TIGA (Bingung?)

Mulai dari awal
                                    

Terkekeh, "Lu lagi ngelawak?, garing banget." Fadil menggeleng.

"Hahaha" Lintang menertawai dirinya sendiri yang garing.

"Ayo buruan!."

"Yaelah masa kita mau ngulang kegiatan yang sama, lewat lorong ini bolak balik."

"Haduh buruan, ntar kalau ada yang liat bisa berabe."

Dengan terpaksa mereka kembali melewti deretan kelas yang letaknya di bagian belakang itu, lalu melewati koridor dan berakhir di kelas XII A.

Tanpa basa-basi Fadil memberikan kunci motor Lintang ke langit, tapi bukan Langit namanya kalau langsung terima begitu saja, tentunya ada syarat yang harus dipenuhi.

Yaah begitulah Langit, katanya di dunia ini gak ada yang gratis. Masuk wc aja bayar, itu prinsipnya.

"Lu mau bolos ya bareng Lintang?" bisik Langit ke Fadil.

"Iya, lu jangan kasi tau siapa-siapa." Fadil balik berbisik.

"Hehe kalau gitu... traktir gue."

Mendecih, "Lu mau apa?"

"Nantilah gue kasi tau, kalau udah di rumah Lintang." menepuk-pundak Lintang.

"Yaudah gue pergi dulu."

Untuk ketiga kalinya mereka kembali melewati koridor dan deretan kelas di bagian belakang itu. lalu berakhir di lorong setapak kecil.

Mereka menghela nafas panjang bersamaan, karena keberuntungan ternyata benar-benar berpihak.

Pintu itu belum di gembok, mungkin karena semua guru sedang rapat sehingga security pun bisa bersantai-santai.

Sekarang mereka sudah berada di luar sekolah, kegiatan membolosnya sukses besar. Oke rencana berikutnya adalah mencari kendaraan untuk ke rumah Lintang.

Setelah beberapa lama berjalan, mereka memutuskan untuk naik angkot, selain karena banyak lalu lalang, katanya lumayan juga bisa hemat sedikit.

~~~


Lintang membuka kamarnya, kemudian masuk disusul oleh Fadil, mereka kelelahan. Sang pemilik kamar langsung saja merebahkan dirinya di ranjang kesayangannya, sedangkan Fadil duduk di sofa depan tv.

Di kamar Lintang ada sofa dan tv, biasalah kamar laki-laki yang suka bermain game play station.

Ia meraba celananya, mencari telepon seluler yang sedari tadi tidak disentuhnya. Ada satu notifikasi whats app pesan dari Laras di sana.

Pria itu memjamkan matanya, karena teringat dengan perkataan ambigu yang ia lontarkan ke teman perempuannya itu. Kenapa juga dirinya bisa melontarkan kata yang seperti itu.

"Kata siapa?"

Kata-kata yang mendadak keluar dari mulutnya, dibarengi dengan tubuhnya yang refleks berdiri meninggalkan Laras.

Benar-benar suatu keadaan yang bisa membuat siapapun bisa salah paham. Apakah dirinya tidak terima mendengar perkataan Laras yang mengatakan kalau hubungan mereka ternyata cuman teman?.

Ah dasar bodoh, bahkan ia sendiri tidak tau dengan perasaanya.

Sekelebat ingatan itu sangat menganggu, betul-betul mengganggu. Bukan cuma itu saja, ia membawa rasa bersalah tapi di sisi lain dirinya juga merasa kalau apa yang ia lakukan itu sudah benar.

"Udah tidur Lin?" menatap Lintang.

"Kita temen kan?."

"Yaiyalah." ujar Fadil yang merasa perkataan itu di tujukan untuknya.

CANDALA [Lebih Dari Sekadar Minder]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang