2

2.8K 369 158
                                    

Selamat Membaca...
.
.
.

Mata bulannya membola, nafasnya sesak, jantungnya serasa terhenti, saat melihat bangunan yang selama ini dihuninya telah rata dengan tanah.

Astaga...!!!! Perbuatan siapa?

Menatap nanar bangunan hancur didepannya. Banyak kenangan yang tersimpan dalam rumah kecil miliknya lalu, siapa yang dengan tega menghancurkan dan meratakan dengan tanah. Sungguh keterlaluan!

"Nona... Maaf, apa Anda pemilik rumah ini?" Tanya seorang pria paruh baya. Hinata memperhatikan lelaki tua didepannya. Lelaki tua ini sepertinya yang bertugas meratakan rumahnya, terlihat dari baju yang ia kenakan, sama dengan beberapa orang yang berdiri tak jauh dibelakang pria itu.

"Ya." Jawab Hinata singkat.

"Maaf, kami hanya menjalankan perintah." Pria tua itu membungkuk pada Hinata.

Wanita yang sedang mengandung ini memejamkan mata dengan erat. Tangannya mengepal agar kuat menahan segala emosi di dadanya yang jika tidak ia tahan pasti akan menambah runyam segalanya.

"Siapa?" Tanya Hinata, "siapa yang menyuruhmu?" Pria ini membungkuk sembilan puluh derajat, membuat Hinata bingung. Iris bulannya melihat bayangan seseorang dibelakangnya. Menoleh dengan cepat, setelah tau siapa orangnya, mata indah itu menyipit tajam.

"Kau...!"

"Yeah...!" Balas seseorang itu santai dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya.

"Apa yang kau lakukan pada rumahku?! Dasar brengsek! Apa salahku padamu!" Lepas sudah, emosi yang Hinata tahan sedari tadi.

Naruto menatap datar Hinata yang emosi. Langkah kakinya mendekat pada wanita bersurai indigo itu.

"Salahmu... Adalah menolongku saat itu."

"Cih...!" Hinata berdecih, matanya menyipit menatap sengit Naruto. "Kau lemah saat itu." Lanjut Hinata. "Dan seperti orang-" perkataan Hinata terpotong saat dagunya dicengkram kuat oleh pria pirang perusak Hidup wanita itu.

Hinata menepis kencang tangan kotor yang berani mencengkram dagunya.

"Kenapa? Memang kenyataannya... Kau itu lemah..." Lirih Hinata tapi penuh dengan nada ejekkan.

Air muka Naruto berubah muram. Wanita didepannya ini menambah kadar bencinya pada kaum perempuan. Wajahnya mengeras, siap untuk melakukan apapun yang tentu pasti, bukan hal yang baik untuk Hinata.

"Ada apa dengan wajahmu? Apa sekarang kau ingin menyakitiku?" Hinata merasakan sesak nafas saat telapak tangan besar itu dengan kuat menekan batang lehernya. Wajah Hinata memerah, dia tidak bisa bernafas. Dengan sekuat tenaga, dia memukul lengan pria gila didepannya ini.

"Kau fikir, kau siapa? Berani sekali mengejekku?" Hinata tak bisa menjawab, nafasnya semakin menipis, kesadarannya semakin hilang. Matanya berkaca memandang pria brengsek didepannya saat cengkraman Naruto lebih menguat. "K-ka-kau, bre-breng-sek... Na-na-namikaze Naruto." Setelah mengatakan itu dengan kebencian yang sangat ketara di mata bulannya, Hinata menutup matanya, ia pasrah jika harus mati bersama anaknya.
.
.
.
Tsunade memijat pelipisnya, tak tau apa yang harus ia lakukan pada cucunya.

"Kau tidak mau menikahi wanita itu?" Tanya sang nenek pada cucunya.

"Hn." Hanya deheman ambigu yang keluar.

"Lalu mengapa kau meratakan rumah wanita itu dan mencekik lehernya. Bagaimana jika wanita itu mati?!" Gertak Tsunade.

Naruto terdiam, sesungguhnya dia hanya membalas dendam karena sakit dikakinya, ibu jari kakinya membiru, dan itu sakit sekali. Dan mencekik wanita itu, karena merasa direndahkan oleh wanita mungil itu.

Forgive MeWhere stories live. Discover now