Chapter 18

13.7K 1.2K 13
                                    

"Permisi, Nona. Nyonya menunggu anda untuk sarapan bersama,'' ucap seorang pelayan.

Mora berbalik badan, dia berdiri di balkon yang terbuka lebar. Setelah meminta pelayan itu menunggunya di luar, Mora memasang gelang tipis yang terletak di ranjang. Dia menatap benda itu cukup lama sebelum melangkah ke luar pintu.

Matanya menelisik sampai lorong, menggeleng heran melihat pengawal yang tak sedikit jumlahnya berdiri di sepanjang lorong. Memang mereka tidak memegang senjata, tapi tidak dengan jasnya. Bisa saja di baliknya mereka menyembunyikan senjata.

Memikirkan itu membuatnya bergidik sesaat. Pernah terbesit untuknya kabur, namun menyadari itu tidak mungkin. Dia menepisnya jauh-jauh rencana gila tersebut. Yang ada dia sendiri memancing kemurkaan Agaam.

Dengan ditemani pelayan tadi, Mora turun menuju lantai tiga. Membuang napas pendek, ini kali keduanya dia akan bertatap muka dengan ibu Agaam.

Tidak tahu ekspresi yang tepat nantinya. Dia agak susah mengimbangi keramahan Haznera.

Mora melihat lurus Haznera yang tersenyum manis padanya. Gadis itu tidak mengelak, wajah ayu Haznera sangat cantik. Bagaimana dengan suaminya?

''Kenapa diam saja, Mora? Mari duduk, kita makan bersama," ajak Haznera lembut. Meski canggung, Mora mengikuti perkataannya. Beruntung, dia pernah belajar table manner.

Sajian di meja makan tampak menggiurkan, makanan khas negara Italia menjadi hidangan pembuka. Mora memilih pasta berbumbu Eropa yang lezat. Suasana selama menyantap makanan tidak hening, karena Haznera terus mengajaknya bicara. Dari pertanyaan klasik seputar pertemuannya dengan Agaam.

Mora pun menanyai sedikit kehidupan Agaam. Dari jawaban Haznera, dia mengetahui bahwa Agaam memiliki sebuah gangguan akan sentuhan. Mora tertegun beberapa saat mengetahui hal itu.

Selesai makan, Haznera mengajaknya ke kebun bunga. Tempat itu di lindungi oleh kaca transparan. Kebun dengan luas yang hampir setengah dari rumah ini sengaja dibuat untuk Haznera yang sangat menyukai aneka bunga.

Haznera mengajak Mora berkebun. Jelas gadis itu menyetujui. Salah satu kesukaannya pun adalah; berkebun, merangkai bunga, dan memajangnya. Menyenangkan berbicara ria dengan Haznera yang mengerti watak remaja sekarang.

Dulu sekali, Haznera tidak berbeda jauh dengan nasib Mora. Pertama kali bertemu suaminya adalah mimpi buruk bagi dirinya. Aktivitasnya menjadi berkurang sejak saat itu.

"Mora, kamu harus sabar ya sama kelakuan Agaam. Mami juga susah buat nasehatin dia. Keras kepalanya udah stadium akhir," celetuk Haznera seraya melirik Mora yang sedang menyiram bunga.

''Nggak apa-apa, Mi. Pelan-pelan aku bisa paham sama sifatnya,'' balas Mora tersenyum. Haznera menatap Mora penuh arti.

Keinginannya sangat kuat untuk memberitahu sesuatu kepada Mora. Tapi dia tidak bisa melakukannya. Selain tak mau mencampuri, suaminya itu memang sudah melarangnya.

Mereka berhenti menyiram kala seseorang muncul di tengah-tengah percakapan. Laki-laki itu memeluk Heznara penuh cinta, setelah melepasnya dia beralih menatap Mora.

"Lho, kapan kamu pulang? Mami nggak tau,'' tanya Haznera seraya melanjutkan kegiatannya.

''Aku baru sampai. Terus nggak sengaja liat Mami di sini,'' jawab laki-laki itu.

Lelaki itu terkekeh tanpa sebab, kemudian beralih menatap Mora.

''Mi, dia siapa? Nggak mungkin tunangan aku yang dibicarakan Papi, kan?'' Jarinya menunjuk Mora, bertanya pada Haznera.

''Coba kamu ngomong di depan Agaam. Muka kamu bisa-bisa babak belur."

''Apa?! Maksud Mami dia pacar Agaam? Seriously?!'' pekik laki-laki itu.

''Tanya langsung sama orangnya."

Laki-laki itu mendekati Mora, matanya memincing curiga. ''Kamu benar pacar Agaam? Di paksa, ya?"

Mora sendiri tidak tahu status hubungannya dengan Agaam. Dia bingung ingin menjawab.

''Hm. Lo so. Kalau gitu, semangat. Saya tahu kamu nggak kuat."

Tangan laki-laki itu maju ke depan. Menjabat tangan Mora tanpa permisi lalu memperkenalkan dirinya.

''Saya Ronan Novakasa Cavero, saudara Agaam. Saya lebih suka di panggil Caver. How about you?"

Sudut bibir Mora terangkat. "Aurora Moranzy. Kakak bisa panggil saya Mora."

Senyum Caver semakin melebar. Sebelum menghilang seiring suara dehaman keras dari balik punggungnya.

Agaam menarik pinggang Mora lalu meletakkan dagunya di pundak gadis itu. Matanya menajam melirik jabatan tangan mereka yang masih bertaut.

''Chill, Bro. Hanya kenalan," ujar Caver menaikkan kedua tangannya.

''Jangan sentuh dia lagi." Agaam menghunus tajam Caver yang terbahak.

Agaam membawanya masuk sebelum Mora bisa berpamitan pada Haznera. Dia menengok ke tempat Haznera, wanita itu mengangguk mengerti.

''Aku nggak mau lihat ketiga kalinya kamu kenalan sama pria lain, Mora," bisik Agaam.

⚜️⚜️⚜️
TBC.

𝐀𝐆𝐀𝐀𝐌𝐎𝐑𝐀Where stories live. Discover now