SATU

28.9K 569 6
                                    

Hillary POV

Aku benci mengatakan ini tetapi aku hanya seorang gadis berusia 18 tahun yang mencoba peruntungan nasip berjuang di luar sana tanpa bergantung dari orang lain. Ayahku meninggal saat usiaku 4 tahun. Ibuku sudah menikah lagi sebanyak 3 kali. Pria terakhir yang dinikahinya saat aku berusia 17 tahun bekerja sebagai sales. Ibuku dengannya adalah rekan sekerja. Pria menjijikan yang terus berusaha melakukan pelecehan seksual kepadaku setiap waktu. Awalnya dia tak berlaku seperti itu. Tetapi ketika memasuki bulan kedua, dia mulai menatap melecehkan.

Sering kali dengan segaja menyentuh salah satu bagian tubuhku terutama lengan dan bokongku. Aku hapal benar gaya tatapannya. Aku sudah sering ditatap seperti itu semenjak aku remaja. Memiliki tubuh semampai, pinggang kecil, dada ranum dan kaki jenjang terkadang sebuah kutukan. Belum lagi jika wajahmu cantik dan selalu di puja bukan hanya dari kalangan pria tapi juga wanita. Aku mendengar dari ibuku jika dulunya ayahku adalah seorang model. Mereka jatuh cinta saat ibuku pun bekerja sebagai model di agensi yang sama.

Aku menghela napas panjang, aku tak ingin pulang. Jam segini ibuku belum ada di rumah. Ayah tiriku, Panji biasanya pulang di jam tak terduga. Aku menyusuri lambat trotoar jalan. Ini tahun terakhirku di SMA. Meski sering kali aku harus pindah-pindah sekolah karena pekerjaan ibuku, aku menikmatinya. Aku tidak terlalu banyak memiliki pergaulan di karenakan aku membenci segala macam bentuk berpisahan. Handphoneku berbunyi, nama Panji tercetak di layar. Aku menghela napas panjang.

"Ya?"

"Kamu di mana?"

"Masih di sekolah." Jawabku berbohong.

"Mamamu pulang terlambat malam ini."

Hatiku berdegup kencang, "Ke..kenapa?"

"Lembur. Jangan lupa membeli bahan makanan dalam perjalanan pulang."

"Oke." Jawabku lemas. Ini pertama kalinya aku akan tinggal berdua dengan Panji sebelum ibuku pulang. Aku menekan dadaku berdoa, semoga ini hanya kekuatiranku dan tidak akan terjadi apa-apa. Aku berjalan menuju pasar tradisional dekat rumahku dan membeli bahan-bahan untuk makan malam. aku memilih sayur-sayuran segar dan beberapa buah untuk di stok di dalam kulkas. Kakiku melangkah menuju bagian pasar yang menjual daging. Ibuku menyukai lumpia isi daging, beliau bisa memakannya jika pulang nanti. Setibanya di rumah, aku melirik dengan was-was. Rumah masih kelihatan sepi. Jam menunjukkan pukul 5 sore. Aku segera menyusun semua bahan di dalam kulkas dan beberapa di atas meja untuk segera ku olah. Aku mengganti pakaianku dan mulai memasak. Pukul 6 sore, Panji tiba dari kantor. Setelah melepaskan sepatunya, Panji melangkah menuju dapur.

"Harum sekali." Pujinya. Aku hanya tersenyum kecil dan menjaga jarak ketika dia berdiri di sebelahku dekat. "Kamu juga harum sekali." Panji mulai mengendus area rambutku. Aku berdiri mematung dan perlahan mundur.

"Makanan akan siap 30 menit lagi." Jawabku tangkas.

"Oke. Terima kasih, Cantik." Panji menyentuh lenganku dan segera kuhempaskan cepat. Panji menuju kamar dengan senyum lebar. Kami makan dalam diam. Aku berusaha menyelesaikan makanku dengan terburu-buru dan ingin segera mengunci pintu kamarku. Aku berharap ibuku tidak pulang terlalu larut. Aku mencuci semua piring dengan cepat. Saat selesai, aku sudah bergegas menuju kamarku. Aku mengunci pintu dengan tangan gemetar. Setelah berhasil menguncinya, aku menghela napas lega. Aku menyiapkan beberapa buku untuk jadwal besok. Tubuhku terhempas lelah di atas tempat tidur. Aku meraih novel yang baru saja aku beli dan mulai membacanya. Namun makin lama mataku semakin berat dan tanpa aku sadari, aku jatuh tertidur. Suara pintu depan tertutup membangunkanku. Jam menunjukkan pukul 12 malam. Ibuku baru pulang? Untuk memastikannya, aku membuka pintu kamar perlahan. Seluruh ruangan terlihat gelap.

"Ma?" panggilku kearah ruang tamu tetapi tak ada jawaban. Aku kembali memanggil ibuku tetapi jawabannya masih sama. Apa aku salah dengar? Saat akan kembali ke kamar, tubuh menjulang Panji menghalau. Aku termundur kaget. Aku bisa mencium aroma alkohol dari mulutnya yang bau.

"Hai, Cantik." Panji mulai mendekatiku. Aku termundur secara refleks karena takut. "Jangan takut, kita cuma berdua saja."

"Ba...bagaimana dengan mama?"

"Oh... wanita itu belum pulang." Panji tertawa lebar. Matanya menatap tubuhku lapar. Aku mulai memaki dalam hati kenapa aku memakai kaos ketat ini. "Tubuhmu seksi sekali." Panji mencoba meraih tanganku. Aku mencoba menghindar untuk kembali ke kamarku tetapi Panji masih menghalanginya. "Mau kabur kemana?"

"Kamu tahu aku akan lapor ke Mama!"

"Lapor saja. Memang sejak kapan dia percaya padamu?" tanya Panji dan mulai bergerak gesit. Aku tak menyadari gerakan tiba-tibanya. Lenganku tertangkap dan tubuhku dihempaskan di atas sofa. Tangannya mulai meremas dada kasar.

"TOLONG!" teriakku keras.

PLAAAK!

Tangan Panji menampar wajahku keras. Aku bisa merasakan perih di pipiku dan darah yang perlahan mengalir dari sudut bibirku. Aku menyekanya kaget. "Be...berani-beraninya kamu memukulku." Aku meronta keras. Kuku jemariku yang lumayan panjang mencoba mencakar wajahnya.

PLAAAK!

Panji kembali menamparku keras. Wajahnya terluka oleh cakaranku dan semakin menyulut emosinya. Tangannya mencoba membuka celana panjangku kasar. "TIDAK! TOLONGGGGG!" aku semakin berteriak keras. Tentu saja tidak akan ada tetangga yang mendengarnya, rumah kami berada di pinggir kota. Jarak antara rumah bisa sampai ratusan meter bahkan berkilo-kilo. Rumah inipun dapat di beli ibuku karena uang asuransi dari ayahku. "LEPASKAN!" aku semakin meronta. Panji menindih tubuhku. Aku tidak memiliki kesempatan lagi. Air mata sudah memenuhi wajahku. Apa aku harus pasrah di perkosa seperti ini? Panji tertawa lebar, bau napasnya semakin membuatku ingin muntah. Bajuku berusaha dirobeknya namun gagal karena aku terus meronta. Panji kembali memukulku keras. Kepalaku pening dan kekuatanku menurun.

Aku hanya bisa merasakan ketika Panji sudah membuka celananya dan memperlihatkan kejantanannya yang keras menjulang. Baru kali ini aku melihat alat kelamin pria secara nyata dari dekat. Diriku semakin meronta tetapi aku tak lagi memiliki kekuatan penuh. Panji tertawa sadis sembari mengocok kejantanannya. Aku memalingkan muka jijik. Panji kembali mencoba membuka celana milikku. Kedua tanganku berusaha menahannya. Aku menutup mataku erat, aku tak ingin berakhir dengan keadaan seperti ini. Aku menatap wajah Panji penuh kebencian. Aku menarik napas panjang. Dengan sisa kekuatan yang aku miliki, aku menendang kejantanan Panji kuat saat dirinya lengah. Panji jatuh meraung-raung sembari memegang alat kelaminya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya. Tetapi dari reaksi Panji, aku bisa menebak rasa sakit luar biasa yang di deritanya. Aku bangkit berlari setelah mendapat kesempatan. Aku mencoba membuka pintu dengan tangan gemetar.

"WANITA SIALAN! KEMARI KAMU!" suara Panji menggelegar dari arah ruang tamu. Aku tak berpikir panjang lagi dan segera berlari sejauh mungkin. Bajuku yang setengah robek kututup melindungiku dari dinginnya udara malam. 'Selamatkan dirimu, Hillary!' batinku. Entah berapa lama aku berlari tanpa tujuan, tubuhku kelelahan. Aku melihat sekeliling, hanya ada pohon yang memenuhi ruas jalan. Beberapa cahaya lampu dari rumah ke rumah nampak dari kejauhan. Tenggorokanku kering. Aku merasa sangat haus. Tetapi aku tak bisa berhenti sekarang, bisa saja Panji mengejarku. Aku memperbaiki rambutku yang acak-acakan oleh angin sekitar. Aku terduduk dibawah sebuah pohon. Karena gelapnya malam aku tidak bisa menebak di mana aku berada. Setidaknya aku aman oleh karena rimbunnya pepohonan.

Girl In White Lingerie (COMPLETED)Where stories live. Discover now