BLACK NIGHT

6K 267 24
                                    


"I love you Paris...."

Aku hanya membiarkan lenganku memeluk tubuhnya lebih erat.

Entah sudah berapa lama kami menghabiskan menit seperti ini. Hanya berbaring, sambil saling bertukar ciuman-ciuman kecil. Merasakan kedua lengannya memelukku seperti dinding benteng yang melindungiku dari kejamnya dunia di luar. Bersamanya, aku lupa bahwa kejamnya dunia akan tetap datang menghampiri.

Apakah setiap pria Italia punya pesona seperti ini?

Sejak bertemu kembali dengannya satu jam lalu, hanya nafsu yang menyetir tubuh dan pikiran kami. Enzo memanjakan setiap inci tubuhku dengan kecupan-kecupannya, yang membuat tubuhku bereaksi dengan meminta lebih. Enzo ... tentu saja memberikannya. Bibirnya seperti diciptakan untuk memuaskan setiap kulit yang mendapat sentuhannya. Ciumannya seperti membuat setiap bibir yang menyentuhnya, akan menyerah pada apa pun yang mampu diperbuatnya. Aku menjadi korban Enzo dan tidak merasa keberatan jika harus tertawan sepanjang hidupku bersamanya.

Ketika tubuh kami akhirnya menyerah pada letih, Enzo, akan mengecup setiap lekukan di wajahku dan membisikkan bahwa dia mencintaiku. Hanya orang bodoh yang percaya begitu saja perkataan cinta yang diucapkan setelah permainan cinta usai. Namun mengenalnya selama enam bulan, membuatku lebih dari cukup untuk memercayainya karena aku juga mencintai pria ini.

Enzo lebih dari sekadar pria yang berasal dari selatan Italia. Daerah yang terkenal dengan pria-pria penuh romantisme dan gairah. Enzo adalah kesempurnaan yang jauh lebih dari gambaran pria Italia yang dilihat banyak orang. Pesonanya melesat jauh meninggalkan kesempurnaan fisik yang dimilikinya.

"Sayangnya ada orang lain yang mencintai kamu lebih, Enzo. Dan kali ini kamu harus kalah."

Mata kami bertemu.

Sepasang mata itu tersenyum jenaka, seolah kalimatku hanyalah sebuah gurauan yang begitu menggelikan. Dia membiarkan ibu jarinya membelai pipiku sebelum mendaratkan ciuman panjang, yang membuat tubuhku kembali bergejolak.

"Kamu harus berhenti melakukan itu karena efek ciuman kamu sangat berbahaya."

Dia tertawa, membuat tubuh kami berdua terguncang. Tawa khas miliknya, yang selama tiga minggu, hanya bisa aku putar dalam ingatan. Kami terpisah karena ada banyak persoalan yang harus diurusnya. Tiga minggu penuh dengan, "I miss you, Paris. I'll be there soon," dan permainan petak umpet dengan Luca. Sekarang Luca sedang ada di Inggris selama satu minggu. Keberuntungan berpihak di sisi kami.

"Jadi aku bisa menawan kamu selama seminggu penuh. Memanjakanmu dengan semua hal yang tidak bisa diberikan Luca dan menghabiskan setiap pagi dan malam di tempat tidur ini dengan kamu."

"Aku melarang kamu menyebut namanya."

"Mamma mia! Mi dispiace, amore mio. Aku tidak akan melakukannya lagi." (Maafkan aku, cinta)

"Kamu tahu, aku lebih suka menghabiskan waktu bersama kamu di sini daripada harus menyeret tubuhku dar tempat tidur. This is just too cozy ...."

"But we'll do something, amore mio. Aku ingin memanjakanmu."

"Aku hanya ingin pergi ke Capri, Enzo, dan tidak harus pindah ke tempat lain."

Dengan ibu jari dan telunjuknya, dia memaksaku untuk menatap wajahnya. Adonis bahkan akan iri dengan betapa sempurnanya dia diciptakan. Rahangnya terbentuk dengan porsi sempurna. Alis hitam yang membingkai kedua mata cokelatnya, hidung serta bibir tipisnya, yang telah mengirimku ke surga tanpa harus mati terlebih dahulu. Tidak ada kata selain sempurna.

THE SHADES OF RAINBOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang