09-Air Mata Buaya

202K 28K 2.2K
                                    

Tidak bisa berhenti. Air matanya tidak bisa berhenti barang sebentar. Ingatannya memang hilang. Dia tidak mengenali orang lain dengan baik. Namun hatinya masih hati yang sama seperti hati yang dulu. Hatinya masih menyimpan kenangan yang sudah berlalu melalui sebuah perasaan.

Kenapa kata-kata Alskara begitu ajaib hingga bisa mengubah perasannya? Sekalipun Hauri melupakan sosok Alskara. Nyatanya kata-kata kejam Alskara tetap bisa mempengaruhi hatinya. Membuat hati Hauri terluka seperti ditusuk oleh pisau. Memalukan sekali rasanya menangis di atas motor yang sedang melaju.

Suara lirih yang berusaha menarik napas terdengar begitu memilukan. Beberapa pasang mata melirik ke arahnya karena terganggu oleh rintihan tangisnya. Namun tetap saja, Hauri tidak bisa berhenti menangis. Dadanya sangat sesak. Kalau dia tidak menangis maka dia akan kehabisan napasnya.

Mungkin bagi Hauri yang dulu, Alskara adalah pangeran. Sedangkan bagi Hauri yang sekarang, Alskara tidak lebih dari duri yang menyakiti dirinya. Duri yang ingin Hauri hindari.

Motor terhenti di pinggir jalan. Hauri yang sadar akan hal itu berpikir kalau cowok ini mungkin saja terganggu oleh suara tangisnya dan akan menyuruhnya pulang jalan kaki. Namun tidak seperti yang dipikirkan Hauri. Cowok itu membuka helm. Dan memberikan Hauri botol minum.

"Lo pasti capek dari tadi nangis terus." ucap cowok itu.

Hauri tidak membantah. Dia memang haus. Dia terima botol dari cowok itu dan meneguk air dengan tidak sabarannya. Tenggorokannya terasa lebih lega setelah minum.

"Udah baikan?" tanya cowok itu.

Hauri mengangguk. "Lo berhenti di pinggir jalan mau nyuruh gua pulang jalan kaki karena terganggu sama suara nangis gua?" tanya Hauri cemas. Jika tebakannya benar maka Hauri akan kesulitan karena Hauri tidak tahu daerah sini.

Cowok itu justru tertawa, membuat Hauri mengernyitkan kening. "Lo berpikir kayak gitu?"

"Iya." Hauri mengangguk cemas.

"Gua denger lo amnesia. Jadi lo nggak kenal sama gua, kan?"

Hauri mengangguk. Dia memang tidak kenal sama cowok itu. Di mata Hauri saat ini si cowok yang mengantarnya pulang hanya terlihat seperti orang asing yang tampan. Mungkin itu alasan Hauri mau diantar pulang olehnya.

"Kalo lo inget gua nggak mungkin lo mau gua ajak pulang bareng." cowok itu tersenyum kecil.

"Kenapa emangnya?" tanya Hauri penasaran.

"Karena lo cuma mau sama Alskara. Lo nggak tertarik sama orang lain, nggak perduli sama orang lain. Di mata, hati dan hidup lo cuma mau ada Alskara."

Hauri memalingkan wajah. Dia sangat malu karena ternyata dirinya terkenal sebagai bucinnya Alskara. Rasanya Hauri ingin operasi wajah saja. Bodoh sekali Hauri yang dulu. Bisa-bisanya jatuh cinta pada Alskara. Kalau dirinya yang sekarang mana sudi memberikan hati untuk Alskara. Menatap Alskara saja ogah.

Cowok itu duduk menghadap Hauri. "Gua Liam." ia memperkenalkan diri tanpa diminta.

Hauri memilih diam. Dia kehilangan semangat untuk mengeluarkan suaranya. Kejadian di sekolah tadi masih meninggalkan luka yang menyakitkan. Hauri kesulitan melupakan kejadian tersebut. Bahkan Hauri hafal kata-kata Alskara yang menyakitkan.

"Rasanya aneh ngeliat antagonis kayak lo nangis. Orang bakal berpikir kalo air mata lo pasti air mata buaya."

Hauri tersinggung. Namun ia juga berpikiran yang sama seperti Liam. Orang lain pasti menilai kalau air matanya adalah air mata buaya.

Miris sekali kehidupannya sebagai antagonis. Di mata orang lain antagonis akan tetap terlihat jahat, bahkan sekalipun antagonis memberikan jantung untuk sang heroine. Antagonis akan tetap menjadi antagonis. Itu adalah aturan yang ada di dalam sebuah cerita fiksi.

"Tapi ini bukan pertama kalinya gua ngeliat air mata buaya lo." Liam menyeka air mata Hauri yang tertahan di ujung kelopak mata.

Hauri menatap bungkam Liam. Wajah Liam tidak kalah tampan seperti wajah Alskara. Apa syarat menjadi anggota geng harus tampan? Benar-benar seperti cerita Wattpat.

"Saat itu Alskara marah karena lo nyakitin Aina. Gua lihat amarah, kebencian, ketegasan dan kesombongan di dalam diri lo yang diem setelah dibentak Alskara. Terus gua ngikutin lo yang pergi ke belakang sekolah."

Hauri tertarik dengan kisah dirinya di masa lalu yang diceritakan oleh Liam. Siapa tahu Hauri akan mendapatkan ingatannya saat orang lain membahas dirinya yang dulu, kan?

"Gadis angkuh, kejam, sombong dan dingin itu dikenal sebagai antagonis yang mengerikan. Gadis yang dikenal sebagai tokoh antagonis itu berjongkok di tempat sepi dan mulai menangis. Lo tau gimana perasaan gua saat itu?"

Hauri menggeleng lemah. Semakin tertarik dengan cerita Liam.

"Gua terpaku. Terpanah melihat kejadian yang menurut gua ajaib. Terus gua pikir, ah ternyata dia cuma gadis biasa."

Hauri menunduk. Cerita dari Liam membuatnya sadar betapa menyedihkan Hauri yang dulu. Terkenal jahat, tapi menangis diam-diam. Rasanya dia ingin memeluk dirinya yang dulu itu.

"Sekarang gua semakin yakin kalo lo cuma gadis biasa. Gadis biasa yang saat menangis akan dibilang air mata buaya." Liam tersenyum menatap Hauri yang tertunduk.

"Gua yakin Alskara juga akan berpikir kalo ini air mata buaya." ujar Hauri, tersenyum lucu membayangkan bagaimana Alskara akan berpikir tangisnya adalah air mata buaya.

"Lo masih mau ngeluarin air mata buaya lo? Kita bakal tetap berhenti di sini sampai lo selesai nangis."

Hauri menghela napas. Dia usap pipinya. "Nggak. Gua capek harus ngeluarin air mata buaya." hatinya menjadi lega setelah mendengar kisah yang diceritakan Liam.

Ternyata Liam menepi bukan untuk menyuruh Hauri turun dan pulang jalan kaki. Liam menepi untuk membiarkan Hauri mengeluarkan air mata buaya sepuasnya.


-ANTAGONIS-

I'm not Antagonis (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Kde žijí příběhy. Začni objevovat