[11] Ingatan Buruk

23 4 3
                                    

.

.

.

.

“Apa nih?”

Keyra menyipitkan matanya berusaha menangkap isi tulisan dari selebaran kertas yang sedikit keluar dari tas selempang Sania.

Keyra terlampau penasaran sehingga ia mengambil dan membaca kertas itu dengan seksama, Sania santai saja dia masih sibuk mengikat rambutnya.

Food festival? Wah, kayaknya menarik.”

Keyra menarik bibirnya ke atas dengan sempurna, matanya pun ikut berbinar. Hal ini membuat Sania berani menanyakan satu hal.

“Ikutan, yuk!” Sania tidak panjang berpikir, dia hanya mengucapkan apa yang ia ingin ucapkan.

Spontan Keyra tertawa menatap ke arah Sania. Oke, kini sania baru sadar akan pertanyaannya.

“Aneh, lo. Ya, gak bisa lah.”

Sania tersenyum kikuk, canggung dan jadi benar aneh rasanya. Sania ingin mengutuk mulutnya yang suka bicara tanpa dipikir dulu.

“T-tapi ... Apa lo benaran gak mau coba pergi ke dunia luar.”

Sania ini, dia masih berani bertanya walau ucapan Keyra tadi menyatakan penolakan secara terang-terangan.

“Eum, gimana ya, San,” Keyra memainkan jari-jarinya. “Ntah, lah. Gue belum siap.”

“Maaf gue jadi nanya ini, terakhir kali lo ke psikiater itu beberapa tahun lalu yang di mana lo tau kalau lo ngidap fobia ini. Terus kenapa gak konsul lagi?”

Suasana berubah jadi serius, hawanya jadi panas padahal cuaca mendung. Sania sangat ingin tau alasannya. Apa Keyra tidak ingin berjuang sembuh?

Keyra mengambil bantal kemudian menaruhnya di atas pangkuan. Sikapnya seolah siap menceritakan sesuatu. Sesuatu yang harusnya ia ceritakan dari dulu.

“Haha, pada akhirnya hal ini gak bakal bisa gue tutupin.”

Keyra menatap lekat mata Sania. Sania mengerutkan dahinya, ada rahasia yang tidak ia ketahui.

Keyra akan mulai cerita, secara singkatnya saja. Ia tidak mau Sania mengambil langkah yang tidak ia inginkan.

“Jadi,” Keyra menegakkan tubuhnya.

Selama Keyra bercerita Sania berkali-kali membulatkan matanya, berkali-kali pula memotong ucapan Keyra akibat kesal ingin memaki.

Tepat seminggu Keyra homeschooling, sudah dipastikan temannya akan berkurang atau mungkin jadi tidak ada.

Orang yang awalnya tidak suka dia karena pintar dan selalu dipuji guru hanya satu satu dua orang jadi bertambah. Pasalnya banyak dari mereka yang mengira Keyra hanya mendiagnosa dirinya sendiri mengidap phobia Androphobia.

Keyra maklum awalnya, mereka pun tidak percaya mungkin karena tidak pernah mendengar penyakit aneh ini. Mereka menganggap penyakit ini hanya ada di dunia fiksi bukan nyata.

Semua baik pada minggu pertama. Tapi tidak setelahnya. Teman sekelasnya, yang selalu ia lindungi identitasnya agar tidak ada yang tahu. Orang yang membuatnya benar-benar tidak mau menginjakkan kaki ke ruangan yang bertuliskan psikiater.

Ceritanya, sore itu Keyra sedang mengikuti ke mana terbang kupu-kupu coklat yang menarik hatinya. Dia gembira, terlihat dari raut wajahnya.

Keyra merasa ada yang memperhatikannya, ia tentu menoleh ke arah sana; pagar rumahnya. Sudah berdiri seorang perempuan berambut pendek dengan jepitan gambar wortel di sebelah kanan.

SERENDIPITY [PROSES TERBIT]Where stories live. Discover now