37. Sebuah Kebenaran

1.6K 122 26
                                    

"Keadaan Zahra saat ini sedang kritis. Zahra banyak kehilangan darah dan ia membutuhkan donor secepatnya," ujar Dokter Rizal.

"Kaki sebelah kanan Zahra juga mengalami keretakan dan kami harus memasang gips sebagai penyangganya," lanjut Dokter Rizal.

"Golongan darah yang dimiliki Zahra adalah O, apakah dari pihak keluarga ada yang bergolongan darah yang sama? Karena stok darah golongan O di rumah sakit ini sedang kosong," ujar Dokter Rizal lagi.

"Saya, istri saya, dan kakak Zahra golongan darahnya A semua, Dok. Apa bisa membantu Zahra?" tanya Eza.

"Golongan darah O hanya bisa menerima darah yang bergolongan sama." jelas Dokter Rizal.

"Golongan darah saya O. Dokter bisa ambil darah saya untuk didonorkan ke Zahra," ujar Kayla cepat.

"Kay.." ujar Radit melirik ke arah Kayla.

"Nggak papa. Gue mau bantu adik lo," balas Kayla.

"Baik, kita lakukan pemeriksaan terlebih dahulu ya," ujar Dokter Rizal.

Kayla hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Mari ikut saya, mbak," ujar suster yang ada di rumah sakit itu.

Kayla segera melangkahkan kakinya mengikuti suster dari belakang. Tetapi tiba-tiba lengannya ditahan oleh seseorang.

Kayla menoleh dan menaikkan satu alisnya.

"Makasih..." ujar Radit tulus.

Kayla hanya menganggukkan kepala dan tersenyum ke arah Radit.

Nadien melihat sorot mata Radit menatap Kayla begitu dalam. Nadien bisa merasakan bahwa saat ini Radit jatuh cinta kepada gadis itu. Nadien hanya bisa menahan sesak di dadanya. Ia berusaha biasa saja seolah sudah tak ada perasaan apapun kepada Radit.

"Nad..." panggil seseorang.

Nadien yang awalnya menundukkan kepala dan menutup wajah dengan kedua tangannya pun mendongak untuk melihat siapa yang memanggilnya.

"Ardan? Kok ada disini?" tanya Nadien bingung.

"Ayo ikut gue," ujar Ardan.

"Kemana?"

"Udah ikut aja. Ayok," ajak Ardan yang mengulurkan tangan ke Nadien.

Nadien menerima uluran tangan Ardan meskipun ia masih bingung sebenernya Ardan mau mengajaknya kemana.

"Om, Tante, Kak, kami permisi sebentar ya," ujar Ardan pamit kepada keluarga Zahra.

"Iyaa," balas Eza tersenyum.

Ardan membawa Nadien ke sebuah ruangan yang didepannya tertulis "dr. Rizal Effendi".

"Ayo masuk," ujar Ardan.

"Dan, lo sembarangan banget sih masuk ke ruang dokter," omel Nadien.

Ardan terkekeh mendengarnya, "nggak papa. Anggep aja ini ruangan gue,"

"Ruangan lo?"

"Iya. Banyak tanya lo, udah cepet masuk,"

Nadien melihat ruangan yang sangat rapi itu. Ada jas berwarna putih khas dokter juga disana. Juga banyak peralatan kesehatan yang berjajar.

"Dan, lo bener-bener gila ya ngajak gue masuk ke ruangan dokter sembarangan,"

"Berisik lo,"

"Dan, keluar aja yuk,"

"Lo tinggal duduk disitu susah amat sih," ujar Ardan yang masih sibuk mengambil beberapa peralatan yang ada disana.

"Dan, lo jangan nyuri barang disini,"

ZAHRAGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang