xiii : yang terbalas

1.9K 314 63
                                    

arsen merasa dirinya luar biasa bodoh. setelah habis waktu ngobrol dan meringis lihat luka-luka di wajah dan tangan antariksa buat arsen gak bisa berpikir jernih; bawa antariksa naik di jok belakang vespa matic-nya dan dengan kepala kosong bawa riksa ke tempat yang gak seharusnya.

"oke? rumah lo?"

secara imajiner, arsen membenturkan kepala ke tembok terdekat. bukan begini maksudnya, harusnya arsen tanya dimana rumah lelaki itu tapi mulutnya terlalu kaku atau bahkan sengaja gak bertanya.

"gue— gue gak tau rumah lo."

antariksa di belakang menyembul lucu di sela bahu, kelihatan lewat spion. "lo bisa tanya selama perjalanan?"

"gue nanti— bukan, lo—"

antariksa ketawa, arsen lihat itu dari kaca spion. luar biasa kaget waktu tawa lelaki itu selesai dan sepasang mata bulat tatap balik dirinya lewat media yang sama. "rumah lo ada es batu atau air hangat atau kotak pertolongan pertama? kalo gak ada anter gue ke apotik aja."

"gak ada."

"oke, yuk apotik?"

"ada."

"? lo gimana sih."

"lo masuk ke rumah gue dulu, tunggu di ruang tamu, gue ke apotik sebentar."

baik arsen dan antariksa sama-sama kaget, satu sisi tepuk mulut secara imajiner sisi lainnya justru ketawa tipis sambil beralih turun dari motor. "oke, tapi gak sopan kalo masuk duluan. gue tunggu disini aja."

"di teras?"

"di depan pagar rumah lo."

"antariksa,"

"gue pulang sendiri kalo gitu."

"oke, oke. tunggu sebentar."

tepukan pelan dua kali di helmnya dan cengiran menang antariksa jadi hadiah buat arsen sore itu, "anak pinter. jangan lama ya."

arsen gak jawab, justru tancap gas; dirinya terlalu malu. tinggal antariksa di depan pagar rumah yang menjulang dengan memar wajah dan luka di bagian-bagian tubuh lain buat arsen kalang kabut; kalau dirinya terlalu lama gimana? kalau riksa pingsan? atau pulang tanpa sepengetahuannya?

maka dari itu dengan kecepatan lumayan, arsen belah lalu lintas. menyempit cekatan dan sampai di apotik selama sepuluh menit, setelahnya pulang lagi dengan strategi berkendara yang sama.

luar biasa hela napas lega begitu tau lelaki favoritnya masih duduk disana; di depan pagar rumahnya sambil main pasir. ya, bakal jadi lebih gemas kalau tanpa memar dan darah bekas sobek kulit, tapi sejauh ini cukup buat dada arsen berantakan.

"sa," lemparan beberapa kunci yang dijadikan satu ditangkap cekatan, gerak reflek antariksa selalu buat kagum. "buka pagarnya, sekalian pintu depan."

"tapi tangan gue sakit."

oh sial, jangan merengek. tatapan sialan itu buat arsen dorong turun standar samping, disitu antariksa ketawa sambil bangun dan buka gembok pagar; tatap arsen mengejek dan luar biasa menyebalkan.

"berhenti ketawa, tutup lagi pagarnya."

"pipi lo merah."

"marah."

"malu kali?"

"ngaco."

"ngaku coba?"

selepas turun dari motor dan jinjing tas kertas dari apotik, arsen tatap antariksa yang selesai tutup pagar dan lipat tangan di dada, tatapannya pongah. "dapet apa kalo ngaku?"

serendipity › tk.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang