PENGAKUAN

584 44 12
                                    

"I like you. A lot."

Keberanian mengucapkan kalimat sependek itu tidaklah kecil. Ada konsekuensi yang selama beberapa detik aku sisihkan demi mengungkapkan rasa. Pertemananku dengan Maël baru berjalan 6 bulan, tetapi ketertarikanku padanya muncul tidak lama kemudian. Ceritaku dengan Maël jelas bukan cinta pada pandangan pertama. Kata itu terlampau kuat menggambarkan yang aku rasakan terhadap Maël. Dengan humor-humor garingnya, Maël tidak cuma bisa mengocok perutku, tetapi meniupkan hangat pada hatiku yang telah mendingin sejak kepergian James. Fakta bahwa Maël mengidentifikasi dirinya sebagai, "I'm open minded, but my previous relationships had always been with women," tidak menyurutkan niatku untuk mengenalnya lebih jauh. Ketika aku, Maël, dan beberapa teman berkumpul di sebuah malam dan bahasan mengenai seksualitas mengemuka, salah satu dari kami bertanya kepada Maël tentang orientasi seksualnya. Jawaban yang dia berikan tepat seperti itu. Dana—salah satu yang ada di sana malam itu—dan yang mengetahui betapa Maël telah mengacaukan hatiku, selalu mengingatkan agar aku bersabar dan tidak gegabah. Detik ini, aku melanggar pesan Dana.

Dalam banyak hal, Maël adalah yang pertama. Setelah James, belum ada pria yang mampu mengisi pikiranku seperti yang dilakukan Maël. Perhatian yang aku berikan pada pria-pria lain sebelum Maël selalu berlebihan hingga berujung pada kekecewaan. Dengan Maël, aku menahan diri begitu kuat supaya tidak mengulangi kekeliuran yang sama. Kekhawatiran Maël akan menjauh jika aku membombardirnya dengan afeksi terlampau besar. Beberapa pria hetero yang sempat memikat hatiku dengan gamblang mengatakan mereka hanya tertarik pada lawan jenis, tetapi Maël menyisipkan ragu dengan ucapannya. Akan lebih gampang misal dia mengaku sebagai pria hetero tanpa embel-embel open minded. Tanpa berpikir panjang, aku pasti bergegas mundur. Jangan salahkan aku dan Dana bila berasumsi ke-straight-an Maël tidak 100%. 

Satu botol Chenin Blanc yang tinggal setengah dan dua irisan roti Prancis dengan keju Bel Paese di atasnya menjadi pemisah antara aku dan Maël. Dengan santai, dia menyelonjorkan kaki di atas lantai yang dingin serta menyandarkan kepala pada pinggiran tempat tidur. Dia masih memegang gelas wine di tangan meski isinya sudah tandas. Tidak ada reaksi berlebihan yang tertangkap dari wajah atau bahasa tubuh Maël begitu menumpahkan rahasia yang kusimpan rapat dari banyak orang. Dia begitu lihai mengenakan topeng untuk menutupi emosi hingga sulit bagiku menebak isi pikirannya. Menunggu tanggapan dari Maël jauh lebih menegangkan dari film horror mana pun. 

"Mau dengar cerita ironis, nggak?"

Bahasa Indonesianya memang membaik dibanding awal perkenalan kami. Dalam kurun waktu setengah tahun, dia sudah lancar membalas percakapan dalam bahasa Indonesia meski tata kalimatnya kadang berantakan. Aksen Prancis miliknya masih terdengar kental, tetapi pelafalan tiap kata dalam bahasa Indonesia bisa aku pahami. 

"Apa?"

Alih-alih menekan Maël agar tidak mengalihkan pembicaraan, aku justru menanggapi pertanyaannya seolah ingin tahu cerita ironis yang dimaksud. 

"Aku selalu tahu bagaimana bersikap kepada orang yang aku sukai," bukanya dalam bahasa Inggris. "Jika orang itu tidak membalas perasaanku, akan ada kecewa, tetapi sebentar saja. Hidup harus terus berjalan dan aku akan suka dengan orang lain lagi. Hanya saja ada yang berbeda waktu kita bertemu." Dia memiringkan kepala hingga tatapannya terarah kepadaku. "Ada kecocokan yang jarang aku alami dengan orang yang baru pertama kali ketemu. Bagiku itu aneh," jelasnya sembari meletakkan gelas wine-nya di dekat piring. "Obrolan kita mengalir begitu saja. Seingatku, jarang kita kehabisan bahan pembicaraan. Being with you feels so natural and easy."

Kata-kata terakhir Maël membuat jantungku berdegup tidak beraturan. Pikiranku mulai menelaah semua imajinasi yang terbentuk sejak perasaanku ke Maël menguat. Aku membayangkan berbagai skenario tentang saat ini. Kalimatnya memang tidak spesifik merujuk pada pengakuanku, tetapi mengetahui dia merasa nyaman dengan kebersamaan kami sungguh melegakan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 30, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

THE SHADES OF RAINBOWWhere stories live. Discover now