Chapter 31

8.7K 624 5
                                    

Selepas terbang cukup lama di udara. Akhirnya, Agaam bertemu Mora di lobby vila. Juga dengan Elard yang ikut menemuinya. Sejenak senyum Agaam terbit kala melihat Mora seperti memancarkan aura keibuan. Elard sangat tenang dalam gendongan Mora.

"Kamu jadi datang? Aku pikir nggak akan sempat. Mau istirahat dulu di dalam?" tanya Mora sambil mendekat pada Agaam.

Sebelum menjawab, Agaam mengambil alih tubuh kecil Elard. "Nggak mungkin aku nggak datang. Aku mau ngobrol sama kamu. Berdua," jawab Agaam pelan.

Mora mengembangkan senyum tipis. Kemudian mereka melangkah menuju area pool di samping vila. Karena letak seluruh vila jauh dari penghuni asing. Bisa dikatakan, tempat sebesar ini cocok sebagai mansion. Agaam sengaja memilih vila yang berdiri di atas bukit tinggi karena tahu Mora tidak begitu menyukai keramaian. Kolam renang berada di lantai dua yang menghadap langsung terhadap pegunungan. Mora terlebih dulu meletakkan Elard dalam bouncer, baru setelahnya duduk di depan Agaam.

Keduanya saling berpelukan melepas rindu. Mora terdiam sesaat di atas pundak Agaam, memikirkan sesuatu yang sejak tadi mengganjal. Detik demi detik berlalu, namun Mora masih bingung untuk mengutarakannya.

"Why? Ada sesuatu yang mau kamu katakan sama aku?" tanya Agaam. Lelaki itu jelas menyadari mimik wajah Mora yang agak berbeda.

Mora sedikit terhentak dengan pertanyaan itu. Lalu berbicara diselingi senyuman kecil. "Ah-- nggak ada kok."

"Nah, Babe, i know there's something you want so say," teka Agaam.

Mora menyengir. "Aku hanya mau bilang, Je t'aime."

Tanpa Mora sadari, telinga Agaam memerah. Pria itu tertawa pelan lalu memberi kecupan-kecupan mesra di leher Mora.

"Don't embarrass me or you will get it to, My Fiancé," bisik Agaam.

Mendengarnya, Mora justru mendapatkan ide. Dengan jahil dia mengerling nakal menatap Agaam. Pun berpindah duduk di atas paha pria itu. Bibirnya maju mendekati bibir Agaam, tanpa berniat menciumnya. Mora membisikkan suatu kalimat yang mana membuat Agaam mengerang pelan.

"Mora, jangan pancing lebih dari ini," geram Agaam.

"Kenapa? Kamu nggak suka?" tanya Mora menjadi-jadi. Dia mengecup pipi Agaam, lalu rahang hingga leher.

Agaam menahan pinggang Mora, dia menariknya menjauh lalu menyandarkan kepalanya di pundak Mora.

"Aku nggak punya banyak waktu, Sayang," lirih Agaam.

"Maksud kamu apa? Aku cuma mau peluk kamu," sergah Mora. Beralih memeluk Agaam dengan erat.

Agaam menggeleng pelan. "Liciknya."

"Tapi apa kamu nggak mau salam perpisahan dulu? Sebelum berpisah lagi," ujar Mora.

"Of course i want. Come here," sahut Agaam.

Mora mendekatkan diri lalu mengalunkan lengannya di leher Agaam. Bibir mereka saling menyentuh, menyecap setiap rasa yang saling membuncah. Ciuman itu berlangsung cukup lama, detak jantung Agaam berdebar tak karuan. Agaam mendesis membatasi keinginannya untuk menyentuh Mora lebih dari sekedar menempelkan bibir.

Lenguhan Mora membuatnya nyaris kelepasan. Sebelum hal lebih jauh terjadi, Agaam menarik diri dengan napas yang memburu.

"Cukup sampai sini. Aku nggak yakin bisa menahannya kalau kita tetap melanjutkan," bisik Agaam.

Mora menunduk lalu mengangguk. Mereka sedikit menjauhkan diri, masing-masing wajah Mora maupun Agaam tampak memerah. Untuk beberapa saat, keterdiaman mengisi suasana itu.

Agaam berdeham mengusir kecanggungan. "Kamu lapar? Kita ke restoran yang udah aku sewa di dekat sini."

Mora menggangguk setuju. Setelah itu mereka bangkit mendatangi tujuan. Sebelumnya, Mora mengikutsertakan Elard dalam perjalanannya. Tiga insan itu menghabiskan waktu makan dengan penuh suasana hangat.

🃏🃏🃏🃏

Tepat di siang hari, Mora berkunjung ke kediaman keluarga Cavero. Selain menjumpai Haznera, ada maksud lain Mora ingin bertemu dengan ibu dari tunangannya itu. Selagi kepergian Agaam yang memakan waktu lama, Mora menggunakan kesempatan ini untuk mencari tahu suatu hal.

Setibanya di dalam mansion mewah ini, Mora melangkah ke kebun milik Haznera. Dia memandang wanita itu dengan senyuman lebar sekaligus rindu.

Tanpa memberitahu, Mora lantas memeluk Haznera erat-erat. Wanita itu tersentak sebelum melihat Mora yang bergelinang air mata.

"What?! Kenapa kamu bisa ada di sini, Sweetheart? Mami kaget, lho." Haznera bertambah heran dengan mata Mora yang basah.

"Maaf, Mi. Mora sengaja biar bisa jadi suprise!" Mora terkekeh setelahnya.

Haznera geleng-geleng. "Tapi ini matanya kenapa? Kamu nangis? Agaam jahat lagi sama kamu? Aduh, anak itu harus Mami kasih pelajaran pulang nanti," sembur Haznera geram.

"Bukan, Mi. Karena saking kangen sama Mami, Mora jadi mau nangis," tangkis Mora.

Haznera menghela napas lega. Mereka beriringan beristirahat di sebuah meja teh. Sambil mengamati bunga-bunga, Mora dan Haznera saling berbincang layaknya teman yang sudah lama tak berjumpa.

"Jadi, ada apa kamu mengunjungi Mami? Pasti ada sesuatu," celetuk Haznera penasaran.

Mora tersenyum tipis lalu mengangguk. "Benar. Mora datang ingin menanyakan ini–"

"–Kak Grizzele sebenarnya ada di mana?"

Badan Haznera sedikit tegang mendengar pertanyaan Mora. Dia tahu kalau Mora akan mengulik tentang anak perempuannya. Rautnya berubah sendu, banyak kejadian beberapa tahun ini yang menimpa anak tertuanya itu. Hingga berakhir cukup menyedihkan. Tapi, tidak ada alasan baginya menutupi keberadaannya dari Mora. Dia yakin, gadis itu berkeinginan besar menyelesaikan masalah ini. Hanya saja, dia bertanya-tanya perihal sebuah rahasia milik Mora yang entah masih tertutup rapat atau sudah diketahuinya.

"Dia penderita gangguan PTSD. Sampai sekarang Grizelle ada di rumah sakit jiwa."

⚜️⚜️⚜️
TBC.
ternyata udah 30-an part ya 😂
mau sampe berapa part nih kira-kira tamatnya? kalo target aku 35-an 😋

𝐀𝐆𝐀𝐀𝐌𝐎𝐑𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang