sepuluh

893 88 2
                                    

Hati siapa yang tak hancur saat melihat anaknya memandang asing dirinya yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Bahkan cenderung bersikap tak acuh mengenai kehadirannya.

Bahkan Aditya meronta dan menangis saat sang nenek melepaskan pelukannya dan meletakkannya di pangkuan Bidadari. Pada akhirnya membuat sang nenek, mau tak mau segera membawa cucunya kembali dalam gendongannya.

"Adit memang agak rewel Bida. Suka merasa nggak nyaman kalau dipeluk orang lain. Tapi maksud mama, kamu bukan orang lain. Dia hanya belum terbiasa sama kamu. Bahkan sama Wira juga Adit kurang nyaman.", ucap ibu mertua Bidadari menjelaskan perihal kelakuan Aditya. Membuat Bidadari hanya mengangguk mengerti. Berusaha menahan kesedihannya karena sang anak yang merasa asing dengan dirinya. Di hari pertamanya pulang pasca pemulihan di rumah sakit, yang sudah ia impikan sejak awal harus kandas melihat putranya seperti ketakutan saat pertama kali bertemu dengannya. Seandainya saja, sejak awal ia tidak mengalami koma, mungkin saja saat ini Aditya justru tidak ingin lepas dari gendongannya.

"Ga apa-apa Bi. Pelan-pelan saja. Aditya hanya belum terbiasa.", Ucap Cinta - kakak Wira, menghibur Bidadari.

"Sudah, kamu kan baru pulang dari rumah sakit. Istirahat dulu.", Lanjut Cinta menyuruh Wira untuk membawa Bidadari menuju ke kamarnya.

"Kamu jangan terlalu memikirkan Aditya ya sayang. Dia kan masih kecil, jadi belum mengerti. Salahku juga, nggak pernah membawa dia mengunjungi kamu di rumah sakit. Aku juga nggak terlalu banyak menghabiskan waktu sama Adit. Kamu lihat kan Adit juga nggak mau aku gendong. Setiap aku berangkat dan pulang, Adit masih tidur. Mulai sekarang, kita bisa habiskan waktu lebih banyak dengan Adit. Seiring waktu pasti Adit akan terbiasa dengan kita kok.", Ucap Wira begitu mereka sudah berada di dalam kamar. Bidadari menghela napas dalam. Kondisinya membuat putranya justru tidak dapat merasakan kasih sayang penuh dari orang tua kandungnya. Air matanya menetes begitu saja.

"Heiii, kenapa kamu malah nangis?", Wira jongkok di depan Bidadari dan menghapus air mata Bidadari. Tapi bukannya berhenti, air mata Bidadari semakin kencang. Wira segera membawa Bidadari ke dalam pelukannya.

"Semua gara-gara aku. Kalau saja aku lebih berhati-hati, nggak akan jadi seperti sekarang.", Ucap Bidadari di sela tangisnya. Wira mengusap punggung Bidadari pelan.

"Semuanya sudah suratan dari Allah. Daripada kita memikirkan kalau saja semua ini nggak terjadi, lebih baik kita memikirkan ke depannya apa yang akan kita lakukan. Allah pasti sudah merencanakan yang terbaik untuk kita. Kita seharusnya bersyukur, Allah masih memberikan kita kesempatan untuk bertemu dengan Adit. Dan jika Allah berkehendak, kita masih bisa mendampingi Adit hingga dewasa, bahkan mungkin sampai Adit menikah dan punya anak. Kalau perlu sampai Adit punya cucu. Jadi yang harus kita pikirkan sekarang adalah pemulihan kamu sepenuhnya dan menjaga Adit ke depannya.", Ucap Wira menenangkan.

***

Butuh waktu sekitar setahun hingga Bidadari benar-benar pulih sepenuhnya. Pasca pulang ke rumah, Bidadari masih harus menjalankan fisioterapi untuk memulihkan anggota tubuhnya yang sulit digerakkan. Selama masa terapi itu juga, Wira dan Bidadari perlahan mulai mendekati Aditya. Dibantu oleh keluarga Wira, Aditya akhirnya menjadi benar-benar dekat dengan Bidadari dan nyaris tak terpisahkan. Bahkan Aditya bisa menangis berjam-jam jika ditinggal pergi oleh Bidadari untuk fisioterapi kala itu. Dan membuat Bidadari enggan untuk melanjutkan fisioterapi karena merasa bersalah melihat Aditya yang masih menangis saat mereka tiba di rumah. Sehingga Wira mengundang terapis fisioterapi ke rumah agar Bidadari mau melanjutkan terapinya.

Kak Cinta dan suaminya juga akhirnya kembali pindah ke rumah mereka. Sebenarnya satu bulan yang lalu, Wira juga sudah mengatakan pada orang tuanya mengenai rencana mereka yang akan pindah kembali ke rumah mereka jika Bidadari sudah pulih. Namun Bidadari justru menolak rencana Wira.

*Satu bulan yang lalu*

"Wir, kalau kita tetap tinggal di sini boleh? Itu juga kalau papa sama mama berkenan." Ucap Bidadari kala itu.

"Yah kalau papa sama mama sih nggak keberatan yah ma. Jadi rumah nggak sepi cuma kita berdua. Terus mama jadi bisa main sama Adit terus tiap hari. Iya kan ma?", Sahut ayah Wira.

"Iyah, mama dukung seribu persen kalau kalian mau tinggal di sini. Mama bisa shock kalau mendadak ruang keluarga jadi rapi, nggak ada Aditya yang berantakkin dengan mainannya lagi.", Ucap ibu Wira yang mengundang tawa Bidadari.

"Itu kode yah ma biar Adit nggak berantakin ruang keluarga lagi?", Sahut Bidadari tertawa diikuti yang lainnya.

"Kamu yakin Bi? Aku sih terserah kamu saja.", Tanya Wira kembali meyakinkan.

"Iya, asalkan mama sama papa mengijinkan. Aku lebih suka di sini. Ramai. Aku jadi bisa lebih dekat sama mama papa. Kamu kan tahu, aku ingin banget merasakan kasih sayang orang tua dan aku bisa dapatkan di sini. Adit juga dekat sama opa oma-nya. Aku takut juga Adit nanti tantrum lagi kalau harus pisah sama oma opa-nya. Apalagi Adit dekat banget sama mama.", Ucap Bidadari yakin.

"Yah kalau kamu maunya begitu, ya aku dukung.", Ucap Wira.

"Bagaimana perkembangan bakery kalian?", Tanya papa Wira membuat Bidadari menoleh karena penasaran. Semenjak pulih, ia tidak pernah ingat dengan bakery yang dirintisnya bersama Wira.

"Alhamdulilah masih berjalan lancar pa. Manager di sana dapat diandalkan. Jadi nggak ada masalah berarti.", Sahut Wira.

"Kalau sudah sembuh nanti, kamu mau balik ke bakery lagi nak?", Tanya mama Wira menggenggam tangan Bidadari. Bidadari terdiam sejenak.

"Mungkin ma, tapi nggak dalam waktu dekat. Aku mungkin hanya akan sesekali ke sana untuk memantau atau memberikan menu baru. Untuk sekarang aku fokus dulu sama Adit. Aku nggak mau kehilangan moment emasnya Aditya. Apalagi Adit nggak mau lepas sama aku. Mungkin nanti seiring waktu Adit bisa saja mulai menjaga jarak, nggak mau terlalu menempel sama aku lagi dan aku mau menikmati moment itu sekarang. Maaf ya Wir, aku kesannya lepas tangan sama Oh Bakery.", Ucap Bidadari yang justru didukung sepenuhnya oleh mertuanya.

"Justru mama setuju sama kamu. Kamu nikmatin sekarang, masa menggemaskannya Adit. Nanti kalau sudah besar sedikit, sudah sibuk sama teman, sama kayak Wira tuh. Susah banget mau diajak ngobrol aja. Sibuk main sama teman.", Sahut mama Wira yang membuat Wira tersenyum kaku dan mengusap tengkuknya.

"Aku dukung keputusan kamu Bida. Aku setuju den..", ucapan Wira terputus kala Aditya muncul membawa boneka kelinci kesayangannya.

"Mamaaaa.." Aditya yang baru bangun tidur dan masih belum benar-benar bangun memilih meringsek ke dalam pelukan Bidadari , Bidadari dengan sigap menaikkan Aditya ke atas pangkuannya. Aditya segera memeluk Bidadari dan kembali melanjutkan tidurnya.

"Anak mama yang ganteng kok sudah bangun? Kan baru bobo sebentar.", Ucap Bidadari yang baru saja menidurkan Aditya dua puluh menit yang lalu.

"Tadi kebangun bu, terus den Adit lihat ibu nggak di kamar langsung nyariin.", Sahut Mirna, salah satu asisten rumah tangga di kediaman keluarga Wira yang Bidadari pintai tolong untuk mengawasi Adit sesaat karena Wira memintanya untuk keluar untuk membicarakan kepindahan mereka jika Bidadari sembuh.

"Aduh anak papa ini yang dicariin mamanya terus. Adit ini cuma anak mama kali yah, bukan anak papa.", Wira gemas mencubit pelan pipi Aditya yang berhasil membuat Aditya merasa terganggu tidurnya.

"Sudah Wir, jangan digangguin Aditnya. Nanti dia kebangun malah nangis.", Ucap ibu Wira.

"Habis gemas ma. Habisnya nemplok banget sama Bida.", Sahut Wira yang menghentikan aksinya setelah mendapat pelototan dari Bidadari.

"Ya, like father like son. Papanya aja dulu nemplok mulu sama mamanya. Anaknya nggak mau kalah.", Sahut ayah Wira yang mengundang tawa yang lainnya.

30.06.2020
Siska.

Kedua (Sekuel Bidadari the Ugly Duckling)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang