"Nitip gak? Gue buang dulu," Heejin berdiri dengan tangannya yang penuh dengan cup mi instannya dan dua kaleng kosong miliknya juga milik Hyunjin

Baru beberapa langkah, belum juga sampai di tempat sampah biru itu, langkah Heejin terhenti bersamaan dengan tubuhnya yang berubah kaku dengan keringat dingin menetes diujung pelipisnya.

Dia kembali lagi.

"Hai, Heejin, apa kabar? Lama tidak bertemu,"

Senyuman itu, senyuman yang dulu menjadi candu Heejin tetapi menjadi penghacur bagi kehidupan Heejin. Mengapa sekarang harus kembali hadir?

"Pergi," desis gadis itu tanpa menatap lelaki didepannya yang mulai melangkah mendekat.

Tangan lelaki itu terulur meraih rahang Heejin menariknya hingga mata cantik itu bertemu dengan mata teduh miliknya.

"Apakah kau tidak merindukanku?"

"Pergi, aku tidak mau bertemu denganmu lagi," desis Heejin.

Bukannya pergi tetapi lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya, sesenti saja lelaki itu memajukan wajahnya bisa dipastikan hidung mereka bertemu. Aroma mint yang keluar dari mulut lelaki itu membuat Heejin memejamkan matanya.

Tidak. Kumohon, Hyunjin.

"Heejin?"

"Heejin."

"Jeon Heejin!"

Heejin sontak membuka matanya tetapi dirinya sudah tidak menemukan lelaki itu di hadapannya. Kemana perginya lelaki itu?

"Heejin, lo gak papa?" tangan Hyunjin menyentuh pundaknya membuat gadis itu menggeleng cepat dan segera melangkah menuju tempat sampah untuk membuang kaleng dan cup nya.

"Lo liat dia lagi?"

Pertanyaan yang keluar dari mulut Hyunjin sesaat setelah Heejin kembali duduk di depannya membuat gadis itu mengangguk kaku dengan tangannya yang meremat pelan tangannya yang lain.

Hyunjin meraih tangan Heejin menggenggamnya, menyalurkan ketenangan disana.

"Gak usah takut, gue disini. Ayo balik, gue anter."

"Thanks Hyunjin," ucap Heejin dengan lirih.

Tanpa mereka sadari, seorang lelaki yang sempat menemui Heejin tadi mengamati dari kejauhan. Wajah lelaki itu menahan amarah hingga mengepalkan tangannya sampai buku-buku jarinya memutih.

"Kamu gak akan bisa lepas dariku, HeeJin," ucap lelaki itu sebelum menghilang menyisakan cahaya putih yang kian lama memudar.





Mask •




"Hati-hati lo pulangnya," pesan Heejin.

"Siap, gue duluan."

Hyunjin melajukan motornya membelah jalanan Jakarta. Pria itu fokus dengan jalanan di depannya tanpa menyadari ada seseorang yang mengikutinya dari belakang.

Seseorang itu semakin mendekat kearah Hyunjin, menyalipnya dari sisi kanan dan entah kenapa motor yang Hyunjin kendarai tiba-tiba saja seperti terdorong ke sisi kiri. Hingga...

Bruk.

Lelaki itu terjatuh di trotoar. Dengan kaki kirinya yang tertimpa motor.




• Mask •





"Lo kenapa bang?" tanya Renjun.

Lelaki itu baru saja turun dari kamarnya dan melihat Hyunjin berjalan masuk rumah dengan sedikit tertatih.

"Jatuh," sahut Hyunjin merebahkan tubuhnya di sofa.

"Idih, kayak bocah lo bang. Naik motor kok ya jatuh. Umur berapa lo?" sindir Renjun.

"Jangan banyak bacot deh."

Renjun melangkah masuk ke dalam dapur dan kembali dengan membawa kompresan dan juga P3K.

"Lo mau ngapain?" tanya Hyunjin saat kakinya ditarik paksa oleh Renjun.

"Mau gue potong."

"Jangan bercanda."

"Diobatin mau gak? Cerewet lo," ujar Renjun dengan nada pedasnya.

Renjun mulai mengompres kaki Hyunjin dan juga membersihkannya agar tak infeksi. Setelahnya lelaki itu mengoleskan salep pereda nyeri.

"Thanks," ujar Hyunjin setelah menurunkan kakinya.

"Bang, maksud lo nyuruh gue dulu buat lindungi Zahra itu kenapa?" tanya Renjun.

Hyunjin yang memejamkan matanya sejenak melemparkan pandangan ke arah Renjun. Lalu lelaki itu tersenyum.

"Lo tau kan kalau gue anak psikolog," Renjun mengangguk mengiyakan.

"Gue ngerasa ada orang yang nantinya bakal jadi boomerang di persahabatan kalian," lanjut Hyunjin.

Renjun mendengar penuturan itu, mengerutkan keningnya. Boomerang? Siapa?

"Gue gak bisa sebutin itu siapa, karena gue juga belum yakin pasti dia bakal nyelakain Zahra," jelas Hyunjin lagi.

"Lo jagain dia, lo tau kan keluarga Zahra kayak gimana?"

"Gue tau, Zahra sering cerita ke Jeno dan gue gak sengaja denger. Papa dia selalu maksa Zahra buat nurutin kemauannya, selalu bandingin Zahra sama Bang Dery. Bahkan mamanya aja gak pernah bela dia. Emosi Zahra suka gak stabil kalau di rumah, gue ngerasa itu tadi waktu gue ke rumah Zahra," tutur Renjun yang membuat Hyunjin tersenyum kearah adiknya dan mengusap pelan bahu adiknya itu.

"Injun kecil udah dewasa ya?"

"Maksud lo apaan bang!?"

Pukulan telak di bahu Hyunjin, membuatnya tertawa kecil walau sedikit mengaduh karena pukulan adiknya itu sangat keras dan sakit.

"Udah lama lo gak cerita banyak ke gue. Perlu lo tahu, gue gak pernah suka sama Zahra, gue bener-bener anggap dia seorang adik yang harus gue lindungi sama kayak lo."

Renjun mengangguk pelan dengan matanya yang fokus ke lantai.

"Lo tahu kan kalau gue udah ada Heejin?" pertanyaan Hyunjin membuat Renjun sejenak melemparkan pandangannya.

"Lo udah pacaran sama dia? Apa lo masih jadiin di cuma teman?" Hyunjin mencoba mengalihkan tatapannya dari Renjun seolah-olah tidak mendengar pertanyaan lelaki itu.

"Ish, lo kalau mau jadi fuckboy jangan ke Heejin deh. Kasihan dia lo kasih harapan tapi gak lo tembak."

"Siapa juga yang mau jadi fuckboy. I'm a good boy, bro."

"Jangan bilang lo lupa, dulu lo sempet gebet Yeji dan Ryujin dalam satu waktu dan lo masih kasih harapan ke Heejin. Cih, dasar."

"Adik gak ada akhlak, jangan buka kartu napa!" teriak Hyunjin saat Renjun sudah lari masuk kamarnya.

"Adik gak ada akhlak, jangan buka kartu napa!" teriak Hyunjin saat Renjun sudah lari masuk kamarnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Mask | Jeno ✔️Where stories live. Discover now