dua belas

805 92 1
                                    

Bidadari menatap suaminya curiga. Selesai suaminya membasuh diri, bukannya mengenakan pakaian kantor, justru kali ini Wira memakai baju santai.

"Wir, ini hari Senin loh. Kamu nggak lupa kan?", Ucap Bidadari saat melihat sang suami muncul di ruang makan.

"Aku tahu kok sayang. Siang ini kamu mau pergi kan? Biar aku antar aja. Hari ini aku cuti dari kantor.", Sahut Wira membuat Bidadari terkejut. Semalam Bidadari sudah izin pada Wira dengan alasan ia ingin pergi bertemu dengan Tamara - teman lamanya yang belum lama ia jumpai secara tidak sengaja sewaktu menemani Wira hadir dalam undangan pernikahan rekan kerjanya. Padahal, Bidadari berencana ingin check up ke rumah sakit perihal kehamilannya. Jika Wira sampai ikut mengantar, Bidadari tak tahu bagaimana cara mengelak Wira jika Tamara ternyata tidak muncul.

"Kok tumben kamu cuti? Nggak usah antar aku Wir. Aku nanti bisa minta Pak Farhad untuk nganterin aku."

"Nggak, aku hari ini mau temanin kamu saja. Lagian hari ini aku nggak punya janji meeting di kantor dan lagi nggak ada pekerjaan yang mendesak.", Sahut Wira yang membuat Bidadari semakin resah.

"Kamu kenapa sih Bi? Kok kayaknya kamu nggak suka kalau aku nganterin  kamu pergi? Kamu bukan mau ketemu selingkuhan kamu kan?", Wira terkekeh membuat Bidadari dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Nggak kok Wir, cuma baru kali ini saja kamu cuti dari kantor buat anterin aku pergi. Ya sudah nanti jam satu kita berangkat yah.", Ucap Bidadari pasrah. Otaknya segera berpikir cepat ke mana harus ia pergi nanti siang dan bagaimana menghindar dari Wira. Tidak butuh waktu lama, skenario sudah terancang dalam benak Bidadari. Bidadari akan meminta Wira mengantarnya ke salah satu pusat perbelanjaan yang letaknya tak jauh dari rumah sakit yang akan ia kunjungi. Sesampai di mall, ia akan memisahkan diri dari Wira. Atau meminta Wira untuk pulang setelah mengantarnya pergi. Nanti ia akan mencoba menghubungi Tamara untuk meminta tolong untuk berjaga-jaga. Semoga rencananya berjalan lancar.

***

Jari tangan Bidadari saling beradu menggesekkan kukunya satu sama lain, menyalurkan kegelisahannya. Rencana yang ia susun sedemikian rupa sedikit berubah. Wira berniat menunggunya di mall. Sedangkan Tamara sendiri tidak bisa menemuinya karena ia harus kembali ke kantor saat jam satu siang. Makanya Bidadari meminta Wira berangkat lebih awal agar masih bisa bertemu dengan Tamara sebelum ia kembali ke kantor. Itupun setelah Bidadari menjelaskan pada Tamara jika ia menggunakan namanya dan beralasan ingin membelikan hadiah kejutan untuk Wira.  Entah berapa banyak kebohongan lagi yang akan Bidadari lakukan hari ini.

Sesampainya di mall, Wira mengantar Bidadari bertemu dengan Tamara yang sudah menunggu di salah satu kedai kopi. Untung saja Bidadari sudah memperingatkan pada Wira bahwa ia ingin berbicara dengan Tamara empat mata dan tidak ingin ada yang mengganggu. Dan untungnya Wira setuju saja dan memisahkan diri darinya.

Setelah berbincang selama sepuluh menit, akhirnya Bidadari mengantarkan Tamara menuju lobby karena Tamara harus segera kembali ke kantornya, untungnya kantornya tidak terlalu jauh dari sana. Setelah Tamara beranjak, Bidadari segera menaiki taksi yang baru saja menurunkan penumpang di lobby tersebut dan menyebutkan rumah sakit ibu dan anak sebagai tempat tujuannya.

Sesampainya di sana, Bidadari segera melakukan registrasi dan menunggu giliran namanya untuk dipanggil. Ia mendapatkan urutan ke delapan. Sedangkan saat ini baru urutan ke dua. Bidadari hanya dapat harap-harap cemas, berharap ia tidak perlu menunggu terlalu lama. Takut jika Wira akan mencari keberadaannya.

Bidadari sedang melihat pasanga  suami istri yang baru saja dipanggil urutannya oleh suster ke dalam ruang praktik, dan segera menoleh ke sampingnya saat merasakan ada tangan yang menggenggam kedua tangannya yang ia letakkan di atas pahanya. Kedua matanya terkejut mendapati Wira yang menatapnya kecewa.

"Kenapa kamu nggak bilang sama aku kalau kamu mau check kandungan?", Tanya Wira terdengar dingin. Bidadari hanya menundukkan wajahnya, ia bingung harus menjawab apa. Ia tertangkap basah.

"Bida, kenapa kamu pergi diam-diam sendiri ke rumah sakit? Kenapa kamu nggak bilang ke aku atau ke mama? Kalau tadi pagi aku nggak sengaja lihat test pack di tempat sampah kamar mandi, kamu tetap nggak akan bilang sama aku?", Tanya Wira kembali, Wira mengeratkan genggamannya. Bidadari terdiam cukup lama sampai akhirnya menjawab pertanyaan Wira. "Aku takut kamu menyuruhku menggugurkan kandungan ini. Selain itu aku mau memastikan terlebih dahulu apa benar aku hamil."

Wira tersentak mendengar jawaban Bidadari. "Dari mana kamu dapat pemikiran seperti itu Bida? Demi Allah, nggak pernah sedikitpun terbesit dalam benakku untuk menyuruh kamu menggugurkan kandungan." Wira kali ini benar - benar terlihat marah.

"Semalam aku nggak sengaja dengar pembicaraan kamu sama mama soal menambah momongan."

"Dan kamu menyimpulkan aku akan menyuruh kamu menggugurkan kandungan kalau aku tahu kamu hamil? Kamu pikir aku akan setega itu Bi?" Bidadari hanya mengangguk pelan.

"Lalu kamu datang sendirian dan berencana akan menggugurkan kandungan jika kamu benar positif hamil?", Tanya Wira kembali dan terdengar kesal.

Bidadari hanya menggelengkan kepala pelan. "Aku hanya ingin memastikannya terlebih dahulu. Untuk ke depannya aku belum tahu.", Cicit Bidadari pelan. Wira menghela napas kencang.

"Kamu ini, selalu saja dengan pemikiran kamu sendiri.", Ucap Wira melembut, tangan satunya melembut kepala Bidadari, tangan satunya masih menggenggam tangan Bidadari.

"Kita sebagai manusia kan boleh berencana Bi, tapi semuanya tetap Allah yang menentukan. Kalau Allah berkehendak kita punya anak lagi, harusnya kita syukuri dong. Kamu jangan punya pikiran yang aneh-aneh. Aku senang kalau kamu memang ternyata hamil lagi. Aku hanya takut saja teringat kamu sempat koma. Hanya saja jika memang kamu hamil lagi, kali ini aku berjanji akan menjaga kamu dengan ekstra, supaya kejadian kemarin nggak terulang lagi.", Bidadari menoleh ke arah Wira saat mendengar ucapan Wira dan ia menemukan Wira berbicara dengan sungguh-sungguh. Bidadari hanya tersenyum tipis. "Maafin aku Wir. Maafin aku sudah mengecewakan kamu.", Ucap Bidadari sebelum akhirnya air matanya tumpah.

Wira segera membawa Bidadari ke dalam pelukannya untuk menenangkannya. "Sudah Bi, jangan nangis lagi. Orang-orang sudah pada ngelihatin nih. Nanti dikira aku mau culik kamu lagi." Bidadari hanya terkekeh pelan dan justru enggan melepaskan pelukan Wira. Bidadari menghapus air matanya dan menyandarkan kepalanya di bahu Wira, kedua tangannya memeluk posesif pinggang Wira.

"Kali ini kita cek dulu di sini yah. Kalau memang ternyata kamu hamil, selanjutnya kita kontrol ke dokter yang dulu tanganin kamu yah." Bidadari hanya mengangguk tanpa menjawab.

Dalam hati Bidadari bersyukur pada Allah, betapa beruntungnya dia bertemu Wira dalam hidupnya.

Ditunggu kritik dan sarannya.

God bless.

12.07.2020
Siska.

Kedua (Sekuel Bidadari the Ugly Duckling)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang