viii : buruk

3.4K 586 16
                                    

kuarter pertama, dengan arsen sebagai pemegang bola oranye di awal lambungan. heboh parah, mulai dari teriakan cewek sampai riuhnya suporter dari dua belah pihak.

dribble beberapa detik dan chest pass ke arah bima—selain ahli ngomong, cowok sunda itu jago selip sana-sini dalam hal kecoh lawan karna badannya mungil, gak heran bima jadi point guard.

bima yang mulai lari sambil bawa bola ke arah ring buat saka—center, renaldi—small forward, juga sandi—power forward, ikut jaga di daerah lawan. karna mereka tinggi, strategi yang cocok buat langsung shoot.

"bima! ke kapten!"

arsen di belakang bima halangi lawan yang berusaha ambil bola, sedetik kemudian bima overhead pass ke arah renaldi, langsung shoot ke ring lawan—gagal, tim lawan agak susah kali ini.

bola ada di lawan, muka sangar dengan nama baekho di punggungnya punya bola dan dribbling ke arah ring tim arsen.

tim lawan overhead pass, arsen sebagai shooting guard yang ada di belakang target lemparan lawan lompat dan rebut bolanya, dari sisi sayap daerah lawan arsen overhead pass ke arah saka, yang mana langsung shoot ke ring.

berhasil, skor pertama. sejenak, arsen lupa tentang apa yang kurang dari hari ini dan fokus sama turnamennya.

















gak mandi, modal deodoran sama parfum. outfit cuma kaos gambar hati iron man ditumpuk  jaket denim sepaket sama ripped jeans hitam dan sepasang converse putih.

gak sia-sia gedor kamar juna, agak gak enak karna lihat mata kakaknya yang ngantuk banget, tapi mau gimana lagi, riksa gak tau gedung olahraga dan gak biasa pake ojek online.

dengan segala macet, panas, helm yang kebesaran, lupa tiket berakhir bolak-balik, hampir satu jam kemudian riksa sampai di tempat turnamen.

"lo mau nonton siapa, sih?"

"temen, bang." kata riksa, sambil lepas helm hitam punya juna, sedangkan juna pakai punya ogi—masih ngambek.

"tumben lo gak mageran?"

riksa kasih helmnya ke juna, "gue lebih kaget sama gue yang rela kesini."

juna beresin rambut adiknya yang lepek dan agak berantakan, riksa total jadi anak manis kalau itu tentang kakak ke-duanya.

"awas lo balik bawa pacar, bang ogi marahnya kaya setan."

riksa manyun, "biarin. tadi gue marah juga dia gak peduli, gantian dong."

juna ketawa, gemas sekali lihat manyun si bontot. langsung dicapit dan digoyangin pelan, "mau ketemu pacar tuh, manyun mulu."

riksa diam, karna kuras tenaga buat coba ngomong sama dengan bodoh. juna tatap adiknya, "sampe jam berapa? malem?"

"iya di tiketnya."

"mau dijemput?"

riksa ketawa, "emang gue bayi apa."

"tau yang mau balik sama pacar?"

"ngeselin lo kaya bang ogi."

juna ketawa, "gue balik ya, pulang harus sama temen, paling bagus dianterin? jangan pake ojol ngeri lo disalahgunakan."

sedetik sebelum riksa luapin kata-kata kotor, juna langsung starter mesin dan gas pelan-pelan. "dadah, bocah."

riksa geleng kepala, kakak-kakaknya gak ada yang betul. sedetik setelah santai karna obrolan ringan juna, riksa balik panik; karna—ya tuhan, dia gak tau pintu masuk gedung olahraga dimana.
















tim arsen ketinggal jauh dari lawan di kuarter dua, renaldi sebagai kapten agak panik—tapi harus tenang. di waktu rehat dua puluh menit lalu, di sisi lapangan kanan, tim-nya kacau.

renaldi diam, bima yang biasa berisik cuma lurusin kaki sambil tatap sisi sebrang yang ditempati lawan, saka—anak tim yang jarang latihan cuma diam, apalagi sandi yang cuma atur napas di sudut agak jauh dari anak tim.

"bisa, lur. tenang. tipis," kata bima, akhirnya.

sandi ketawa garing, "beda sepuluh mana ada tipis, bocah."

"yaudah, usaha?"

saka geleng kepala, "gila. lo tau, secepet apa pun elo, bakal kena banting sama lawan. badan mereka segede gaban woi?"

"lo jangan makin bikin runyam," kata bima.

"runyam gimana, itu pendapat gue."

"ini turnamen, pendapat lo gak bakal dipake. optimis sama usaha, gak usah pake otak."

"bim, lo masih gila menang?"

bima diam, anak lain cuma tonton. sebagai kapten, renaldi harus turun tangan ngomong, "ini tim, oke? gak boleh pecah. gini, pake opini saka buat acuan, dan optimisnya bima buat makin semangat. ngerti?"

semuanya diam, arsen apalagi. semua basah keringat, tapi tatapannya ke arah athea—cewek itu masih sendirian.

"gue saranin, kalian sebisa mungkin shoot jarak jauh kalo deket ring aja masih bisa kena senggol. gak menang gak papa, seenggaknya kita semua tim, udah usaha bareng-bareng, itu udah cukup."

renaldi tatap semua wajah timnya, setelah pemberitahuan istirahat selesai, renaldi berdiri duluan—bantu berdiri anggota timnya satu-satu.

"bisa. yakin bisa."

walaupun renaldi sendiri belum yakin.












dua puluh menit terakhir, skor sedikit lagi tim arsen bisa menang dan bawa pulang piala besar di sisi lapangan.

renaldi, saka, bima mencar di beberapa titik di daerah lawan. arsen di belakang sandi yang terima operan bolanya.

sengit, kejar waktu juga kejar poin. karna kepungan yang rapat, sandi overhead pass ke arah bima, arsen masih lumayan jauh di belakangnya.

lihat bima di dekat ring, arsen lari ke sisi lawan—karna yang dilihat bukan bola di tangan bima lagi, tapi beberapa orang badan besar di belakang bima yang ancang-ancang buat lelaki sunda itu jatuh dan cidera pastinya.

"BIMA."

lompatan tinggi juga tabrakan bahu arsen buat lawan jatuh, juga arsen sendiri. jatuh dengan posisi tangan kanan yang duluan sentuh lantai buat arsen meringis selagi bima berhasil cetak poin.

bima juga seluruh tim yang panik langsung dekati arsen sekaligus tim kesehatan yang juga bawa alat buat angkut arsen dan beberapa pertolongan pertama.

di sela ringisannya sore itu, arsen dengar suara cempreng athea yang panggil namanya dan lihat lelaki sepatu putih juga kaos hati ironman di tengah koridor masuk ke tempat turnamennya.

berdiri diam, di satu arah lurus sama badannya yang mulai diangkut petugas kesehatan.

arsen gak tau siapa, tapi arsen mau itu lelaki yang dia tunggu; yang dia teror pakai susu pisang kemarin malam.

















+ cast  .

yugyeom kim,
as sakala yugyeom.




















---

trims yang sudah dan masih baca! ♡

serendipity › tk.Where stories live. Discover now