23

365 11 0
                                    

"Susah ya menyelesaikan puzzle itu?" Aku sedikit tertawa melihat Putri yang sedari tadi terlihat kesusahan menyelesaikan puzzle yang aku berikan.

"Hah, kau lihat saja. Puzzle yang kau berikan sangat kecil seperti ini, dan banyak sekali potongan-potongannya, huh." Sifat Putri masih sama, sering mengeluh kalau ia sedang kesusahan seperti ini. Padahal aku percaya ia bisa menyelesaikannya.

"Ngomong-ngomong saat ini aku merasa bukan berada di sebuah reunian universitas?"

Aku mulai takut ketika Putri mulai mencurigai keadaan ini. Ah, sudah ku bilang kalau aku tidak bisa romantis atau memanjakan perempuan seperti laki-laki yang sebagaimana mestinya. Sepertinya aku mulai keringat dingin.

"Li? Puzzle ini tidak salah, kan?" Tanpa aku sadari Putri sudah menyelesaikan puzzle-nya. Aku harus melakukan apa yang sudah aku rencanakan sekarang juga.

-----------------

PUTRI ANDRIANA'S POV

Detak jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya. Entah apa yang akan terjadi, padahal aku hanya akan pergi ke reuni universitasnya Patricia. Kenapa jantungku harus berdetak secepat ini?

Semakin dekat dengan restoran semakin cepat jantung ini berdetak. Aku dan Patricia turun dari mobil, kemudian masuk ke dalam restoran.

Kau harus tahu, restoran ini sangatlah indah. Restoran yang mempunyai banyak meja makan, dan ada lokasi outdoor yang tetap indah walau di malam hari seperti ini. Restorannya cantik, penuh dengan hiasan bunga, pita, balon, dan segala macam yang berwarna pink.

Aku rasa pemilik restoran ini seorang perempuan atau memang sengaja didesain karena sedang diadakan reuni. Entahlah, aku terus mengikuti kemana Patricia melangkah. Ia menuju meja makan yang berada di bagian outdoor restoran tersebut, dan aku hanya bisa mengikutinya saja.

Disitu ada sesosok laki-laki yang sedang sendirian, dan ia memegang sebuah kotak berukuran sedang ditangannya. Itu Alfian.

Aku sedikit mempercepat langkahku agar bisa bersebelahan dengan Patricia. "Untuk apa Alfian ada disini?" Aku bertanya kepada Patricia.

Patricia hanya tersenyum, lalu melanjutkan langkahnya hingga kami bertiga semua bertemu. Patricia menyuruhku duduk di kursi yang berhadapan dengan Alfian.

"Aku tinggal sebentar ya mencari Gerry." Patricia lalu meninggalkanku begitu saja sendirian bersama Alfian.

"Hah? Gerry? Untuk apa?" Aku berusaha menarik tangan Patricia namun langkahnya begitu cepat.

Sekitar 5 menit kami hanya terdiam. Aku tahu didalam hati Alfian pasti masih merasakan sakit hati karena keputusanku waktu itu.

"Put. Hari ini, hari terakhir aku mengganggu kehidupanmu. Hari ini pula aku ingin menebus semua kesalahanku pada 5 tahun belakangan ini. Aku ingin meminta maaf kepadamu dengan cara seperti ini, aku ingin kau bertemu dengan seseorang. Seseorang yang seharusnya sudah kau miliki 5 tahun lalu."

Tak sempat aku membalas perkataan Alfian tadi, kedua bola mataku menangkap sosok laki-laki yang dirindukan oleh penglihatanku selama 5tahun ini.

Itu, Ali.

Dia berjalan dengan gagahnya, seperti apa yang 5 tahun aku lihat dulu. Alfian memberikan kotak berukuran sedang yang sedari tadi ia pegang kepada Ali. Lalu mereka bersalaman dan berpelukan, kemudian Alfian pamit untuk pulang.

Ali menuju ke arah tempatku. Ia tersenyum. Senyuman yang dulu bisa membuatku terjerat. Senyuman yang dahulunya mengingatkanku dengan kak Harry, lalu menjadi senyuman yang selalu aku rindukan. Terlebih lagi, aku sempat kehilang pemilik senyuman itu.

Andai Dia TahuWhere stories live. Discover now