enam belas

692 73 4
                                    

Kedua kaki Wira terasa lemas saat masuk ke dalam kamarnya. Firasatnya membuat Wira cepat mengakhiri perkumpulan mereka hari ini dan memilih segera menuju ke dalam kamar setelah semuanya sudah pulang. Sesampainya di dalam kamar, Wira menemukan Aditya yang terbangun dalam keadaan menangis dan Bidadari sedang merintih kesakitan memegangi perutnya. Dengan sekuat tenaga Wira menguatkan dirinya dan segera membopong Bidadari ke dalam pelukannya.

"Mbak Mirna! Pak Lukman!", Teriak Wira sembari keluar dari kamarnya menuju ke ruang tamu. Wira kembali memanggil nama kedua orang tersebut sekali lagi hingga akhirnya mereka muncul dengan tergesa-gesa.

"Pak Lukman tolong siapkan mobil sekarang. Antar saya ke rumah sakit. Dan mbak Mirna tolong jaga Aditya.", Perintah Wira yang segera dilaksanakan oleh keduanya. Sedangkan kedua orang tua Wira muncul karena kaget mendengar teriakkan Wira.

"Astagfirullahaladzim! Bida kenapa Wira?", Ibu Wira terkejut melihat Bidadari yang terlihat pucat dan meringis kesakitan dalam pelukan Wira.

"Pa, Ma, aku titip Adit ya.", Ucap Wira yang segera beranjak ke halaman rumah dan naik ke dalam mobil yang dikemudikan oleh Pak Lukman - salah satu supir keluarga Wira.

***

"Istri saya kenapa dok?", Tanya Wira saat melihat dokter yang biasanya menangani kehamilan istrinya muncul. Wira bersyukur saat menghubungi dokter dalam perjalanan menuju ke rumah sakit, dokter tersebut baru saja menyelesaikan operasi caesar pada salah satu pasiennya. Sehingga setibanya di ruang IGD, dokter sudah bersiap menunggu kehadirannya dan segera melakukan pemeriksaan.

"Ibu Bida sepertinya mengalami stress yang cukup berat sehingga membuatnya hampir saja keguguran. Untung saja janinnya cukup kuat dan bapak segera membawanya ke rumah sakit sehingga dapat segera diberikan pertolongan. Untuk saat ini, ibu Bida sebaiknya dirawat inap selama beberapa hari untuk dipantau kondisi janinnya. Dan saran saya sebaiknya bapak coba bicarakan terlebih dahulu dengan istri bapak mengenai apa yang menjadi kegelisahannya. Jika memang Ibu Bida tidak mau berbicara dengan bapak, coba bapak minta tolong pada orang yang sangat dipercaya oleh ibu Bida. Atau saya bisa bantu untuk mencarikan psikolog jika bapak mau." Ucapan sang dokter membuat Wira terkejut.

"Baik dok, saya coba bicarakan terlebih dahulu dengan istri saya. Akan saya kabari jika memang saya butuh bantuan psikolog.", Sahut Wira kemudian terduduk di kursi tunggu yang berada di depan ruang IGD. Tubuhnya terasa lemas saat mendengar fakta bahwa Bidadari hampir saja keguguran. Wira tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Bidadari sampai mengalami keguguran ataupum sesuatu yang buruk menimpa Bidadari. Akan banyak yang terluka karenanya. Setelah menenangkan diri beberapa saat, Wira segera menghubungi keluarganya dan mengabarkan kondisi Bidadari. Wira yang melihat Bidadari terbaring lemah akan dipindahkan ke ruang rawat inap segera mengikutinya.

Sekitar pukul tiga pagi Bidadari terbangun dari tidurnya. Menyadari bahwa ia tidak berada dalam kamarnya lagi dan di dalam ruangan yang mirip dengan rumah sakit. Refleks tangannya segera menyentuh bagian perutnya. Segera ia membangunkan Wira yang duduk di samping tempat tidurnya.

"Wira, Wira! Kandungan aku nggak kenapa-napa kan?!" Wira tersentak dari tidurnya. Wira baru saja tertidur satu jam yang lalu.

"Erghh.. Bida kamu sudah bangun. Apa ada yang sakit?"

"Kandunganku nggak kenapa-napa kan Wir?" Wajah Bidadari sudah terlihat ketakutan. Wira segera membawa Bidadari ke dalam pelukannya untuk menenangkannya.

"Tenang ya sayang. Kandungan kamu nggak kenapa-kenapa kok. Untungnya, anak kita ini kuat.", Jawaban Wira cukup membuat Bidadari menghela napas lega.
"Kamu mikirin apa sih? Kamu lagi ada masalah?", Tanya Wira yang masih belum melepas pelukannya. Tangan kanannya mengelus lembut rambut Bidadari yang terurai. Bidadari hanya diam saja, enggan menjawab.

Kedua (Sekuel Bidadari the Ugly Duckling)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang