Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi

456-VI

33.8K 3.7K 431
                                    

Hari minggu yang biasa kunikmati dengan workout, hang out sendirian, atau sekedar rebahan ditemani cake-cake manis, kali ini harus tidak biasa karena gangguan dari Iza. Pagi buta, cowok itu sudah menghebohkan grup WA yang berisikan hanya aku, dia, dan Niken dengan kabar kalau ia baru saja diputuskan pacarnya. Dengan heboh juga ia memaksaku dan Niken datang ke apartment-nya pagi ini juga.

Untuk apa? Entah. Mendengarnya merengek mungkin.

Aku mengernyit saat tahu bukan Niken yang ada di dalam apartment Iza. Malah Fabi dan Oli yang ada di dalam, duduk santai menonton TV bak di tempat sendiri.

"Lo ngundang semua staf HR buat syukuran, Za?" tanyaku mengernyit pada Iza.

Cowok itu mencebik malas. Aku memutar bola mata lebih malas.

Kalau tahu bukan cuma aku dan Niken yang diundang, mending aku tidak datang. Iza butuh teman agar tidak berlarut-larut patah hati, iya, tapi kalau temannya kebanyakan malah kesannya dia mau bikin ekshibisi.

Fabi nyengir mendengar pertanyaanku sebelumnya, yang memang terdengar kurang berkenan dengan keberadaan mereka. "Gue sih ke sini emang mau kabur dari Mona, biar itu anak sekali-kali weekend sama bokapnya. Nggak tahu nih si Oily."

"Gue memang care sama kesehatan mental semua pegawai, apalagi staf HR," jawab supervisor industrial relations itu santai sambil mengerling mata padaku.

"Apaan itu, Bu?" Fabi menunjuk plastik yang kubawa.

"Pecel lele, Fab. Cuma tiga nih, gue nggak tahu kalian datang juga. Niken mana?" Kuberikan plastik ke Oli yang sudah menengadahkan tangan.

"Kamar mandi."

Aku duduk di sebelah Oli dengan jarak cukup lebar. Iza menyusul duduk di single sofa. "Gimana ceritanya? Bukannya semalam masih baik-baik aja?" tanyaku pada Iza.

"Emang iya, tapi dini hari tadi dia WA tiba-tiba minta break up. Baru pagi gue baca, Beb. Langsung amsyong gue!"

"Lah, dini hari banget?"

"Abis solat istikharah kali, terus dapat ilham buat mutusin Iza." Fabi si biang tega menyambar dengan kikikan nakal.

"Dia bilang kenapa?"

Iza menggeleng putus asa. "Nggak cocok lagi, katanya. Anjing kan?" Aku hanya mendecak. Variasi alasan putus tidak berkembang kah? Itu-itu saja?

"Dion kan emang tampang-tampang berengsek, padahal gue udah bilang dari dulu. Gue siar ulang nih, Za, cowok keker, cakep, bawa Pajero kayak Dion mah berengsek. Valid itu." Oli menceletuk santai sambil membuka satu bungkus pecel lele tanpa menyilakan yang lain.

"Lo jahat ya, Li."

"That's the truth. Mungkin dia dapat botty baru. Atau tiba-tiba straight, bisa aja 'kan?"

Sebenarnya agak lucu mengurusi hubungan gay ini, tapi aku tidak berani tertawa sama sekali. Takut menyinggung Iza. Berbeda dengan Oli dan Fabi yang memang raja dan ratu tega.

"Apa pun alasan Dion si gay itu nggak penting lagi. Lupain aja bencong itu. Badan titit doang digedein, nyalinya seupil. Mutusin kok lewat WA, mana sepele banget ngasih alasan. Nggak usah dipikirin lagi tuh orang, lo move on deh, cari ganti," sela Fabi penuh petuah.

"Kalau perlu cari yang cewek," timpal Oli.

"OLI!" Itu aku yang berteriak.

Tidak peduli Iza sudah bertanduk ingin menyeruduknya, Oli tetap tertawa.

"Sama Kak Caca aja," Niken yang sudah bergabung menimpali dengan gurauan.

"Oh, nggak bisa dong. Caca udah sama gue," sela Oli cepat. "Nih, duduknya aja udah sebelahan gini kayak di pelaminan."

456Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang