[55] Memory

830 94 36
                                    

"Sakit woi!" pekik Mark.

Sudah dua Minggu mereka selalu menyempatkan waktu untuk mengunjungi Zahra. Untungnya dari hari ke hari kondisi Zahra selalu mengalami perkembangan.

Mereka sangat bersyukur karena kedatangan Jeno membuat mereka terbantu saat mereka harus memberikan bisikan-bisikan penyemangat bagi Zahra.

Karena setiap Jeno mendapatkan bagian untuk mengajak bicara Zahra, gadis itu selalu memberikan respon. Entah jemarinya yang bergerak samar atau air mata yang tiba-tiba mengalir.

Padahal respon reflek tersebut tidak bisa terjadi ke semua pasien yang sedang mengalami koma.

"Lo sih pake acara tawuran segala," omel Jaemin.

Setelah menghampiri Gavin tempo hari, Mark datang ke rumah sakit dengan kondisi wajah yang babak belur. Seusai menyelesaikan urusannya dengan Sungchan, Mark masuk ke dalam kamar rawat Zahra dan saat itu juga teman-temannya sangat terkejut dengan kondisi Mark.

Mereka belum pernah melihat Mark dalam kondisi seperti itu. Setahu mereka, Mark tidak memiliki musuh. Namun, setelah laki-laki itu menjelaskan kronologinya, dia langsung mendapatkan omelan.

Mereka meminta Mark untuk segera diobati namun lelaki itu menolak. Dia beralasan bahwa luka yang dialaminya hanya luka kecil.

Untung saja saat itu Jaehyun memaksa Mark untuk diperiksa. Berkat itu Mark tahu bahwa terjadi trauma di perut dan dadanya akibat tendangan keras dan pukulan keras dari Gavin. Luka Mark juga langsung diobati sehingga tidak terjadi infeksi.

Dokter meminta agar Mark dirawat inap namun dia menolak, dengan berdalih bahwa dia adalah lelaki yang kuat dan tidak perlu di rawat inap. Padahal saat diobati dengan obat merah dan kapas, dia langsung berteriak seperti ibu-ibu yang akan melahirkan, seperti sekarang ini.

"Kapan sembuhnya sih, sakit nih disiksa mulu sama lo," celoteh Mark.

Jaemin sedang memberi obat merah di sudut bibir Mark, awalnya laki-laki itu sangat hati-hati mengobatinya namun setelah mendengar kalimat dari Mark, laki-laki itu menekan dengan keras tepat di luka memar Mark.

"Sakit!" bentak Mark.

"Chan, obatin nih. Cerewet banget dia,” ujar Jaemin seraya melemparkan kotak P3K ke arah Haechan yang sedang duduk di sofa.

Haechan berdiri mendekat ke arah Mark. "Sini sayangku biar Echan obatin. Echan kalau ngobatin tuh lembut, jadi gak usah khawatir."

"Gue masih normal ya! Udah gak usah obat-obatan. Nyiksa gue semua ya lo pada."

Mark berdiri menjauh dengan tatapan bergidik ke arah Haechan.

Pintu terbuka disusul Hendery dan sepasang suami-istri masuk ke dalam ruangan berisik ini.

Davino dan Karina segera menghampiri tempat tidur anaknya. Tatapan mereka sayu saat melihat anak gadisnya yang sudah dua Minggu tidak kunjung sadar dari koma.

"Aku dan yang lainnya keluar dulu," izin Hendery.

"Permisi, Om," ucap Jaemin.

Satu persatu dari mereka meninggalkan ruangan ini. Menyisakan sepasang orang tua dan sang anak yang terbujur lemah.

"Papa minta maaf," lirih pria itu.

Karina, Mama Zahra, menatap sejenak suaminya. Dia paham betul perasaan pria itu. Mereka sama-sama terpukul dan berharap agar anak bungsunya segera siuman. Walau kadang harapan seringkali tertutup rasa takut.

Ada ketakutan jikalau Zahra tidak terselamatkan, karena yang mereka ketahui dari dokter, Zahra hanya memiliki kesempatan 1% untuk bisa selamat dari komanya.

Mask | Jeno ✔️Where stories live. Discover now