Bagian 44 : Rencana Perjodohan

528 12 2
                                    

"Tante, apa aku nggak salah sudah pergi meninggalkan Umi?" Tanya Ida kepada Windy.

"Selama ini Umi kamu memisahkan mu dengan Abi, apa juga bukan dosa? Kamu punya hak untuk bertemu dengan Abi bahkan jika kamu ingin tinggal sekalipun di rumah Abi." Jawab Windy sambil menatap layar ponselnya.

"Kamu jangan takut, anggap saja aku ini Mama-mu juga. Mama tidak akan melarang jika kamu ingin bertemu dengan Abi." Sahut Riana sambil tersenyum.

Ida hanya membalas dengan senyuman, dirinya sendiri masih merasa canggung berada di samping Ibu sambungnya. Tak lama mobil mereka kini sudah tiba di rumah. Ida sangat kagum melihat bangunan megah dengan interoir gaya Eropa. Bahkan halamannya sangat luas, ada air mancur dan bunga-bunga di samping sebagai hiasan dekat tembok.

Beberapa pelayan langsung membuka pintu dan membantu menurunkan barang-barang milik Ida. Ida hanya terpana memandang pekarangan rumah dan interior luar bangunan.

"Bawakan tas itu ke kamar yang sudah aku siapkan. Sekarang Ida anak sambungku akan tinggal di rumah ini." Riana memberi perintah kepada para pelayan yang disambut dengan anggukan.

Riana dan Windy menggandeng lengan Ida dan membawanya masuk ke rumah  melalui ruang tamu. Ida nampak tertegun melihat Abu Fauzan yang sedang duduk membaca surat kabar di ruang tamu.

"Kak Abu lihat siapa yang kami bawa." Windy berteriak agar Abu Fauzan menoleh.

Abu Fauzan menoleh ke samping, surat kabar yang sedang dipegangnya langsung terjatuh melihat sosok yang dilihatnya. Ida nampak sama persis seperti Anna Diana saat masih remaja dahulu, hanya hidungnya saja yang berbeda karena mewarisi hidung milik Abu Fauzan yang mancung.

"Ini Abi kan?" Ida langsung berlari memeluk Abu Fauzan.

Abu Fauzan menangis haru karena setelah sekian lama akhirnya bisa menatap putrinya kembali. Padahal semenjak Anna di penjara, Abu Fauzan dan Riana berusaha mencari Ida untuk membawanya ke rumah.

"Iya nak, ini Abi. Kamu kemana saja selama ini? Abi lama mencari-cari keberadaan kamu."

"Aku ikut Om Teguh ke Arab Saudi, karena katanya Umi bekerja di Malaysia sebagai TKI ternyata aku selama ini dibohongi. Umi sudah membunuh Tante Yoan tetangga kami dulu."

"Ehem....ehem...." Riana berdehem sambil menahan senyum.

"Terima kasih ya Mah, sudah membawa Ida ke mari."

"Lho Tantenya masa nggak dikasi ucapan terima kasih juga." Windy tersenyum jahil sambil mencubit tangan Abu Fauzan.

"Iya dek, makasih ya."

"Kalau kamu lelah, istirahat dulu di kamar." Ucap Riana kepada Ida.

"Enggak Tante, aku ...."

"Biar Tante yang antar keponakan kesayanganku ini." Potong Windy sambil menarik lengan Ida.

Ida akhirnya menurut dan pasrah saja saat Windy membawanya ke kamar. Sementara di lantai bawah, Abu Fauzan menatap Riana tak berkedip. Dirinya bingung kenapa Riana mau membawa Ida ke rumah ini.

"Mah, aku...."

"Tak usah sungkan, Papa pasti berpikir aku membenci Ida kan?" Ucap Riana sambil duduk di sofa dan meraih majalah.

"Sebenarnya ada apa ini Mah?"

"Papa ingat anak pengusaha terkenal yang baru-baru ini menjadi rekan partner kita?"

"Ya, Papa ingat. Memang ada apa dengan Jev Indra Delcandrevidech?"

"Mama ingin menjodohkan Jev dengan Ida, agar bisnis kita semakin mulus. Bayangkan Pah, jika kita menjadi satu keluarga dengan mereka maka kekayaan kita akan semakin bertambah. Lagipula Ida juga akan hidup enak tanpa perlu kesusahan lagi."

Abu Fauzan mengurut keningnya, sebenarnya dirinya ingin agar kelak Ida menikah dengan lelaki yang Sholehah. Sedangkan Jev, semua tahu bahwa lelaki itu lulusan salah satu universitas di Amerika dan gaya hidupnya jauh dari nilai-nilai agama.

"Tapi Mah, Papa takut jika Jev akan menyakiti Ida nantinya. Lagipula Jev kan sudah pernah menikah dan istrinya pun diceraikan entah kenapa."

"Begini Pah, senakal- nakalnya laki-laki pasti akan mencari istri yang baik, jadi Papa tenang saja. Anak buah Mama akan mengawasi Jev agar tidak menyakiti Ida."

"Kalau Ida tidak mau nanti bagaimana?"

"Pasti mau-lah. Jev itu kan tidak jelek-jelek amat. Ida lama di Arab Saudi dan sekolah disana, pasti Jev pun juga tidak akan menolak."

*****

Anna menangis di dalam kamar dengan posisi wajahnya di hadapan bantal. Aisyah dan Teguh berkali-kali berusaha menenangkan Anna. Sudah puluhan telepon tak terjawab ketika Teguh mencoba menghubungi Ida.

"Istighfar, Anna. Jernihkan pikiranmu dan kita akan menjelaskan semuanya nanti kepada Ida." Ucap Aisyah.

"Iya dek, kamu yang sabar ya. Kakak akan usahakan agar Ida mau pulang ke rumah kita."

"Ida membenciku, Kak. Huhuhu...." Anna kembali menangis.

Sudah semalaman Anna terus diam berada di kamar, hanya Aisyah yang menemani. Sementara Teguh pergi keluar rumah untuk mencari makanan.

Aisyah membuka lembaran Al-Qur'an untuk mengaji. Suara merdunya terdengar dalam kesunyian sehingga membuat Anna sedikit lebih tenang.

Tak lama kemudian Teguh datang membawakan tiga bungkus nasi Padang, dan menaruhnya di dapur. Ketiga piring dan gelas berisi air minum sudah tersedia di meja makan.

"Ayo dek makan dulu, kamu juga Aisyah."

Aisyah menghentikan mengajinya dan mengajak Anna untuk ikut ke dapur. Mereka bertiga makan dalam diam, Teguh dan Aisyah takut untuk membicarakan tentang Ida karena hanya akan melukai hati Anna kembali.

Anna menyendokkan nasinya secara perlahan ke dalam mulut, matanya menerawang jauh mengingat bagaimana selama ini dirinya kadang abai terhadap anaknya dan terkadang memarahinya karena hal sepele. Air matanya kembali menitik di wajahnya sehingga membuat Teguh merasa sedih.

"Kak, apa aku Ibu yang jahat?" Tanya Anna.

"Kamu ngomong apa sih dek. Kamu itu Ibu yang baik, selama ini kita berdua yang sama-sama membesarkan Ida."

"Maaf, jika aku ikut campur. Jika boleh aku ingin mengeluarkan pendapat disini." Sela Aisyah.

"Kamu sudah menjadi keluarga kami, tak usah sungkan." Jawab Teguh yang diiringi anggukan oleh Anna.

"Menurutku biarlah sementara ini Ida tinggal bersama dengan Abi-nya dahulu. Walau bagaimanapun Ida sudah dewasa dan berhak memutuskan ingin tinggal bersama Abi atau Umi-nya. Nanti kelak Ida akan bisa menilai siapa yang benar dan salah diantara kedua orang tuanya."

"Aku setuju dengan usulan Aisyah." Ucap Teguh.

"Kak, besok antarkan aku ke kuburan Yoan. Aku ingin meminta maaf atas kesalahan ku selama ini kepadanya." Aisyah menghapus sisa air matanya.

Teguh tersenyum, "Akan Kakak antarkan besok, tapi jangan bikin masalah lagi sama mayat Yoan takutnya arwahnya penasaran nanti."

"Ah, kakak apaan sih. Enggak mungkin aku mengajak mayat Yoan bertarung." Senyum Anna mulai muncul.

Mereka bertiga akhirnya tertawa lepas, setelah kejadian siang hari yang membuat Anna shock berat dan merasa terpukul.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 28, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ENTAH APA YANG MERASUKIMUWhere stories live. Discover now