jajanan di situ" ujar Lydya.

Aku mengangguk lagi. Ku bantingkan lagi punggungku ke bangku belakang. Sepertinya aku tak perlu ikut mencari, keputusan mau makan dimananya ada di mereka berdua. Aku ikut saja, daripada harus membuang energi sia-sia.

Kruuuuuuukkk...

Perutku mengeluarkan bunyi cukup keras.

"Sorry ya Ya, kamu jadi terlibat sampai seperti ini" Lydya mencondongkan tubuhnya ke belakang. Ia jelas mendengar suara perutku itu. Pipiku rasanya cukup panas saat ini, malu karena sampai terdengar sebesar itu. Tapi mau bagaimana lagi, kita hanya makan snack dan banyak minum sejak pagi karena memantau kantor Indira, yang pada akhirnya sia-sia juga.

"Oh, aku ada roti isi di kantong kursi ini" ia berusaha menggapai sesuatu di belakang tempat duduknya. Aku menyondongkan kepalaku ke arah kantong itu. Rupanya ada sebungkus roti bakery isi.

"Makanlah dulu, sebelum kita ketemu tempat makannya"ujarnya.

"Thanks ya" ujarku sambil segera melahap habis roti itu tanpa pikir panjang.

***

Ouch..

Kepalaku terantuk ujung tiang besi berdiameter dua kali kepalan tangan orang dewasa.

"Aku dimana?' tanyaku sambil berusaha menggerakkan tangan kananku untuk mengusap bagian dahi yang masih terasa panas akibat membentur besi tadi, tapi tak bisa.

"Tanganku?" setelah beberapa detik aku baru menyadari kalau kedua tanganku terikat ke belakang, satu simpul dengan kedua kakiku.

Aku diculik? tanyaku bingung di dalam hati.

Semuanya nampak remang-remang. Mataku dipaksa melihat antara warna abu-abu hingga hitam, membedakan mana benda mana dinding.

Mataku kemudian tertuju pada satu sosok bayangan yang nampak menggeliat di lantai. Jantungku rasanya melonjak-lonjak melihat bagian seperti kaki mendekat ke tempatku tersandar. Sesuatu yang bergerak menyeret lantai, tapi terlihat begitu cepat.

Aku berusaha menjerit sekencang-kencangnya. Tapi sedikitpun tak keluar. Takutku terlalu dominan hingga membuatku benar-benar tak bisa apa-apa.

Bagian telapak kakinya sampai menyentuh kakiku yang terlipat ke belakang. Sekujur tubuhku bergidik setelah kulitku merasakan bagian seperti telapak kaki itu, dingin.

"Tenanglah" ujarnya. Suaranya seperti suara wanita.

"Kamu siapa?" tanyaku memastikan. Remang-remang, tapi aku mulai terbiasa dengan minimnya cahaya yang ada di tempat ini.

"Aku Dila" ujarnya.

"Dila?" ulangku mencoba mengingat-ingat nama tersebut di kepala. Entah dimana aku pernah mendengarnya.

"Kau orang ketiga yang disekap sekarang" tambahnya lagi. Ia berusaha membetulkan posisinya tubuhnya dari baring ke duduk. Terliha begitu sulit karena ternyata kedua tangannya juga terikat tali sepertiku.

"Siapa satu orang lagi?" tanyaku.

Ia menunjukkan ke arah kiri kami dengan mulutnya. Satu sosok bayangan lagi karena jaraknya terlalu jauh dari kami sehingga sangat sulit untuk memastikan seperti apa wajahnya.

"Pak Oji namanya" Jelas Dila.

Barulah aku paham kalau ternyata Dila adalah orang yang disebut-sebut mas Bayu sebagai temannya pak Bayu.

"Bagaimana kalian bertahan disini?" tanyaku memastikan. "Apa Indira tak menyiksa kalian?"

"Entahlah, tapi seingatku satu kali pun tak ada yang kemari sampai hari ini kecuali orang-orang yang membawamu masuk ke ruangan ini" jelasnya.

"Lantas, bagaimana kalian makan?" tanyaku penasaran.

"Aku tak tahu juga, tapi sejak sampai sini kami sama sekali tak merasa lapar" jelasnya. Samar-samar aku melihatnya seperti tersenyum, atau hanya bayangannya saja karena gelap.

Bagaimana mungkin? tanyaku bingung di dalam hati. Mereka bahkan telah hilang berminggu-minggu.

"Bagaimana dengan bayu?" tanyanya. "Dia tahu kan kalau kau diculik?"

"Tunggu dulu" ujarku. "Sejujurnya aku bingung mengapa aku bisa disini"

"Maksudmu?"

"Terakhir kali yang ku ingat aku sedang bersama mereka, mas Bayu dan Lydya" jelasku mengingat-ingat. "Tapi kenapa aku malah disini?"

"Kau mau tahu alasannya kenapa?" Suara sepatu berhenti tepat di depan kami, dua orang kini sedang berdiri menghadap kami dengan kedua tangannya dilipat di dada.

"Lydya? mas Bayu?" ujarku melihat dua orang itu berdiri tegap di hadapan kami. Dua orang yang terakhir kali bersamaku sebelum akhirnya aku terbangun di sini dalam keadaan terikat.

"Aku tak menyangka menangkap orang sepertimu jauh lebih mudah" jelas Lydya.

Harusnya aku sudah sadar ketika mendengar kalau suaranya tiba-tiba berubah tak seperti biasanya, gumamku di dalam hati.

Tangannya tampak seperti menarik sesuatu dari kerah kemejanya. Dalam remang-remang aku melihat kulitnya seperti terangkat lepas dari tubuhnya.

SREEETTT...

Ternyata aku ditipu dengan topeng kulit sintetis yang menyerupai Lydya. Sosok di balik topeng itu aku bahkan tak mengenalnya. Mas Bayu pun melakukan hal yang sama. Keduanya memakai topeng, dan aku baru saja menyadari betapa bodohnya aku.

"Mas bayu-mu itu mungkin sekarang sedang berurusan dengan polisi" jelas pria di balik topeng mas bayu.

"Polisi? apa maksud kalian?" tanyaku kesal.

"Kami menjebak kalian, dan ternyata memang semudah itu mempermainkan orang bodoh seperti kalian ini ya"

***

THE STITCHES (Sibling 2nd season)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang