If We Break for the Last Time : Chapter 15. Balikannya Resmi!

1.2K 83 60
                                    


Di bawah sofa, di atas meja, di kamar mandi atau di mobil. Semua tempat itu sudah Atlanta datangi, mencari ponsel yang entah sejak kapan terlepas dari genggamannya—hasilnya nihil. Atlanta ingat, terakhir kali ponselnya masih berada di tangan dan tiba-tiba hilang entah ke mana.

Dara yang baru sadar beberapa waktu yang lalu. Wajahnya masih pucat, matanya yang sayu mengikuti gerakan Atlanta ke sana kemari seperti mencari sesuatu. "Lo cari apaan, At?"

"Hape gue. Lupa naruhnya di mana."

"Mau ngabarin Melia?"

Atlanta mengangguk mencari-cari lagi disekitaran sofa barangkali terlewat. "Gue ada janji tadi pagi mau jemput, sekalian mau ketemu Om David. Sampai sekarang lupa ngabarin. Pas mau ngabarin malah hapenya lupa naruh di mana."

"Pakai hape gue aja mau?" tawar Dara yang sebenarnya hanya basa-basi namun Atlanta tak menolak langsung meminjam ponsel Dara untuk menghubungi Melia. Senyum Dara menyembang melihat wajah cemas Atlanta—nomor Melia tidak aktif.

"Gue harus pergi. Nanti biar Zelvin yang jagain lo."

Atlanta meraih jaket dan kunci mobilnya di atas meja, namun Dara bangkit langsung memeluknya—menahan Atlanta agar tidak pergi.

"Jangan pergi! Gue butuh lo, setidaknya buat hari ini." 

"Apaan sih, Dar, lepasin!" bentak Atlanta berusaha melepas pelukan gadis itu tapi bukannya lepas pelukannya malah semakin erat.

"Mungkin dia punya masalah atau sedang dalam masa depresi. Kalian harus mengawasinya supaya kejadian ini tidak terulang lagi."

Perkataan dokter tadi pagi tiba-tiba terngiang di pikiran Atlanta. Kalau sekarang ia meninggalkan Dara bukan tak mungkin pikirannya akan kembali kacau dan mengulangi hal bodoh seperti itu lagi. Tapi jika ia di sini lalu bagaimana dengan Melia? Gadis itu pasti marah sebab Atlanta tidak menepati janjinya.

Seperti berada di persimpangan, antara pacar dan orang yang pernah berjasa mengubah hidupnya. Dilema? Ya, mungkin bisa dikatakan seperti itu meskipun terdengar sedikit lebay.

"Plis, At. Gue minta sekali ini aja lo ngeluangin waktu buat gue. Gue beneran butuh lo." Suaranya terdengar bergetar lalu diiringi isakan, hingga kaos Atlanta basah oleh air matanya.

Menghela napas berat Atlanta melepaskan pelukan Dara, menghadap gadis itu sepenuhnya. Apa boleh buat, Atlanta tidak punya pilihan selain menuruti kemauan Dara. Mungkin kederangannya bodoh tapi jika kalian berada di posisi Atlanta kalian akan mengerti bagaimana sulitnya mengambil keputusan terbaik. "Oke, gue bakal di sini sama lo." Hanya sampai gadis itu merasa tenang.

"Oke, sekarang gue mau diajakin jalan-jalan," rengek Dara sekarang sudah bergelayutan di lengan Atlanta. "Ya.Ya.Ya, mau ya?"

"Ke mana?"

"Ke mal."

Dengan anggukan penuh terpaksa Atlanta mengiyakan—menuruti permintaan Dara. Dan tanpa Atlanta sadari gadis itu menarik senyum licik, mengacungkan jempolnya pada seseorang yang sejak tadi mengintip di balik pintu.

***

"Aku cari kamu ke perpustakaan nggak ada ternyata malah di sini."

Melia masih fokus pada bukunya meski napasnya berderu kencang. Udara sejuk taman serta musik full volume dari earphonenya sama sekali tak membantu membuatnya mengabaikan sosok Atlanta yang kini berjongkok menghadapinya. Tatapan Atlanta mengunci pandangannya, seketika tangan itu terulur melepas earphone dari telinga Melia. "Banyak orang di dunia ini yang bermimpi bisa mendengar dan kamu malah sengaja mau ngerusak pendengaran," ucapnya lalu mengambil duduk di sisi Melia.

If We Break for the Last Time [Completed]Where stories live. Discover now