2. Di antar Gaara

34 3 0
                                        

Happy reading guys, enjoy😅

Comment for typo

Vote untuk cerita🤘😆
.

.

.

~

Langit sore masih mendung ketika aku melangkah keluar dari gerbang kampus, memeluk erat map berisi tugas yang baru saja aku presentasikan. Angin membawa aroma tanah basah, sisa hujan siang tadi yang belum benar-benar kering.

Di kejauhan, aku melihat motor hitam yang familiar terparkir di pinggir jalan. Sosok yang duduk di atasnya—dengan hoodie abu dan tatapan kosong ke depan—tak lain dari Gaara.

Aku menarik napas panjang. Kenapa dia di sini?

Sambil menuruni anak tangga, aku berjalan mendekat dengan langkah pelan. Gaara menoleh saat mendengar langkah kakiku. "Udah selesai?" tanyanya singkat.

Aku mengangguk. "Tapi... kamu ngapain di sini?"

"Ngantar kamu pulang."

Aku mengerutkan kening. "Kamu tahu jam aku selesai?"

Gaara hanya mengangkat bahu. "Feeling aja. Tadi juga ngechat kamu, tapi centang satu."

Oh. Aku lupa, ponselku mati sejak siang.

Aku ragu sejenak. Tapi akhirnya naik juga ke boncengan motornya, pelan dan canggung. Bukan karena takut dibonceng cowok, tapi karena... ini Gaara. Mantan kakakku. Dan sekarang dia malah mengantar pulang, adik dari perempuan yang pernah dia cintai sepenuh hati.

Selama perjalanan, kami sama-sama diam. Hanya suara mesin motor dan desau angin yang menemani. Sesekali, dia menoleh ke spion, mungkin memastikan aku baik-baik saja. Tapi tidak berkata apa-apa.

Ada jeda aneh di antara kami. Jeda yang tidak asing, tapi juga tidak nyaman.

Sesampainya di pertigaan kecil menuju rumah, dia memperlambat motor. "Lewat sini kan?"

"Iya," jawabku pelan.

Dia tidak langsung belok. Malah mematikan mesin motor di tepi jalan. "Boleh ngobrol bentar?"

Aku menatapnya heran. Tapi mengangguk juga.

Kami duduk di bawah pohon kamboja tua, dekat gang kecil. Gaara membuka pembicaraan duluan.

"Kamu udah pernah ngomong ke Meila soal aku?"

Aku diam sebentar. "Pernah. Sekali."

"Terus?"

Aku menatap ujung sepatu. "Dia cuma bilang, jangan bahas kamu lagi."

Gaara mendesah. "Dia bener-bener benci aku, ya?"

Aku menoleh. "Enggak, Gaara. Aku rasa bukan benci... cuma... dia belum siap."

Gaara mengangguk pelan, matanya kosong menatap ujung jalan.

"Aku cuma pengen tahu dia baik-baik aja. Aku kayak orang asing sekarang."

Aku menghela napas, dimana coba mantan tapi nggak asing? gak habis pikir.

"Kenapa kamu nggak coba move on?" tanyaku pelan.

Dia tertawa kecil, pahit. "Gimana caranya ninggalin orang yang masih kamu doain tiap malam?"

Aku tercekat. Tak tahu harus berkata apa. Hati kecilku teriris—karena tahu, aku bukan siapa-siapa dalam kalimat itu.

"Makasih ya, Ana..." katanya tiba-tiba. "Kamu satu-satunya yang masih mau dengerin aku."

BackstreetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang