"Kami berdua pamit pulang dulu ya, Om, Tante, eh maksudnya Bunda, hehe," ucap Misya canggung.

"Tunggu dulu!" Suara bariton yang terdengar familiar itu nampaknya menghentikan langkah Misya untuk melangkah keluar dari rumah Zya kala itu. Lain halnya dengan Shanaya, semenjak dia melihat Pamannya yaitu Ayah-nya Zya, dia memutuskan untuk tetap berdiri di tempat, dan berniat untuk berbincang-bincang sebentar sembari mengucapkan kata maaf.

"Iya Om, ada apa?" Dengan segera membalikkan badannya Misya pun mulai heran, kenapa Shanaya tidak ikut pulang bersamanya? Kenapa Shanaya hanya diam membisu saja di tempatnya? Dan saat itu pula pandangan Misya langsung tertuju pada Ayah-nya Zya, yang nampaknya ingin berbicara serius padanya.

"Sebenarnya, apa yang terjadi? Kenapa anak saya Zya, sampai harus mengalami hal seperti ini?" Ucapan yang terdengar keras dari Ayahnya Zya yang membuat Misya dan Shanaya kaget, termasuk Bunda-nya Zya. Membuat Misya menelan salivanya dalam sesaat. Hal itu juga membuat Misya kehilangan kata-kata, dan rasanya lidahnya itu sangat kelu untuk sekedar mengatakan kata-kata atau sepatah kata saja.

"Jawab! Jangan, hanya diam saja!" Lagi-lagi Ayah-nya Zya berteriak dengan suara yang terdengar sangat lantang, sehingga menggema di ruangan yang nampak klasik dan di dominasi dengan warna biru langit itu.

"Ayah, udahlah yah. Jangan salahkan mereka atas kejadian di hari ini," ucap Bunda berusaha menenangkannya.

"Sebenarnya Paman, Aku dan Misya sama sekali tidak tahu mengenai kronologis awal kejadian yang menimpa Zya kala itu. Yang kami tau adalah Adrian menelpon kami saat Zya pingsan di taman rumah sakit. Sehingga, segera mungkin kami membawanya, berhubung hujan juga sangat deras kala itu. Kami tidak banyak bicara pada Adrian, karena di situ Aku melihat Adrian seperti kecewa dan keadaannya sangat kacau. Jadi, saat itu kami berdua bergegas membawa Zya pulang, dan saat itu juga Adrian lari. Kami pun memutuskan untuk meminta bantuan Karan dan Rayhan untuk mengejar kemana perginya Adrian. Nah saat itu, kami sudah tidak tau apa yang terjadi sebenarnya pada Zya dan Adrian. Bagaimana mereka bisa ada di rumah sakit, dan apa alasannya, kami berdua tidak mengetahuinya Paman, Bibi. Percayalah, aku juga tidak menyangka kenapa kejadian ini harus menimpa Zya." Ucap Shanaya dengan berusaha menjelaskan sedetail-detailnya tentang kronologis yang di alami Zya saat ini. Sedangkan Misya, Misya hanya bisa menelan salivanya, dan berusaha menetralkan detak jantungnya. "Sungguh rasanya seperti tengah di interogasi Polisi, padahal hanya ditegaskan seperti itu oleh Ayah-nya Zya, menegangkan sekali, huftt ...." batin Misya.

"Kalau sampai Ayah tau, bahwa semua ini terjadi, akibat Zya yang terlihat sangat peduli, dan merasa khawatir sekali terhadap keadaan Afka. Entahlah, apa yang akan terjadi nanti. Ayah tidak boleh sampai tau! Aku juga tidak akan, pernah membiarkan satu orang pun, mengatakan tentang kronologis yang menimpa Zya pada hari ini. Termasuk, Adrian!"  batin Bunda.

"Kurang hajar! Dengan teganya Adrian buat putri saya pingsan, tanpa membantunya sama sekali? Sekarang juga, cepat telepon dia! Suruh dia ke sini!"

"Ta--tapi om?"

"Saya tidak suka kata tapi disebut!"

"Ayah, Ayah tenang dulu. Adrian lagi butuh waktu untuk sendiri, biarkan dia tenang dulu. Pasti dia akan ke sini menjenguk Zya, sambil menjelaskan segalanya tentang kronologis kejadian yang sebenarnya menimpa Zya. Ayah, jangan emosi dulu ya." Berusaha menenangkannya, Bunda memegang pundak ayah Zya.

"Tidak, tidak bisa gitu Bunda! Harusnya Adrian lebih bertanggungjawab dengan perbuatannya. Bukan malah kabur, dan pergi meninggalkan Zya. Apa itu baik?"

Pergi Hilang Dan Lupakan [ ON GOING ]Where stories live. Discover now