[10] Pesan Aneh

34 7 7
                                    

.

.

.

.
 
   Berisiknya suara air hujan yang tumpah dari langit tidak pernah jadi masalah bagi pendengaran Keyra, bahkan dia sangat suka. Dedaunan seolah ikut menari di bawah hujan bersama embusan angin. Burung-burung berteduh sambil menikmati indahnya pemandangan taman yang seluruh tanamannya basah.

   Dipikir-pikir, sudah lama juga Keyra tidak bermain dengan hujan. Kalau diingat, mungkin terakhir kali itu saat musim hujan tiga bulan lalu di mana sampai-sampai taman depan rumah penuh genangan.

“Mbak, Keyra mandi hujan, ya?”
Keyra dan Anisa tengah menatap luar bersama, Anisa sudah mengenakan jaket tebal karena tidak kuat dingin.

“Dingin, loh, Non. Nanti sakit bagaimana?”
Keyra menggeleng dengan cepat, lalu menatap Anisa memelas agar diperbolehkan bermain hujan. Anisa tidak bisa menolak kalau sudah begini, cara Keyra sangat ampuh meluluhkan hati siapa pun yang melihatnya.

   Keyra bersorak senang, tanpa basa-basi Keyra melompat masuk ke dalam kerumunan air yang turun semakin lebat. Menghentak-hentakkan kakinya ke tanah, berlari ke sana ke mari. Tolong ingatkan Keyra dengan umur.

Non, apa tidak dingin?” tanya Anisa dari depan teras rumah.

Keyra menggeleng lagi dan berkata, “Enggak, Mbak. Asik, loh!” Keyra terus melompat sambil merentangkan tangannya.

   Anisa mendengar ada suara telepon dari dalam rumah, segera dia masuk dan menjawab. Telepon itu dari mama Keyra

“Keyra lagi apa, Mbak?” tanya Rika dari sebalik telepon.

“Lagi asik main hujan, tadi sudah dilarang. Tapi, non Keyra gak mau dengar.” Jawab Anisa dengan sopan.

“Ah, gak apa, Mbak. Biarin aja si Keyra main hujan, udah lama juga dia gak main. Tapi, ingatin aja supaya gak terlalu lama. Sudah dulu ya, Mbak.”

   Rika mematikan sambungan teleponnya. Mungkin dia ada urusan penting yang harus diurus di sana.

   Anisa berjalan ke luar lagi, berdiri di depan teras bersandar pada dinding sambil terus mengamati pergerakan Keyra yang seperti anak kecil.

   Anisa sesekali menoleh ke arah dalam rumah, melihat jam di dinding. Sepertinya sudah cukup untuk Keyra bermain air hujan. Kalau mau menunggu sampai hujan reda rasanya tidak mungkin, karena hujan tidak menunjukkan tanda akan segera berhenti dalam waktu sangat dekat.

Non, ayo masuk. Biar, Mbak, buatin susu coklat. Mandi, bersihin badannya. Nanti sakit.”

   Keyra menurut, apalagi bila sudah disogok susu coklat favorite-nya. Dengan cepat Keyra mandi lalu duduk di sofa ruang tamu menunggu susunya tiba.

   Keyra menghidupkan televisinya, tidak ada kartun menarik. Jadi, dia memilih mendengarkan berita saja, ah tidak, dia tidak mendengarnya. Televisi menyala hanya agar suasana rumah tidak terlalu sepi saja.

“Tada ….”

   Anisa mengeluarkan segelas susu coklat dari balik badannya. Keyra memegang gelas itu, hangat rasanya. Keyra meniup susunya sebelum diminum.

   Beberapa kali ditiup tetap saja masih ragu untuk diminum, takut bibirnya terbakar. Jadi, dia biarkan susu itu sejenak agar dingin sendiri.

“Mbak, roti di kulkas masih ada, ‘kan?”

   Anisa mengangguk, Keyra bersyukur karena perutnya mendadak lapar sehabis bermain air. Perutnya tidak bisa diam sedari tadi. Membuatnya tidak konsentrasi.

SERENDIPITY [PROSES TERBIT]Where stories live. Discover now