Taysir

31 1 0
                                    

Setibanya disebuah tempat makan Khafa segera menyantap sikbaj16, dan faludzaj17, yang disajikan dalam sebuah nampan lebar dari perunggu diatas meja rendah atau biasa disebut diwan oleh orang persia. Ia duduk diatas bantalan segi empat (mathrah)- berisi kapas, berbalut kain satin berwarna merah diruangan yang dapat menampung hingga lima belas orang. Ruangan tempat Khafa berada saat ini tidak terlalu padat, berisi delapan orang terhitung dirinya dan Tasyir yang masih setia berdisi disamping Khafa.

"Makanlah..." Khafa menyodorkan nampan lebar yang ia pesan untuk Taysir, yang sedari tadi hanya berdiri disisinya. Setengah hati Taysir menolak, meskipun perutnya sudah bergemuruh karena lapar, Taysir ingin menunjukkan bahwa ia benar-benar tidak akan merepotkan Khafa dan membuat Khafa membayar lebih banyak dari pada yang seharusnya. Melihat kekeras-kepalaan teman barunya itu, Khafa terkadang harus bersikap lebih keras dari biasanya. Ia bahkan harus menyelipkan kata 'ini perintahku' barulah Taysir bergerak sesuai dengan permintaannya.

"Hei Bocah," Panggil Khafa, ketika Taysir berhasil ia taklukkan- dan mau menerima makan siang bersamanya. "Aku tidak akan mengucapkan kata perintah terus- menerus. Jadi, jika aku menyuruhmu makan, mandi, beristirahat atau membeli apapun untuk dirimu sendiri, ingatlah itu adalah perintah dariku." Khafa menegak habis segelas surbah miliknya.

Surbah adalah sejenis minuman yang dimaniskan dengan gula dan diberi aroma dari sari mawar. Syurbah akan lebih nikmat jika dibuat dengan air dingin yang telah disimpan dalam kendi-kendi tanah liat di ruang-ruang bawah tanah. Sistem pendinginan seperti ini telah banyak digunakan oleh orang-orang Persia. Beberapa orang, bahkan menyimpan es-es dari musim dingin untuk diminum saat musim-musim panas- atau untuk dijual kepada rumah-rumah makan yang membutuhkan.

"...Kamu juga tidak harus bersikap sebagai budakku- karena aku telah membebaskan mu. Kamu orang merdeka, kedudukan kita adalah sama. Apapun yang aku berikan kepadamu, tidak akan mengurangkan sedikitpun hartaku- itu adalah sebuah pemberian dari seorang teman. Jadi, kita ini adalah Teman. Apakah kau memahaminya?"Khafa terus berceloteh disela-sela makannya, sesekali ia menatap Taysir yang terkadang balik menatap Khafa dengan mata yang berbinar-terharu.

Taysir kembali mengangguk, sebelum memasukkan sepotong daging kambing panggang kedalam mulutnya.

"Setelah ini, kita akan berkeliling untuk membeli perbekalan dan dengan segera kita akan menuju Humadan, sebagai titik kedua dalam perjalananku. Kamu yakin tidak ingin berubah fikiran?" Khafa kembali memastikan, sementara Taysir sudah menggeleng mantab untuk pertanyaan kedua Khafa.

Makanan dipiring sudah tandas ketika pengukur waktu menunjukkan lebih dari tengah hari. Malu-malu Taysir mendekati Khafa dan berbisik meminta izin untuk pergi sebentar karena suatu keperluan. Melihat gerak-gerik yang tidak biasa dari teman barunya itu, Khafa akhirnya memutuskan untuk mengikuti Taysir. Bocah kecil itu berjalan cepat, melewati jalan-jalan raya di saveh, hingga tiba disebuah bangunan dengan kubah berdiameter 30 kaki18 dengan tinggi mencapai 14 kaki hingga keujung puncaknya. Bangunan itu kental dengan gaya arsitektur Khorasani, yang merupakan gaya arsitektur Persia dengan sentuhan islami. Bagian kubah membentuk cekungan elips dengan ujung yang runcing. Temboknya, terbuat dari batu bata yang belum diplaster dengan tanah liat. Lubang-lubang angin dibagian atasnya membentuk geometri bersilang yang sangat indah. Meskipun sudah hampir rampung, masjid itu masih dalam tahap pembangunan dibanyak sisi.

"Tuan, mengapa anda disini?" Taysir yang tiba-tiba berada disisi Khafa membuatnya terlonjak kaget.

Butuh jeda cukup panjang sebelum akhirnya Khafa menjawab, "Apakah aku belum mengatakan bahwa aku seorang muslim juga?" Tanya Khafa balik bertanya, yang disambut dengan senyuman oleh Taysir.

"Ibuku, adalah muslim yang taat, tapi ia pergi terlalu cepat- bahkan sebelum mengajarkan kepadaku tentang tugas-tugas sebagai seorang muslim. Sementara, Bibi dan pamanku menganut Zoroaster, kau tahu? Agama nenek-moyang Persia terdahulu. Dibawah asuhan mereka aku justru lebih paham akan anjuran-anjuran Zoroastrianisme dibandingkan agamaku sendiri. Meskipun demikian, aku tidak ingin meninggalkan agama pemberian ibuku." Khafa mengakhiri cerita dengan hembusan Nafas yang terasa begitu melelahkan.

"Jika Tuan mau, saya akan membantu mengenalkan agama tuan,...." Tawar Taysir, yang membuat hati Khafa tiba-tiba terasa seringan kapas.

Sebagai bocah berumur 14 tahun, Taysir memiliki kedewasaan diatas rata-rata umurnya. Ia memiliki kepribadian tenang, dan berfikiran matang. Taysir tidak banyak bertanya mengenai kehidupan pribadi Khafa, tetapi ia terkadang bercerita tentang hal-hal yang ia ketahui disekitarnya, tanaman-tanaman obat, legenda, mitos bahkan sejarah dari tempat-tempat yang baru saja mereka lalui. Pernah suatu hari, tiba-tiba Taysir bercerita mengenai Danau Saveh, yang baru saja mereka lewati.

Danau Saveh merupakan danau garam yang terkurung diantara daratan didesa Qom, memiliki luas 150 mil dan kedalaman 4 kaki dari permukaan laut. Danau tersebut Terletak diantara kota Isfahan, Qom dan Semnan.

"Tuan tau, danau ini dulu pernah surut dalam satu malam." Ucap Taysir, yang membuat Khafa mengalihkan perhatiannya.

"Oh ya?" Selidik Khafa tertarik.

"Benar, Sebenarnya danau ini adalah sebuah laut kecil yang mengadung banyak garam. Sekitar dua ratus tahun lalu, orang-orang saveh menganggapnya sebagai danau suci, disekitar danau dipenuhi oleh patung-patung berhala dimana penduduk setempat akan berdoa dan memuja tuhan-tuhan mereka. Hingga suatu malam air danau itu tiba-tiba mengering. Kejadian itu, juga bertepatan ketika Api Pars19 di Kisra yang telah menyala selama ribuan tahun tiba-tiba padam dan tidak menyala kembali. Malam itu, Istana Sasanid juga gegap-gempita, tabuhan gendang perang berbunyi nyaring, batu-batu marmer dari dinding istana retak, bahkan balkon-balkon istana Khosrow runtuh. Pada malam itu juga, Raja Anoushirvan bahkan bermimpi melihat matahari dikegelapan malam terbit menerangi Hijaz...."

"Aku mengetahuinya," Khafa memotong ucapan Taysir dan ikut menambahkan cerita pada bagian yang telah ia dengar sebelumnya. "...bukankah mimpi itu berarti akan hadirnya seorang raja baru yang memiliki kekuatan sangat besar, dan cahayanya akan menerangi seluruh Hijaz?" Khafa nampak tertarik dan hanyut dalam cerita Taysir.

"Benar Tuan, tapi tidak hanya Hijaz, cahaya pemberian Tuhan itu, bahkan menerangi seluruh dunia, dan menggugurkan agama-agama nenek moyang kaum pagan, layaknya daun yang layu, lalu mati begitu saja. Malam itu, adalah malam kelahiran baginda besar-Nabi terakhir umat muslim. Rasulullah alaihi wasallam." Taysir menutup ceritanya dengan mata berbinar takjub, seolah-olah ia melihat sendiri setiap detail kejadian yang menggemparkan kota ini dua ratus tahun silam.

Cerita kelahiran Nabi Muhammad SAW memang tersebar luas didaerah Persia, namun ia justru baru mengetahui bahwa bukan hanya Hijaz, yang gegap-gempita akan kehadiran sang nabi, bahkan kota Saveh pun memiliki cerita tersendiri menyambut kedatangan sang baginda, tentang danaunya ini..

Selepas dari cerita-cerita tersebut, Taysir lebih sering larut dalam fikirannya sendiri yang begitu dalam. Sebagai kawan perjalanan, pemandu jalan dan bahkan guru spiritual baru Khafa- Taysir berperan banyak dalam perjalanan Khafa.

Taysir, akan selalu memikirkan perjalanan panjang ini, dua tiga langkah dibandingkan Khafa. Jika Khafa baru bertanya untuk tempat peristirahatan, Taysir akan menunjukkan daerah dekat dengan sumber air yang teduh. Jika Khafa baru turun dari Sabaha- kuda tunggangannya, Taysir sudah mulai menuntun atau mengikat tali kekang Sabaha ke patok atau pohon terdekat. Jika Khafa baru akan memasak, Taysir dengan sigap mencari kayu dan membuat api unggun. Keberadaan Taysir benar-benar mempermudah perjalanan Khafa. Dengan cepat, mereka menjadi akrab dan seolah-olah sudah saling mengenal untuk waktu yang lama.

Bocah kecil itu, hanya mengambil sedikit sekali jeda waktu disiang hari untuk ia beribadah. Tetapi, Khafa pernah melihat Taysir beribadah sepanjang malam hingga waktu subuh. Khafa begitu terpesona dengan sosok Taysir yang bisa khusuk dalam ibadahnya, sementara ia sendiri layaknya api yang masih terus bergulat dengan dirinya untuk melogikakan setiap perintah keagamaan, atau terlalu larut dengan urusan duniawi- terlebih yang bersangkutan dengan kematian sang ibu.

16 Sikbaj adalah hidangan daging yang dimasak dengan saus asam manis, biasanya menggunakan cuka dan madu, atau molase kurma.

17 Faludzaj adalah sejenis manisan

18 1 kaki setara dengan 0,3 meter saat ini.

19Api Pars adalah api sesembahan kaum mahjusi yang terletak di Istana Kisra.


HudanWhere stories live. Discover now