XIX Aggressae

1.2K 165 69
                                    


}÷{


Suho berdiri di hadapan jendela kamarnya yang masih gelap, tirainya pun masih tertutup rapat dan rapi. Ingatan ketika remaja bermarga Seo yang membuka tirai kamarnya tanpa pikir panjang itu kembali, berlari-lari di dalam kepalanya.

Satu-satunya orang yang ia percaya saat ini. Soal hatinya yang masih sakit karena luka sebelumnya. Changbin itu seperti punya sihir yang dapat membolak-balik perasan orang lain begitu mudah. Entah apa yang anak itu lakukan, tapi ia mengakui bahwa dirinya telah terperangkap. Dan Suho tak lagi keberatan.

Bibirnya tanpa sadar menyungging senyum tipis, kala teringat bagaimana remaja itu tersipu akan ucapannya beberapa hari lalu. Suho menggaruk tengkuknya, merasa kepanasan sendiri hanya karena memikirkan Changbin.

Tak mau tenggelam terlalu dalam, Suho mengambil langkah maju menuju jendela kamarnya. Ia memutuskan untuk membuka tirai tersebut, hingga ruang kamar yang semula gelap gulita itu menjadi terang benderang. Sebagaimana senyum itu kala ditujukan untuknya.

"Tuan, ada Nyonya ingin bertemu."

Bibi pengurus rumah berdiri tak jauh dibelakangnya dengan kepala tertunduk hormat, Suho yang tak semula tak menyadari kehadirannya itu memutar tubuh. Mimik mukanya berubah bingung setelah mendengar apa yang Bibi pengurus rumah katakan.

"Nyonya? Maksud anda Ibu saya?"

"Nyonya mertua."

Ibu mertuanya, atau seseorang yang tidak pernah menyetujui pernikahan dirinya dan Irene itu menemuinya. Salah satu momentum yang teramat jarang untuk Suho rasakan. Dia adalah Ibu dari Sehun, Ibu tiri Irene.

"Beliau menunggu di ruang tengah, Tuan diminta untuk segera menemui beliau."

Kini banyak prasangka bermunculan di kepalanya akan alasan dari tujuan kedatangan Ibu mertuanya tersebut. Mungkin hanya sekedar temu rindu antara mertua dan menantunya, atau bisa jadi mendepaknya dari keluarga yang telah sedikitnya meninggikan derajatnya. Kemungkinan kedua lebih ia percaya akan terjadi.


}÷{


Ruangan musik yang biasanya terdengar suara lantunan piano itu begitu sunyi dan tenang. Dua sosok remaja yang biasanya banyak bicara tersebut kini sibuk pada dunia mereka masing. Memikirkan antah berantah hingga membuat mereka tenggelam dalam kesenyapan.

Meski pada kenyataannya hanya salah satu dari mereka yang benar-benar melamun, sedangkan yang lainnya sibuk memperhatikan karibnya merenungkan entah apa.

"Woo, kamu tau nggak kalo Paman minta aku jadi pacarnya."

Changbin akhirnya berbicara setelah berpuluh-puluh menit betah bungkam, kepalanya yang tidur diatas paha Wooyoung itu bergerak sedikit untuk melirik temannya yang ternyata juga memandangnya.

"Tau, baru aja kamu ngomong."

Changbin menghela napasnya lalu membuangnya pelan, tubuh yang semula posisinya miring ia telentangkan menghadap ke langit-langit hampa ruang musik tersebut.

"Aneh gak sih?"

Wooyoung yang hari itu mengunakan kacamata membenarkan posisinya, juga membetulkan duduknya agar tidak kram karena pahanya dijadikan bantal oleh kepala Changbin begitu lama.

"Aneh kenapa?" Wooyoung balik bertanya.

"Ya aneh aja. Paman itu kan sadar kalo aku itu cowok, sedangkan mantan istrinya dia itu cewek. Aku gak ngerti apa yang ada di pikirannya dia. Apa iya Paman cuma mau main-main doang? Ya maksudku, aku yang emang duluan nawarin buat bantuin dia, tapi bukan pake jasaku. Waktu itu aku coba jodohin dia sama mbak-mbak kopi, tapi dia gak tertarik sama sekali."

[23]Sagum ( 커튼) | K. Suho x S. Changbin [✓]Where stories live. Discover now