TIGA

17.5K 500 2
                                    

Hillary POV

Aku menatap horror ketakutan. "Aku ingin pulang." Pintaku dengan suara kecil.

"Kamu harus memiliki ijin."

"Kalian menculikku!" Teriakku keras dan meronta. Beberapa pasang mata menatapku berbisik. Lagi. Wanita-wanita cantik nan mempesona itu.

Kedua pengawal itu menyeretku masuk kembali menuju kamar yang kuhuni sebelumnya. Tubuhku terhempas keras di atas spring bed. "BUKA PINTU INI!" teriakku menggila. Mereka mengunciku dari luar. Sialan. "BUKA!!!!" Aku terus menggedor pintu itu keras. Aku tak peduli jika kedua tanganku kembali luka. Aku tak peduli. Aku hanya ingin keluar dari tempat ini. Aku bukan tawanan.

Entah berapa jam berlalu hingga matahari terbit, aku kembali kelelahan. Tanganku memar dan terasa sakit. Air mataku sudah mengering di kedua pipiku. Lepas dari Panji, kenapa aku justru berakhir di tempat ini. Kakiku luruh, tubuhku yang ringkih bersandar pada pintu. Mataku menatap jauh. Sulit rasanya kabur dari tempat asing ini. Aku hanya bisa pasrah. Wajah ibuku terlintas dalam benakku, akankah aku bisa bertemu dengan beliau lagi?

Mereka menghukumku karena melawan. Aku tidak mendapat asupan air mineral maupun makanan selama dua hari. Aku terkunci sendirian dalam kamar itu berharap kematian menjemputku saja daripada tersiksa seperti ini. Aku mencari benda tajam yang bisa aku gunakan namun ruangan itu terlampau sederhana. Aku menghela napas panjang. Aku menjilat bibirku yang kering, aku benar-benar haus. Saat kedua mataku akan tertutup, aku mendengar suara kunci yang memutar. Tak lama pintu kamar di hadapanku terbuka perlahan. Aku sudah tak ingin melawan lagi. Mataku enggan terbuka, apapun yang terjadi maka terjadilah.

BYUUUUR!

Aku tersiram air dingin, tubuhku terhentak. Seluruh baju yang kukenakan basah. "Bangun." Perintah suatu suara.

Aku menoleh dengan tatapan benci, 'ah... wanita itu.'

"Kami tidak memberinya makan selama dua hari sesuai perintah anda, Nyonya." Kata seorang gadis di sebelahnya patuh.

"Bangun." Katanya dingin terhadapku lagi. Naura, nama pemilik tempat bordil ini. Kakinya yang jenjang mengenakan heels Louboutin berwarna merah. Tubuhnya yang langsing mengenakan dress ketat rancangan Chanel berwarna hitam. Wajahnya cantik dengan lipstick merah menyala. Matanya menatap dingin dengan rambut pendek lurus sebahu. Aku mencoba bangkit dan terjatuh lagi, kakiku tak memiliki kekuatan. "Bersihkan dia. Beri makan, lalu antar ke kantor." Naura berjalan pergi dengan angkuh, pijakan kakinya berbunyi tegas saat beradu dengan tehel yang keras.

Tiga gadis yang sebelumnya berada di belakangnya membantuku berdiri, memandikanku dan memberiku makan. 1 jam kemudian aku sudah berada di sebuah ruangan yang di dominasi warna hitam. Terdapat sofa maroon elegan di sebelah kanan dan sisi lainnya terdapat meja mahogany dengan komputer di atasnya. Di meja mahogany itu Naura menungguku. Aku dipaksa duduk di hadapannya.

"Nama?"

Aku menatapnya jengkel, "Lepaskan aku, Penculik!"

PLAAAAK!

Pipi kiriku seketika memanas, aku menyentuhnya dan menatap tajam Naura. "Tugasmu menjawab bukan membantah." Desisnya. Naura meraih cerutu di atas mejanya dan mulai menyalakannya. "Nama?" kepulan asap tebal memenuhi ruangan dari hisapan pertama.

"Hi...Hillary."

"Marga?"

"Smith. Hillary Smith."

Naura mengangguk dan terus menghisap cerutunya, "Usia?"

"18 tahun."

"Satu minggu lagi kamu akan mulai bekerja. Kamu masih virgin, tinggi dan parasmu rupawan."

Girl In White Lingerie (COMPLETED)Where stories live. Discover now