18

245 11 0
                                    

PUTRI ANDRIANA'S POV

Sudah 2 minggu aku tidak keluar rumah. Walaupun sudah masuk masa liburan, aku masih harus menunggu hasil ujian masuk perguruan tinggi negeri.

Semenjak hari itu pula, panggilan tak terjawab yang ada di ponselku semakin penuh dengan nama kak Harry. Bukan dia yang aku harapkan untuk menelfon. Kenapa bukan Ali yang menelfonku untuk menjelaskan bahwa ia akan pergi.

Lampu pijar yang sangat terang tiba-tiba menyala. Bukan, bukan, itu bukan lampu kamarku. Itu lampu ideku. Saat ini juga aku harus ke rumah Ali. Aku harus mengatakan semuanya. Tapi, apa yang harus aku lakukan.

Komputer yang sudah mulai berdebu karena sudah lama tak aku pakai menjadi jawabannya. Aku biasanya sering melihat beberapa perempuan yang menyatakan perasaannya. Aku sangat yakin kali ini.

Beberapa persiapan aku lakukan. Mempercantik diri, membuat rangkaian bunga dengan tanganku sendiri, dan tak lupa membuat kartu ucapan kecil yang bertuliskan; 'Aku jatuh cinta denganmu, Kahfi Ali Fadhillah' juga sudah siap.

Aku memakai sepatu berwarna merah kesukaanku, lalu membawa beberapa bingkisan kecil untuk Ali.

"Kau sangat cantik hari ini, kau mau kemana hari ini?"

Pagar rumah yang tadinya aku lihat tertutup rapat kali ini terbuka, dan disitu berdirilah Alfian. Selalu tidak di waktu yang tepat, kenapa bukan Ali saja yang mengunjungi.

"Kau tak perlu tahu, aku sangat sibuk hari ini. Jadi maaf aku harus meninggalkanmu sekarang." Aku melambaikan tanganku lalu berjalan hingga ke depan perumahanku. Sangat merepotkan bila motorku dipakai Papa hari ini, aku tidak bisa memakai motorku.

Sebuah mobil mengikutiku dari belakang, aku tidak peduli karena aku tahu itu mobil Alfian.

"Kau yakin mau berjalan kaki? Aku antarkan sampai ke depan perumahan, cepat naik!" Alfian berteriak sambil mengeluarkan kepalanya dari jendela mobilnya.

Menggeleng, terus menggeleng untuk memberi jawaban dari tawaran yang diberikan Alfian. Hampir 50 meter aku berjalan, sangat melelahkan tapi sungguh aku tidak butuh Alfian.

"Terserah kau saja, tapi hari ini Ali sudah harus pergi ke Jepang! Aku akan mengunjungi rumahnya sebelum ia berangkat!"

Jepang. Hari ini.

Hari ini.

Hari ini Ali akan pergi jauh.

Hari ini Ali akan pergi dan aku tak tahu kapan akan kembali.

Aku mempercepat langkahku sampai kakikku terkilir. Aku tidak bisa berdiri dengan sekejap. Mencoba berdiri semampuku, aku tak bisa.

"Ayok, lebih baik kau bersamaku. Kita bersama-sama pergi ke rumah Ali." Alfian mencoba menggendongku, tapi aku terus memberontak.

"Tidak! Aku hanya ingin Ali tahu. Bahwa aku jatuh cinta dengannya!!" Aku berteriak, airmataku sudah tidak terbendung lagi. Sedikit demi sedikit aku berdiri, lalu berjalan dengan tergesa-gesa dengan harapan aku masih bisa melihat Ali sebelum ia pergi.

Kakikku terasa semakin sakit, tapi aku tak tahu kenapa aku bisa dengan kuat terus berjalan dengan tergesa-gesa. "Bang!! Ojek!! Cepat ya jalannya, bang!!"

"Siap, neng." Motor sang abang ojek semakin kencang. Bodohnya aku, tidak membawa helm. Dan aku lupa meminjam helm dari abang ojek ini.

Semakin dekat dengan rumah Ali aku semakin merasa takut, aku takut jika terlambat. Aku takut, aku tidak bisa melihat Ali lagi.

Andai Dia TahuWhere stories live. Discover now