15. Antara Aku, Kamu, Dan The Blaze

Magsimula sa umpisa
                                    

Semuanya gaada yang berubah.

"Eh, Bos!" seseorang berdiri dari duduknya. Menyapa Angkasa. Angkasa tersenyum tipis membalas nya. "Pacarnya Angkasa ya?" tanya lelaki bernama Farel itu.

"Hmmmmm..." Senja bingung, dia menatap Angkasa, mengode agar Angkasa membantunya berbicara.

"Bukan, cuma temen," ujar Angkasa. Ya, sebenarnya balasan yang diharapkan Senja bukanlah ucapan seperti ini, ucapan yang membuat Senja kecewa.

"Ohh temen," ucap Farel. "Kenalin, gue Farel!" Farel mengulurkan tangannya, Senja pun membalas uluran tangan Farel.

Farel Ramansyah? batin Senja bertanya-tanya. Tapi Senja melupakan nya lagi, itu hanya masa lalu. Jangan sampai masa lalu itu kembali teringat dan membuat Senja rindu.

"Senja," balas Senja sambil tersenyum.

Farel tersentak ketika mendengar nama itu. Tapi dia berusaha tenang. "Oke, duduk aja dulu. Sambil nunggu yang lain," ujarnya.

Angkasa mengisyaratkan agar Senja mengikutinya. Senja pun mengikuti Angkasa. Ketika Senja berjalan melewati beberapa orang yang tengah memandangnya dengan tatapan beraneka ragam membuat Senja gugup sendiri. Pasalnya, orang yang kini sedang menatapnya. Bukan satu atau dua orang. Tapi hampir puluhan. Senja yang merasa gugupun menundukkan kepalanya sambil berjalan.

      Dug!

 Senja menabrak tubuh seseorang didepannya. "Ih Angkasa! Kalo mau berhenti bilang-bilang dong!"

"Ya lo kalo jalan liat kedepan," balas Angkasa. Karena memang Senja yang sedaritadi hanya menunduk, Angkasa yang memberhentikan langkahnya, membuat Senja menabrak tubuhnya.

"Diliatin terus, malu!" bisik pelan Senja ke telinga Angkasa sambil berjinjit menyamakan tingginya dengan tinggi Angkasa.

Angkasa menatap wajah Senja. "Lo katanya gak takut?" ucap nya.

"Bukan takut, malu!" jawab Senja.

"Mau duduk dimana?" tanya Angkasa.

Senja melihat sekeliling gedung. Beberapa kumpulan orang yang tidak Senja  kenali, dan semuanya menatap nya dengan tatapan yang tidak bisa Senja mengerti.

"Yang ada temen-temen kamu nya aja, biar aku bisa ngobrol sama mereka," jawab Senja.

"Semuanya temen gue,"balas Angkasa.

"Ya temen kamu yang empat itu! Pandu, Herdi, Rafi, Fadli."

Angkasa melihat kearah pojok kiri. "Tuh di sana Rafi." Angkasa menunjuk dengan matanya. Senja pun ikut melihatnya.

Angkasa melihat dibagian dekat tangga untuk naik keatas. "Disana Pandu," ucap Angkasa, Senja pun ikut melihat kearah yang dimana Angkasa tunjukan dengan matanya.

Angkasa menunjuk lagi dengan matanya diposisi ditengah-tengah ruangan. "Disana Herdi."

Cowok itu lagi-lagi menunjuk kearah banyaknya orang yang sedang memainkan gitar dan bernyanyi-nyanyi. "Disana Fadli."

"Jadi, lo mau duduk dimana?" tanya Angkasa.

 "Ish! Kok mereka pisah-pisah gitu, sih, duduknya." Senja berdecak.

"Semuanya gabung, campur. Kita yang satu sekolah bukan berarti sekumpulan sama yang satu sekolah, semuanya sama," balas Angkasa panjang.

"Kamu biasanya duduk dimana?" tanya Senja.

"Dimana aja," balas Angkasa.

"Aku bingung! Ikut kamu aja deh!" ucap Senja.

"Yaudah ikut." Angkasa melangkah kan kakinya membuat senja otomatis mengikuti Angkasa. langkah Senja begitu cepat menyamakan langkahnya dengan langkah Angkasa.

Angkasa menuju sebuah tempat, Senja melihat tempat yang di temboknya penuh dengan coretan dan lukisan yang berwarna-warni, banyak sekali karya seni yang ada disana, membuat Senja semakin tertarik untuk melihat-lihatnya.

"Angkasa? Bagus banget!" puji Senja sambil terus melihat-lihat graviti yang ada didinding-dinding luas itu.

Angkasa duduk di sebuah kursi kayu yang terlihat antik. Senja juga ikut duduk disamping Angkasa, mata Senja terus berputar-putar melihat pemandangan menakjubkan yang ada disekitarnya sekarang, bagi pecinta seni seperti Senja. Pastinya pemandangan seperti inilah yang sangat indah.

"Lo suka gambar?" tanya Angkasa. Senja menatap Angkasa sambil mengangguk.

"Ini yang bikin anak-anak The Blaze?" tanya Senja. “Mereka ternyata kreatif banget, ya. Pinter juga cara nge-gambarnya."

"Jangan dipuji terus, nanti pada terbang," ucap Angkasa.

"Kan mereka gak ada disini," ujar Senja.

"Kan ketua nya disini," balas Angkasa.

Senja terkekeh sebentar. "Kamu ikutan bikin kaya gini?"

"Iya."

"Gambaran kamu yang mana?"

"Itu!" Angkasa menunjuk kesatu arah. Senja mengikuti telunjuk Angkasa.

Sebuah gambar love berwarna merah maroon itu dengan didominasi darah disekitarnya. Senja bisa melihat takjub lukisan itu, pastinya gambar yang ditunjukkan Angkasa memiliki sebuah arti.

"Kenapa kamu bikin gambar kaya gitu? Serem tau!" sahut Senja menatap Angkasa, namun Angkasa hanya diam tidak menjawab. Padahal, Senja sudah menunggu balasan dari cowok itu.

"Kadang, orang-orang yang suka melukis itu biasanya melukis sebuah keadaan yang dia alami dirinya sendiri," ucap Senja.

Angkasa menatap wajah Senja dalam-dalam, cantik.

****

"Yuhuuuuu!"

"Harta! Tahta! Anak The Blaze!"

"Solidaritas harga mati!"

"Berani munafik! Berani mati!"

Itulah teriak-teriakkan dari anak-anak The Blaze. Senja merasa senang bisa menjadi bagian dari kebahagiaan para anak The Blaze, Senja juga ikut merasakan kebahagiaan itu. Senja berada di motor Angkasa Senja memeluk tubuh Angkasa dari belakang. Rasanya sangat nyaman. Toh, Angkasa pun tidak menolak atau merasa terganggu.

Mereka semua mengadakan konvoi keliling kota dengan jaket yang semua nya sama. Dan mereka juga masih mengenakan seragam sekolah, banyak yang membawa bendera berwarna hitam dan merah berlambang The Blaze, ada juga yang membawa spanduk bertuliskan The Blaze dengan lambangnya yang sangat mewah.

Rintikan air hujan tiba-tiba turun ke bumi. Membuat perjalanan mereka terganggu, Angkasa menginstruksikan berhenti dengan mengangkat tangan kirinya.

***

Klik bintang nggak nyampe 2 detik,  deh, sumpah!

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Klik bintang nggak nyampe 2 detik,  deh, sumpah!

AngkasaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon