Chapter 34

9.3K 654 48
                                    

"Selamat pagi, Lady Elassy."

Baru saja Cessy mengerjapkan mata, suara familiar dan rendah itu tanpa permisi mengisi otak kosongnya. Kepalanya menoleh kaku dan menatap pria tanpa atasan sedang memperhatikannya. Sorot mata itu berbeda dari malam tadi. Ingatannya menerawang, dengan jelas mengingat tatapan penuh gairah yang berkobar tepat di atas tubuhnya.

Namun saat ini, hanya ada kelembutan di mata hitam itu.

Tunggu, tatapan penuh gairah? Di atas tubuhnya? Sebenarnya apa yang terjadi kemarin malam? Dia tidur dengan pria yang berjabat sebagai asisten bos sahabatnya ... Derston?

Seingatnya dia tidak mabuk. Lalu alasan apa yang menjadikannya berada di ranjang penuh kekusutan ini? Bahkan bantal di bawah kakinya sudah menganga robek. Seketika dia meringis menyadarinya.

"Apa semalam tidur Anda nyenyak? Ah, saya salah bertanya. Apa pagi tadi tidur Anda nyenyak?"

He...?

"E-eh, i-ya... Mungkin?" jawab Cessy penuh keraguan.

Sudut bibir Derston berkedut. "Bagaimana perasaan Lady setelahnya? Lebih baik atau masih terasa sesak?"

"Hah?" Dari banyaknya sahutan manis, mengapa yang keluar malah kata 'hah'. Ditambah ekspresi wajahnya yang tidak terkontrol. Hilang sudah kefemininnya ini.

Tanpa diduga, justru Derston terkekeh pelan dengan respon Cessy. Pria itu memberikan sepaket pakaian perempuan lengkap dalam satu kotak.

"Bukankah tadi malam ada perempuan menelfon saya yang menangis sambil memaksa untuk bertemu?" tanya Derston sangsi.

Apa itu sindiran untuknya? Memang dia menangis tersedu-sedu sampai-sampai tidak sadar menguhubungi nomor kontak secara asal. Dalam tangisan 'lebay'-nya, dia menjelaskan semua alasan air mata mahalnya jatuh. Tapi ntah kedatangan makhluk berwujud pria tampan ini juga termasuk ke dalam paparannya.

"Kenapa? Muka saya pasti jelek pas nangis? Atau saya meler ke baju Anda?! Sini, akan saya cucikan," serobot Cessy.

"Saya suka. Baru pertama kali saya melihat Ela sefrustasi itu. Yang saya nggak suka adalah alasan dari Ela menangis. Cepat atau lambat saya akan melenyapkan bajingan itu," ucap Derston diakhiri kalimat yang sulit mengerti Cessy.

"Daripada itu, apa ki– saya, kamu- benar ti-tidur bersama?" Please jawab tidak. Jawab tidak.

"Benar. Kita tidur bersama. Saya sedikit kaget Ela akan seagresif itu."

TIDAAKKK!

Melihat Cessy yang syok, Derston menaikkan satu alisnya. Memang ada apa? Mereka hanya tidur bersama, dia pun tidak melakukan hal yang aneh. Walaupun dia tidak bisa melupakan bagian bibirnya yang dicuri oleh Cessy. Derston bersyukur perempuan itu langsung tertidur begitu melampiaskan emosinya pada bantal yang kondisinya tidak terselamatkan lagi.

"Sepertinya Lady butuh sarapan. Saya sudah siapkan makanan yang masih hangat," ucap Derston.

"Jangan," sela Cessy.

"Ya? Lady tidak nafsu makan? Kalau begitu saya sim–"

"Bukan itu! Maksudnya jangan panggil saya dengan sebutan itu, Lady, Nona, atau apalah itu. Saya lebih su-su-suka panggilan Ela," cicit Cessy malu.

Derston tidak bisa menahan senyumnya lagi. "Kalau begitu, mari kita sarapan bersama, Ela."

Begitu duduk saling berhadapan, Cessy sedikit mengernyit melihat menu makanan di hadapannya. Perempuan itu melirik Derston yang tengah tersenyum. Aduh, senyuman itu. Dia jadi segan untuk menolaknya.

𝐀𝐆𝐀𝐀𝐌𝐎𝐑𝐀Where stories live. Discover now