Chapter 22

12.5K 1K 27
                                    

Satu kata saat Mora membuka matanya, gelap. Dia tak bisa melihat jelas karena penglihatannya masih buram. Sekelabat ingatan sebelumnya, saat seseorang mencekiknya tanpa alasan.

Mora baru menyadari, dia berada diatas ranjang empuk. Sekelilingnya tak ada penerangan, matanya bergerak was-was. Detak jantungnya berdegup kencang saat tahu dia berada di tempat asing.

Mora mencari-cari sesuatu untuk melindungi dirinya jikalau ada seseorang yang berniat jahat padanya. Pergerakan Mora terhenti begitu menangkap suara derap langkah kaki yang mendekat.

Dari arah kirinya, pintu terbuka lebar menampilkan seseorang. Sontak tubuh Mora meringsut, orang misterius itu berjalan pelan mendekatinya. Siluet orang itu seperti pria.

"Halo, Mora. Kita bertemu lagi."

Jantung Mora memompa cepat mendengar suara yang terasa familiar. Tapi apa mungkin?

"Yes, it's me. Your secret admirer, Ghaka." Ucapan pria tersebut diakhiri kekehan rendah. Mora tak bisa berkata apa-apa saat Ghaka mengusap puncak kepalanya halus.

Pikiran Mora melalang buana, bagaimana bisa pria ini ada di sini? Mereka sudah sangat lama tidak bertemu, bahkan saling berbicara saja terakhir kali beberapa tahun lalu. Dan, mungkinkah Ghaka tersangka utamanya hingga dia bisa ada di sini?

Banyak pertanyaan yang Mora sendiri tidak tahu jawabannya. Mora merasakan ranjang yang didudukinya bergerak, Ghaka duduk di depannya. Hanya sebagian dia dapat melihat wajah Ghaka, banyak perubahan dari mulai fisik pria itu.

"Kamu selalu cantik, Mora. Dan benar, aku yang membawa kamu ke sini. Kemarin, kamu pingsan di tengah jalan. Aku nggak tau tepat tinggal kamu. Jadi, aku putuskan untuk bawa kamu ke rumah aku," jelas Ghaka.

Mora sadar terselip nada mencurigakan diakhir kalimat pria itu. Tunggu, kemarin? Lalu bagaimana dengan  Agaam, pria itu pasti sedang mencarinya.

"Aku nggak tahu apa itu benar. Tapi aku mau pulang."

"Cih," decih Ghaka pelan.

"Kenapa? Aku udah siuman, sekarang aku mau pulang," ucap Mora tegas. Dia menyembunyikan rasa gelisahnya.

"Tapi aku nggak bisa biarin kamu pergi. Aku nggak mungkin lepas kamu begitu aja. You wanna know something? I've been waiting for you for a long time," bisik Ghaka.

"Ghaka, what's wrong with you?! Aku nggak paham maksud kamu. Tolong, biarkan aku pulang."

Sebelah alis Ghaka tertarik keatas, menatap geli Mora. Senyum manis yang tadinya terukir, berubah menjadi senyum miring yang menyeramkan. Kedua tangan Aldo naik dan mengenggam salah satu tangan Mora dengn erat.

"Masih harus aku jelasin lagi? Mora, aku cinta sama kamu. Dari awal kita bertemu, aku udah jatuh sama kamu. Dan aku nggak bisa hilangin rasa itu, jadi mau gimanapun, aku nggak bisa melepas kamu," jelas Ghaka.

Menggeleng tak percaya, Mora berniat bangkit dan berjalan keluar.

"Percuma kamu keluar. Semua akses udah aku tutup, jadi kamu nggak akan bisa keluar dari rumah ini," celetuk Ghaka.

Mora tak tahu lagi harus melakukan apa, dia tidak ingin menangis dan menunjukkan raut ketakutannya pada Ghaka. Di saat seperti ini, mengapa dia melupakan benda yang Agaam berikan untuknya waktu itu?!

Merutuki kebodohannya, Mora hanya bisa terdiam menunggu keajiban datang. Misalnya, Agaam. Dia ingin keluar dari tempat asing ini secepatnya.

"Kamu pikir Agaam bisa secepat itu menemukan kamu? Sayangnya, dia sedang bersama wanitanya." Kalimat ambigu Ghaka mengundang kernyitan samar pada dahi Mora.

𝐀𝐆𝐀𝐀𝐌𝐎𝐑𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang