7

339 12 0
                                    

Hari ini harusnya hari terbesar, yaitu pentas seni di sekolahku. Namun sejak kejadian bertemu dengan kak Harry semuanya menjadi biasa-biasa saja.

Patricia begitu bersemangat untuk melihat kak Hasan tampil. Gerry yang sibuk menjadi sie. Acara. Rio, Anggun, Ricko, dan Nabila sama semangatnya. Aku berharap aku bisa bersemangat seperti mereka hari ini.

Tumpukkan formulir-formulir para pengisi acara sudah tertata rapih di mejaku. Seharusnya mereka sudah lengkap pagi ini, pukul 9 pendaftaran ulang untuk mengisi acara.

"Maaf, apa kami sudah terlambat?" Empat laki-laki sudah berada di depan mejaku—meja kerjaku hari ini.

"Kau dapat nomer urut berapa saat mendaftar kemarin?" Aku menghadap keempat laki-laki tersebut. Aku memperhatikan semua muka laki-laki itu, dan mencari data yang fotonya mungkin mirip mereka. "ALI?!"

Bodoh, aku berteriak terlalu kencang. Refleks yang sangat bodoh karena melihat laki-laki tampan. Semua pengisi acara yang sudah hadir di ruangan menatapku heran.

"Iya? Aku hampir lupa kau adalah siswi di sekolah ini. Dan ternyata kau juga yang mengurus pentas seni ini."

"Tidak, aku hanya mengurus di bagian pengisi acara. Ini formulirmu dan band mu." Aku menyerahkan data itu pada Ali. "Kau bisa lengkapi data yang belum kalian lengkap kemarin, lalu kalian bisa kembalikan lagi untuk mendaftar ulang."

"Terimakasih," kata mereka serentak. "Ini Fauzi di bagian drum, Galuh di bagian bass, dan David di bagian gitar." Ali memperkenalkan satu-satu teman-temannya itu.

"Iya, salam kenal aku Riana teman bimbingan bahasa Inggrisnya Ali." Aku tersenyum pada mereka, ya pekerjaanku hari ini memang banyak tersenyum kepada para pengisi acara.

"Iya, kami tau kau pacar baru Ali."

Mataku membulat ketika yang bernama Fauzi berkata seperti itu.

"Kenapa kau kaget? Bukannya seperti itu?" Fauzi menambahkan lagi.

"Bu-bu-bu.."

"Ah sudah, kita lengkapi dulu formulirnya. Maaf mengganggumu ya, Ri. Bye!" Ali memberhentikan kecanggungan yang baru saja terjadi.

Ali memperkenalkanku kepada teman-temannya? Sebagai pacarnya?

"Selamat pagi, Putri kecilku."

Aku tau siapa yang sering berkata semanis ini. "Mau apa kau?"

"Jangan bersikap seperti itu, beberapa hari yang lalu kau baru saja menghindar. Dan sekarang kau bersikap seperti itu. Kau merindukanku ya?" Kak Harry menyelipkan anak rambutku ke belakang daun telinga kiriku.

"Kau!" Bulir-bulir airmataku sudah menggumpal di ujung pelipis. Aku berdiri dan mengambil ancang-ancang untuk pergi saat ini juga.

"Kau mau kemana? Aku kan harus mendaftarkan ulang band ku disini. Band ku salah satu pengisi acara pentas seni hari ini." Kak Harry menarik tanganku dan membuatku duduk kembali.

Aku memberikan lembaran formulir untuk mendaftar ulang. "Lengkap lagi data-datanya dan setelah selesai silahkan kembalikan datanya padaku."

Kak Harry mendekatkan wajahnya ke wajahku yang sedikit merunduk, ia tersenyum manis seperti biasanya. Aku tak bisa berbohong jika aku masih mencintai pemilik senyuman itu.

Setelah semuanya selesai mendaftar ulang, kemudian aku memberikan nomor urut untuk mereka tampil hari ini. Sambil memijit jari-jariku yang daritadi merapikan berkas-berkas pengisi acara. Aku mendengarkan satu persatu para pengisi acara mulai tampil dari ruangan pendaftaran ulang.

Rasanya ingin sekali aku melihat acara itu berjalan, tapi aku sudah terlalu muak dengan kak Harry akhir-akhir ini apa perlu aku juga melihatnya naik ke panggung?

Ali, aku ingin melihatnya bernyanyi. Aku tak menyangka laki-laki itu bisa bernyanyi. Dan menjadi vokalis band sekolahnya. How proud if someone being his girlfriend.

------------------------

KAHFI ALI FADHILLAH'S POV

Aku mengguncang-guncang badan Riana sedari tadi, tapi tak ada respon sama sekali dari perempuan mungil ini. "Riana, bangun. Riana!"

Riana tak menjawab. Ketika aku melihat wajahnya yang menghadap kebawah, wajahnya sangat pucat.

"Gerry! Kau yang bernama Gerry, kan? Bisa membantuku membawa temanmu Riana, em maksudku Putri, ini?"

Laki-laki itu berlari kecil menghampiriku. "Iya, ada apa? Kau siapa? Dan, AAAKKKK APA YANG TERJADI DENGAN PUTRI?!"

"Diam!" Aku menghela nafasku, sepertinya aku salah memanggil seorang lelaki dengan catatan sering berteriak seperti tadi. "Kau bisa membantuku untuk membopong tubuhnya? Badannya panas, dan terlihat sangat pucat jadi kau harus hati-hati. Aku ingin meminjam mobil temanku untuk membawanya ke RS terdekat."

"Tidak, tidak perlu ke RS. Antar saja dia pulang. Dia beberapa hari ini memang terlihat letih. Sudah cepat kau ambil mobil temanmu itu."

Aku mengangguk, dan ah dimana Fauzi. Kawanku itu bila keadaan seperti ini memang senangnya berkeliaran entah kemana. Semua sudut sekolah aku cari, aku baru ingat. Terakhir aku bertemu dia di belakang panggung.

"FAUZI! Aku pinjam mobilmu ya? Riana sepertinya pingsan diruang daftar ulang band di lobby tadi. Sebentar saja, ya." Aku memohon-mohon kepada sahabatku tersebut.

"Silahkan, kalo begitu aku ikut juga. Aku tau kau saat ini sangat khawatir dan tak mungkin kau mengemudi dengan normal." Fauzi, Galuh, dan David akhirnya ikut juga mengantar Riana yang masih tak sadarkan diri.

Fauzi yang akhirnya mengemudi, dan Gerry yang menjadi peta menuju ke arah rumah Riana. Kepala Riana ada di pangkuanku, kakinya dipijat oleh Galuh yang sepertinya ahli akan hal tersebut. Dibagian belakang ada David yang hanya menonton kami.

"Kau! Bantu aku memijat kakinya." Galuh mendengus karena ia iri melihat David yang berleha-leha di bagian belakang.

David menggeleng, "Tidak. Itukan memang keahlianmu, aku disini menjaga dari belakang agar kita tidak dikejar polisi."

"Alasan saja." Terlihat pijitan dari Galuh agak lebih kencang.

"Berhenti, berhenti, kau bisa melukai kakinya. Lebih baik kau istirahat memijat. Terimakasih Galuh." Aku berusaha membuat kedua temanku ini tak menambah kepanikanku saat ini. Bagaimana tidak, Riana belum kunjung sadar di perjalanan ke rumahnya yang lumayan lama.

Andai Dia TahuWhere stories live. Discover now