Chapter 3

30.2K 2.4K 99
                                    

Pagi-pagi sekali Mora sudah lengkap dengan seragam sekolah. Dia berencana datang sekolah lebih awal. Menyesal di antar oleh Naresh kemarin, Mora memutuskan berangkat seorang diri.

Seperti biasa, dua tumpuk roti dengan selai blueberry menjadi sarapan paginya.

Mora membawa motor beat kesayangannya yang sudah lama mendekam di garasi. Awal-awal masih sulit untuk dinyalakan, beberapa kali Mora mencoba menghidupkan motornya. Akhirnya mesin motor menyala. Dia tersenyum puas, lalu sedikit membersihkan sisa-sisa debu yang menempel pada jok.

Seraya menikmati angin pagi yang masih sejuk. Mora tidak berhenti memasang senyum lebar. Jalanan masih terlihat renggang.

Merasa ada pengendara lain di sebelahnya. Mora berpaling ke arah kanan. Sedikit heran dengan motor besar yang tampak sengaja mengemudi beriringan dengannya.

"Lo anak SMA Champion, kan?" Pertanyaan itu keluar dari si pengendara tak dikenalnya.

Mora sedikit memelankan laju kecepatan motornya. "Oh, iya."

Sudut mata lelaki itu sedikit tertekuk ke bawah. "Kenalin, gue Ghaka Fanoska. Omong-omong, gue juga murid di situ."

Nggak nanya. Wajah Mora jelas memperlihatkan kerisihan. Tapi sebisa mungkin dia tetap bersikap ramah.

"Aku Aurora Moranzy," timpal Mora seadanya.

"Nama lo cantik, persis kayak orangnya."

Mora hanya tersenyum menanggapinya. Meski dongkol dengan senyum genit yang dilempari lelaki itu. Dia mempercepat motornya agar lelaki itu tidak bertanya lebih.

Mora bersyukur tiba di sekolah tanpa telat. Motornya terparkir di salah satu ruang yang kosong. Tepukan di pundaknya nyaris membuatnya menjerit.

"Mau masuk bareng?" ajak Ghaka.

Mora melirik sembarang arah. "Kamu duluan aja. Aku mau nunggu temen," tolak Mora halus.

"Teman ya? Kalau gitu, see you." Ghaka melenggang pergi dengan melambaikan tangan. Senyum Mora tertahan, bibirnya bergidik ketika Ghaka tidak lagi terlihat.

Mora buru-buru berjalan ke dalam dan memasuki kelasnya. Lagi-lagi dia tidak menyadari, ada seseorang yang memperhatikannya.

Satu tangan orang tersebut mengepal kuat. Menahan gejolak amarah yang menaik. Bibirnya tertarik, dengan retina mata yang menajam terus mengikuti gerak Mora. Detik selanjutnya, dia meninggalkan area tersebut.

🃏🃏🃏

Mora berada di salah satu bilik toilet. Dia harus di hadapi rasa sakit yang menusuk di perutnya saat asik makan di kantin. Mungkin karena kelebihan makan makanan pedas. Cessy sempat bercibik. "Batu sih, dibilang jangan banyak-banyak. Ngeyel, begitu jadinya."

Mora kala itu hanya membalas putaran mata. Sampai kapanpun tidak akan jera untuk memakan makanan menyelekit itu. Rasanya aneh jika sehari dia melewatkannya.

Kedua telapak tangannya memangku berat tubuhnya di sisi wastafel. Memandang pantulannya di kaca besar, terdapat kantong matanya yang samar-samar. Semua karena kejadian aneh sekaligus menyeramkan yang terjadi tadi malam.

"Siapa sebenarnya itu orang? Motifnya apa coba?" Mora bermonolog sendiri.

Ting!

Notifikasi handphone Mora berbunyi. Dia mengambil ponselnya disaku rok. Sontak matanya membulat begitu membaca sesuatu. Sekujur lengannya seketika lemas. Saat melihat isi dari suatu pesan yang dikirim untuknya.

𝐀𝐆𝐀𝐀𝐌𝐎𝐑𝐀Where stories live. Discover now