ix : perkara susu

2.2K 428 14
                                    

"gimana?"

"gimana apa?"

"arsen,"

"gue daritadi disini sama lo kenapa tanya gue, antariksa."

sebenarnya itu retorik. antariksa cuma panik, tapi bodoh. tapi gak paham harus gimana. keadaan terakhir yang dia lihat sebelum athea tarik dia ke mobil buat ikut ke rumah sakit adalah, arsen yang meringis tahan sakit, keringat muncul dimana mana. siapa gak panik.

dua puluh menit berlalu, dan sekarang athea, riksa, sama anak tim cuma duduk di kursi tunggu. rautnya cemas, apalagi bima—tegang banget. pelatih lagi urus administrasi di lobi, kacau juga sama.

"bukan salah lo bim, santai aja." kata saka, sambil senggol bahu teman satu timnya.

tapi bima gak lagi di mode berisik. dari awal bawa arsen ke mobil sampai masuk ruangan bima diam terus. rautnya pasrah, lemas, tegang, campur jadi satu. "gak tau ka, gue ngerasa gak enak banget. kalo gue gak ambis buat menang arsen gak bakal gini, kan." katanya.

"bim, lo udah kerja bagus buat bawa pulang menang buat tim. arsen juga udah kerja bagus buat jaga temen satu timnya di lapangan. gak ada yang salah." kata renaldi.

"duh, lur, gue tuh—"

"lo diem lah, bangsat. lo gak salah ya gak salah. emang lawan lo aja sampah. mulut lo tutup sekarang atau gue pukul."

hening banget kelar athea ngomong. riksa sampai kaget, athea ternyata pedas juga. gak main-main ya bekingan arsen kaya athea modelnya.

gak berapa lama, dokter yang urus arsen keluar. semua langsung berdiri, renaldi paling awal tanya soal anak timnya, dokter senyum. "untung gak sampe patah, cuma geser aja. udah gapapa, silakan dijenguk temennya."

"makasih, dok."

athea yang pertama masuk.

ya, siapa yang mau sela perempuan kaya athea. gak berani.














"sumpah, lo gak ngotak."

udah jelas, pasti ruangan isinya athea ngomel.

"apa sih lo sewot. sakit nih,"

athea angkat tangan buat pukul gips arsen, anaknya takut jadi panik. satu ruangan panik, takut tulangnya geser kemana-mana. tapi bohongan. "kalo goblok lagi beneran gue pukul tangan lo."

arsen ketawa. disela itu, matanya lirik antariksa di sudut dekat nakas.

saling lihat, beberapa detik kemudian arsen putus kontaknya.

"hiatus dah lo enak bener gak rodi." kata arsandi, anaknya kocak banget hari ini soalnya bima diam terus. jadi agak mencolok dia.

arsen ketawa pelan, terus lihat bima yang keliatan mau ngomong tapi bingung. kakinya yang masih pakai sepatu basket tendang paha bima, anaknya langsung panik.

"kenapa lo tumben gak bacot."

bima garuk pipinya, "maaf ya, sen."

"udah bikin tulang gue geser?"

bima meringis, "udah ada perjanjian sama athea gak boleh bacot, ntar dipukul mulut gue."

satu ruangan ketawa, arsen sama riksa cuma tanda tanya aja.

"lo semua gak balik? pelatih mana?"

"tadi chat gue katanya harus ngurus sesuatu kelar di administrasi. titip salam cepet sembuh buat lo juga sori banget gak bisa nampang muka."

arsen angguk-angguk, "lo semua juga balik deh mandi sana. ruangan gue bau lo orang gak enak banget."

"dikhawatirin dikit jadi brengsek lo ya."

"udah lah sana, brisik lo."

"yaudah, sehat sehat ya. ntar anak anak sering sering kesini balik sekolah kalo gak ada latihan." kata renaldi.

"iya lah harus. apalagi lo bim,"

bima panik.

"kalo gak bawa makanan gak gue kasih pintu."

"duh iya, siap, sen. :("

"athea, .... temen athea, balik duluan ya. makasih udah bantu." kata renaldi, dia gak tau antariksa.

"halah, bantu ngomel doang dia."

"nyinyir banget mulut lo, sandi."

sebelum ricuh berantem, renaldi langsung tarik anak-anaknya buat keluar. di ruangan sisa antariksa, athea, sama tuan ruangan.

"sen, gue bareng dia nih." kata athea, sambil tarik riksa lebih dekat ke arah ranjang arsen.

"di tribun gak ada."

duh, riksa nano-nano banget rasanya.

"sori ya, gue kurang tau kota ini. banyak kendala." kata riksa.

arsen angguk aja. "thea,"

"mau nyuruh kan lo?"

nyengir anaknya. "tolong kasih tau orang rumah dong, bawain baju sama makanan juga."

athea angguk, ponselnya getar, diliat ada pesan baru. "aduh, sen, gue ada acara sama nyokap bokap nih, harus balik. gue kabarin orang rumah lo lewat line aja ya." katanya, tapi fokus matanya ke layar.

"hadeh. yaudah gak usah deh, gue aja sendiri."

"bisa?"

"bawel."

athea diam sebentar, emosi sedikit. liat riksa di sebelah hening doang. "lo balik juga gak sama gue?"

"gue minta jemput abang gue aja gapapa."

athea angguk dua kali. "yaudah, gak usah tunggu di luar, sini aja adem. sori banget ya gue duluan, sa. coba ngobrol aja sama arsen, kalo lo bisa paham bahasanya dia asik banget kok, gak se-asin biasanya."

"lo promosiin gue banget kenapa sih, the."

"udah ya, gue balik. udah ditelponin mulu. dadah, riksa!"

"loh gue enggak?!"

jari tengah athea yang respon.

antariksa ketawa. arsen noleh, tapi riksa gak sadar. ketawanya panjang, beberapa detik kemudian riksa noleh.

panik. langsung hilang cengirannya. "apa." katanya, galak.

"tuh kan. pencitraan doang lo di depan orang-orang."

riksa duduk di kursi sebelah ranjang, "lo pikir bergaul gampang? diem aja lah mending."

hening. antariksa main ponsel, hubungi abangnya buat jemput. arsen diam juga, kadang matanya lirik riksa diam-diam.

waduh, mendadak jadi kanebo kering lagi. gimana mau ngobrol jauh.

"riksa,"

"ya?"

hening doang. riksa sampai alih atensi dari layar ke arsen yang justru bingung keliatannya.

"kenapa deh? gak usah kebanyakan mikir kalo ngom—"

"susu pisangnya udah lo minum?"

ya, telak.

justru antariksa yang mendadak jadi kanebo kering sekarang.





















---

hai. :D

serendipity › tk.Where stories live. Discover now