P R O L O G

616 89 12
                                    

Gelengan itu menjadi pukulan telak untuk ketiga orang yang ada diruangan tersebut, perlahan tapi pasti air mata mulai berjatuhan dengan suara raungan tak terima yang terdengar menyakitkan.

"Tidak Sakura, kau harus bangun. Jangan tinggalkan aku tsuma." Lelaki bersurai hitam itu menggoyang tubuh wanita yang kini terbaring lemah --tak bernyawa--, air mata yang tak pernah terlihat di maniknya kini mengalir dengan deras.

"Kumohon bangun tsuma, jangan tinggalkan kami."

Dua bersaudara berambut merah itu masih diam ditempat, mereka hanya memandang apa yang dilakukan pria uchiha dihadapan mereka.

Usaha yang selama ini mereka lakukan kini telah menjadi hal yang sia-sia, semuanya sia-sia saat melihat tubuh wanita bersurai merah muda itu terbujur kaku tanpa nyawa.

Bughh

"Semua ini karena dirimu." Hazel itu memancarkan kebencian yang mendalam, tangannya terkepal erat untuk menyalurkan emosinya.

"Jika kau tidak mengatakan itu maka semua ini tidak akan terjadi." Serunya, beberapa perawat yang menangani Sakura sudah keluar sedari tadi.

Pukulan demi pukulan terus menghujam Sasuke tanpa ada niatan untuk mengelak ataupun membalas, ia sadar pukulan yang ia terima tidak sebanding dengan apa yang sudah dirasakan istrinya selama ini.

"Aku akan menghabisimu."

Plak

Tamparan wanita bersurai merah itu menghentikan Sasori saat pria itu hendak memukul kembali. Tamparan yang cukup keras itu mampu membuat wajahnya berpaling hingga ia dapat melihat tubuh wanita musim seminya.

"Apa kau sudah gila, kau bisa membunuhnya."

Karin berteriak dengan nada penuh amarah, air mata masih mengalir dari maniknya.

"Dia sudah membunuh Sakura, dia sudah merenggut Sakura dari kita."

"Kau ingin semua pengorbanannya sia-sia." Semua orang tahu jelas pengorbanan apa yang sudah Sakura lakukan.

"Dia melakukannya untuk membuat bajingan ini tetap hidup dan kau ingin menghabisinya setelah apa yang diinginkannya tercapai ?"

Sasuke menunduk dalam mendengarnya. Karin benar,  jika bukan karena Sakura ia pasti hanya tinggal nama. Dunia ini seharusnya bukan lagi tempatnya berpijak.

"Aku tahu bajingan ini tak pantas dimaafkan." Tanganya menunjuk wajah Sasuke dengan penuh amarah, namun sedetik kemudian berubah sendu.

"Tapi apa dengan membunuhnya, Sakura akan kembali ?"

"Kau hanya akan menyakitinya Sasori, bukan ini yang Sakura inginkan." Lelaki bersurai merah itu jatuh terduduk.

Tidak seharunya ia melakukan itu, hukuman untuk Sasuke sudah lelaki itu dapatkan saat kehilangan istrinya. Ia tahu lelaki bermarga Uchiha itu juga merasakan kehilangan dan penyesalan yang begitu besar, apalagi setelah menyadari apa yang telah ia perbuat.

Cklek

"Dokter, putri Uchiha-san."

Seorang perawat  masuk dengan wajah panik, Sasuke yang tadinya masih dalam posisi duduk segera bangkit menuju ruangan putrinya dirawat diikuti Hana dibelakangnya.

Sasori dan Karin masih ada disana, keduanya tak bergerak sedikitpun dari tempatnya meski rasa sesak mulai menguasai.

Mereka tahu akan begini jadinya, ingin rasanya ikut berlari dan berusaha menyelamatkannya, tapi sekali lagi, mereka tidak bisa. Atau lebih tepatnya tak sanggup jika harus melihat malaikat kecil itu terbaring tak berdaya layaknya sang ibu. Karena sekuat apapun mereka berusaha, takdir sudah menggariskannya untuk pergi bersama Sakura.

"Kuharap ini hanya mimpi." Suara itu terdengar begitu lemah, tubuhnya merosot seiring dengan air mata yang semakin deras.

Namun sayang, semua ini nyata. Mereka tak dapat mengubah apapun sekarang, kecuali jika Tuhan memberi satu kesempatan terakhir.



♡♡♡


Kelahiran seorang anak seharusnya menjadi hari yang paling membahagiakan bagi orang tuanya karena setelah sekian lama menanti, malaikat kecil mereka akhirnya terlahir kedunia.

Tapi sepertinya hal itu tidak berlaku bagi Sasuke, bungsu Uchiha itu tampak kacau didepan ruangan ICU. Putri kecilnya, putri yang dulu tak pernah ia harapkan kehadirannya kini tengah berjuang melawan kematian, entah kenapa ingin rasanya memutar waktu agar ia bisa memberikan kasih sayang yang seharusnya ia berikan pada malaikat kecilnya itu, karena ia yakin, sebentar lagi Tuhan akan merenggut malaikat kecilnya.

Dibalik kaca ruangan ia dapat melihat para medis berusaha menolong putri kecilnya, dunianya terasa hancur saat memikirkan kemungkinan yang akan terjadi apalagi saat maniknya melihat seseorang yang begitu ia kenal berdiri di dalam sana. Sakura, istrinya yang sudah tiada berdiri diantara para medis dengan senyum manisnya, wajahnya tampak lebih berseri tanpa beban, gaun putih melekat ditubuhnya yang diselimuti cahaya.

Wanita itu menatapnya namun sesaat kemudian tangan wanita itu terulur pada putri mereka, mendekapnya erat dalam gendong hangatnya.

Jika yang ada dalam gendongan Sakura adalah putrinya maka bayi yang terbaring diranjang adalah ? Oh tidak, Sasuke bahkan tak sanggup melanjutkan kalimatnya.

"Sasuke-kun, sampai jumpa."

Para medis di dalam sana terlihat panik saat suara pendeteksi jantung berbunyi nyaring.

Irisnya mengabur seiring dengan air mata yang mulai mengalir, Sakura melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan dan istrinya itu membawa serta putri kecil mereka. Perlahan tubuh keduanya menghilang menyisakan butiran debu yang tampak berkilau.

"Maafkan kami Uchiha-san." Setelah mengatakan itu para medis yang ada didalam keluar satu persatu, sedikit membungkuk saat melewati Sasuke sebagai bentuk bela sungkawa.

"Dia memilih ikut bersama ibunya." Ucapan Hana membuat Sasuke tersadar dari lamunan singkatnya.

"Biarkan mereka pergi dengan tenang. Jaga dengan baik apa yang dinggalkan Sakura padamu." Setelah mengatakan itu, Hana ikut pergi meninggalkan Sasuke. Mau bagaimanapun ia juga membenci Sasuke setelah melihat apa yang pria itu lakukan.

Meski langkahnya terasa berat tapi Sasuke tetap masuk untuk melihat putrinya. Wajah itu begitu mirip dengan Sakura, apalagi saat melihat surainya, begitu cantik seperti ibunya.

Air matanya kembali menetes saat bayi mungil itu ada dalam dekapannya. Haruskah Tuhan menghukumnya seperti ini ? Haruskah Tuhan mengambil putrinya juga ? Bayinya bahkan belum pernah merasakan dekapan hangat kedua orang tuanya, kenapa takdir harus sekejam itu dengan mengambilnya kembali.

"Maafkan ayah, sayang." Pria itu memeluknya dengan erat, memandang wajah mungil dihadapannya dengan lekat, menciumnya disetiap sudut karena ini akan menjadi terakhir kalinya mereka bertemu. Pertemuan pertama dan terakhir keduanya.

"Semua salahku, maafkan aku, Tsuma."







Tbc

Minta dukungannya untuk new story ini ya, mina-san

Jā matane :)





HEARTBEATWhere stories live. Discover now