Chapter 20

1K 144 19
                                    

I trusted you, and i fucked up

oOo

Suara ketukan pintu dan bel terus berbunyi. (Namakamu) enggan membukanya, ia tahu siapa yang melakukan itu. Ponselnya pun turut berbunyi. Sejujurnya (Namakamu) bingung, bagaimana laki-laki itu bisa melakukan tiga hal sekaligus dengan dua tangan?

Ia sudah tidak peduli sebenarnya, tapi suara itu mengganggu indra pendengarannya. Memaafkan memang mudah, tapi sulit untuk menerimanya. Jika ditanya ia akan memaafkan Iqbaal atau tidak, jawabannya adalah ya. Tapi jika ditanya ia akan kembali dengan Iqbaal atau tidak, jawabannya adalah tidak.

Sudah mantap dengan pilihan itu, ia menghela napas kesal karena risih dengan suara-suara dari pintu sana. Ia berjalan menuju pintu luar dengan wajah kesal, lalu membuka pintunya dengan kasar. "Apa sih?"

Laki-laki itu bernapas lega, sejak tadi ia mengetuk pintu, dan baru sekarang perempuan itu membukanya. "Kamu ke mana aja dari tadi?"

"Nungguin kamu di sekolah."

Iqbaal terdiam, ia tahu bahwa (Namakamu) menyindirnya. Tapi ia benar-benar lupa akan janjinya dengan (Namakamu).

Iqbaal ingin membuka mulutnya tetapi suara (Namakamu) berhasil menghentikannya. "Aku udah maafin kamu, Iqbaal. Sekarang kamu balik badan, masuk, terus istirahat. Oke?"

Selanjutnya (Namakamu) langsung menutup pintu apartmentnya. Ia sudah lelah mendengar kata maaf dari laki-laki itu, sudah terlalu sering minta maaf dan dimaafkan tapi diulangi kembali. Selalu seperti itu. (Namakamu) memejamkan matanya sesaat, lalu mengusap air mata yang entah kapan menetes. Lalu ia berjalan ke kamar dan menjauhi pintu apartemen yang terus berbunyi.

Sementara Iqbaal, terus mengetuk pintu apartemen (Namakamu) yang tidak terbuka lagi. "(Namakamu)! Buka pintunya atau aku dobrak?!"

"(Namakamu)!"

"Buka pintu sekarang, (Namakamu)!"

"(Namakamu), please?"

Iqbaal melemah. "(Namakamu), forgive me please?" lirihnya.

Sia-sia memang, pasalnya perempuan itu saat ini sudah duduk manis di kamarnya seraya menyumpal telinga dengan earphone. Ia tidak mau luluh lagi karena laki-laki itu. Kenapa bisa berkali-kali Iqbaal menyakitinya dan selalu mendapatkan maaf? Apakah dirinya terlalu bodoh? Perempuan ini menyibakan rambut ke belakang telinga, ia merasa gelisah. Sudah tepatkah pilihannya? Mengapa ketika ia sudah mantap menetapkan pilihan tetapi ia juga selalu ragu dengan pilihannya itu?

oOo

"Dhif, maaf. Tapi gue masih sayang sama Iqbaal." (Namakamu) berdiri di hadapan Nadhif yang saat ini terlihat sedang tersenyum memaksa.

"Nggak papa. Gua cuma ngungkapin apa yang gua rasain. Nggak mau nge push lo buat nerima gua," jawab Nadhif dengan santai. "Semoga Iqbaal nggak nyakitin lo lagi. Karena kalo dia nyakitin lo, gua bakal ngerebut lo dari dia, oke?"

(Namakamu) tersenyum. Ia menyayangi Nadhif. Namun, perasaannya tidak sejauh itu.

Sampai akhirnya mereka berpisah arah. Nadhif ke kanan dan (Namakamu) ke kiri. Sebelumnya mereka sudah sepakat untuk tidak saling menjauh. Ketika (Namakamu) belok menuju lorong-lorong kelas, (Namakamu) langsung mematung dan menatap laki-laki di hadapannya. Masih pagi, tetapi hatinya sudah disakiti lagi. Ia bahkan menolak Nadhif untuk laki-laki itu, tapi inikah balasannya lagi?

Apa yang (Namakamu) perjuangkan untuk Iqbaal selalu di balas dengan rasa sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apa yang (Namakamu) perjuangkan untuk Iqbaal selalu di balas dengan rasa sakit. Selalu dan entah sampai kapan.

Apa yang harus ia lakukan sekarang? Membiarkan laki-laki itu terus menyakitinya?

Sebelumnya, (Namakamu) khawatir jika ia tetap mempertahankan Iqbaal. Benar memang jika ia butuh penyemangat, tapi masalah tidak ada yang tahu kan kapan bisa terjadi? Seperti saat ini. Dan bahkan kekhawatirannnya telah terjadi. Ketika ujian sekolah pun (Namakamu) tidak bisa fokus karena kondisi hatinya yang tidak menentu. Dan sekarang, dimana ujian nasional sudah di depan mata, luka di hatinya malah bertambah.

Lelah memang. (Namakamu) hanya bisa berdoa supaya ia lulus dalam jalur undangan. Setidaknya ia bisa menghindar dari lelaki itu setelah promnight dan wisuda nanti.

Laki-laki itu mungkin merasa diperhatikan dan ia melihat ke arah (Namakamu) yang sedang menatapnya nanar. Dengan cepat ia menghampiri (Namakamu) lalu menggenggam tangannya. "(Namakamu)."

"Aku bahkan udah jauhin Nadhif demi kamu. Tapi apa yang aku terima?" (Namakamu) menatap Iqbaal. "Tolong, Baal. Jangan tarik ulur hati aku. You told me that you loved me. But, what happens the next day? You never change. It's made me realize that you never loved me with all of your heart. Is it right?"

"Aku nggak ngapa-ngapain sama Zidny, (Namakamu)! Aku sama dia pure cuma temenan!"

"Are you fucking kidding me? Friends dont do the things you guys do! Please, aku nggak bodoh, Iqbaal! Temanan tapi peluk-pelukan itu wajar buat yang dua-duanya single, but you kissed her! You kissed her when you in relationship with me! Terus kamu masih mau bilang ini pure temenan? Oh darling, go buy a brain."

Iqbaal menatap (Namakamu) tidak percaya. Di mana (Namakamu)nya yang lembut dan tidak pernah berbicara kasar? Laki-laki itu mengaku bodoh. Ia tidak berpikir bahwa selama ini (Namakamu)nya masih memberikan kesempatan dalam diam. Tapi ia tidak menggunakan itu dengan baik.

"Im done." (Namakamu) kembali menatap Iqbaal setelah menundukan kepalanya. "I trusted you, and i fucked up."

Ketika perempuan itu membalikan badannya. Iqbaal menahan. "Please ini masih bisa diselesain baik-baik, (Namakamu). To be honest, aku nggak bisa jauhin Zidny gitu aja. Aku sama dia udah lama--"

"Really? Almost two years dan aku ngerasa bodoh bisa dibegoin sama kamu sejauh ini."

"(Namakamu), aku minta maaf."

"I forgive you, as always. Then you must let me go."

"I cant, i will never let you go."

"Selfish. Fuck off!"

"Aku bakal jadi orang egois kalo itu ada sangkut pautnya sama kamu."

(Namakamu) menatap Iqbaal tidak percaya. Ia tidak mengerti apa yang ada di jalan pikiran laki-laki itu. Ia tidak ingin (Namakamu) pergi, tapi laki-laki itu selalu menyakiti (Namakamu).

"Aku nggak ngerti, Iqbaal. Kamu selalu pengen aku sama kamu. Tapi perbuatan kamu nggak pernah bikin aku nyaman. Kamu ciuman sama cewek lain dan kamu bilang kalo kalian pure temanan. I cant imagine it. Setiap temen cewek kamu, selalu kamu gituin."

"Aku emang cuma temenan sama dia! Terus apa bedanya kamu sama Nadhif, hah?!"

"Nadhif bahkan ngerelain aku sama kamu Iqbaal! Dan aku nggak pernah ciuman sama dia! Ngerti kamu?"

(Namakamu) sudah ingin menangis, matanya memanas. Ia tidak mengerti jalan pikiran Iqbaal. Lelah rasanya untuk mencoba mengerti yang hasilnya tidak ada. Ia mencoba mundur teratur, menjauh, dan tidak akan kembali.

"(Namakamu) aku sayang sama kamu--"

"Talk to my hand." (Namakamu) menjawab dengan ketus. "Iqbaal, we're done. Aku ngelepas kamu buat dia. Aku nggak bisa kayak gini terus. Semoga kamu bahagia sama dia ya?"

Setelah itu (Namakamu) berbalik dan menjauh dari pandangan Iqbaal. Meninggalkan laki-laki ini dengan sejuta penyesalan. Sampai akhirnya punggung perempuan itu sudah menghilang dari pandangannya.

Wajah Iqbaal memerah menahan amarah. Lalu dirinya menonjok dinding di sebelahnya. "Fuck! You sent me a package."

-To be continue-

Dah double up ni, dosen gue lama bangettttt ternyata diundur jadi jam 3 uas gu3 wkwkkwwk selamat membaca

-Nana.

Good Enough (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang