Bagian 1 (The Secret)

54.2K 2.3K 154
                                    

Ulang tahunku tinggal beberapa hari lagi. Semuanya telah dipersiapkan dengan sangat rapi dan nyaris sempurna.Ayahku bahkan sudah menyewa sebuah hotel besar di kawasan Time Square hanya untuk pesta hari lahirku yang ke-17. Aku sudah menyebar ribuan undangan sejak dua minggu yang lalu. Aku juga sudah memesan gaun bergaya Vintage warna merah untuk pakaian utamaku nantinya.

Jamison Osric Maxwell merupakan seorang Menteri Kehutanan sekaligus Ayah terbaik di dunia. Bayangkan saja, dia baru saja menghubungiku danmengatakan bahwa akan ada beberapa wartawan yang datang untuk meliput pesta ulang tahunku. Oh, yang benar saja, aku pasti akan sangat malu dan juga bangga. Aku selalu tersenyum setiap kali membayangkan bahwa pesta ulang tahunku akan dimuat pada majalah New York Times sebagai pesta ulang tahun termewah tahun ini. Bayangkan saja jika wajah seorang Sychelles Avalee Maxwell mendadak menjadi begitu terkenal setelah pesta ulang tahunnya yang ke 17.Ya, meskipun aku sudah cukup populer di sekolah dan di klub teaterku. Dan ya, orang-orang memang mengenalku dengan nama Sycheless, seperti nama sebuah negara kepulauan yang terletak di timur laut Madagaskar. Ibuku memberiku nama itu karena katanya, aku dilahirkan disana, dan lucunya itu terjadi saat Ayah dan Ibu sedang berlibur.

Well, saat ini aku bersekolah di Hairis Academy, sebuah sekolah yang lebih condong untuk menjadikan murid di dalamnya untuk menjadi seorang seniman atau budayawan. Oh, aku menyukai sekolah ini. Ini adalah tahun keduaku berada di sekolah yang hujani fasititas canggih ini, dan aku harus bersabar menunggu dua tahun lagi untuk bisa lulus untuk kemudian mewujudkan cita-citaku menjadi seorang pengamat seni, artis, model, atau mungkin juga guru tari.

Aku hobi berbelanja tapi aku benci jika disebut Shopaholic, meskipun sebenarnya memang benar.Ya, setiap minggunya aku selalu mengganti isi lemariku dengan baju-baju baru. Gucci, Chanel, Prada, Marc Jacob dan Versace adalah merk-merk favoritku. Itu sudah menjadi hobiku sejak aku hobi menonton American Top Model.Jangan salahkan aku, lagi pula Ayahku juga tak pernah memarahiku.

Aku tahu, dia begitu menyayangiku, bahkan terkadang aku merasa jauh lebih disayangi dari pada Grace Jayde Maxwell, alias kakak perempuan yang selalu iri padaku.Hubungan kami tidak pernah baik sejak kecil, dia seperti menyimpan dendam padaku. Dia begitu sensitif jika ada hal yang menyangkut tentang diriku, seolah aku adalah virus yang seharusnya ia jauhi. Dan saat ini aku masih sering bertanya tentang alasan apa yang selama ini membuatnya begitu membenciku.

Dalam seminggu aku dan Grace maksimal hanya berbicara empat sampai lima kali, yang di setiap pembicaraannya tak pernah lewat dari sepuluh kata seperti, "Ibu mencarimu," "Ayah mencarimu," "Jangan ganggu aku," "Pergilah," "Kau mengambil makananku?".

Benar-benar brengsek.

Jika dia bukan kakakku, aku pasti akan menendang bokong ratanya itu sampai patah. Huh, pantas saja tidak ada pria yang mau mendekatinya, dia benar-benar ketus, sok cantik padahal bentuk tubuhnya jauh di bawahku. Bagiku, Grace tak memiliki kelebihan apapun kecuali, otakknya. Dia begitu pintar di kampusnya, selalu mendapat nilai terbaik. Cukup membuat kedua orang tuaku bangga, namun tidak untukku.Cih,percuma dia punya otak tapi tidak punya hati.

*****

Bel tanda pulang di sekolah sudah berbunyi dan aku benar-benar lelah hari ini. Aku melirik murid-murid lain yang sudah berbondong-bondong keluar.Mereka sepertinya terburu-buru untuk pulang, aneh sekali. Akupun menengok jam digital yang terpasang di dinding kelas, padahal ini masih pukul empat sore, waktu dimana biasanya puluhan pasang kekasih itu memanfaatkan kelas-kelas untuk bermesraan. Sungguh memuakkan.

The Last SaverWhere stories live. Discover now