Bagian 2 : Fitrah Lelaki

494 20 4
                                    

Hai kenalin saya ustadz Abu Fauzan tertampan sejagad raya di dusun Cimahi. Sudah satu bulan ini saya hijrah dan masih menjadi pengangguran abadi. Untunglah teman-teman pengajian mensupport dan memberikan sumbangan untuk membantu keuangan saya sementara ini.

Akhir-akhir ini saya menjadi follower seseakun meskipun tidak berteman tapi statusnya selalu saya intip. Kenapa tidak berteman? Untuk menghindari fitnah dan godaan setan yang terkutuk, hahaha....

Malam ini setelah shalat tahajud, aku membuka facebuku dan melihat statusnya yang sudah lama.

Gw gak peduli ama gaya lu yg norak, baju lu yg sering gak matching ama acara, tingkah lu yg cuma cengengesan tiap ditanya. Gak penting bt gw.

Gw gk peduli, lu sarjana apa lulusan smk. Meski cuma orang dungu yang mau ditipu. Masa ada sarjana kok gak tau apa2? Taunya cuma nama-nama ikan, bisanya kaget atau ngeles 'bukan urusan saya'.

Gw jg gak peduli ama tampang lu yg pas-pasan. Gk peduli meski didandani pake jubah raja, lu tetep jadi boneka cina. Wibawa itu gak bisa dibeli apalagi belinya ngutang, iya gak?

Gw bodo amat ama bisnis cemilan beromzet milyaran, tas seharga tunggakan bpjs atau sepatu selangka rakyat yg sejahtera.  Keluarga lu bisa punya semuanya. Gw gk mw tau darimana duitnya.

Gw cuma peduli karena dgn segala keterbatasan yg lu punya, lu nyusahin orang seIndonesia! Itu aja!

Riana Ririe Wulansari gadis bercadar dan berkacamata dengan status janda beranak dua. Langsung saja ku inbox dia, entah dia akan merespon ku atau tidak. Lagipula tidak ada salahnya mencoba kan?

'Assalamu Alaikum ukhti, perkenalkan saya ustadz Abu Fauzan terhandsome sejagat raya. Apa boleh saya ta'aruf kepada ukhti? Saya ingin menjadikan ukhti bidadari di dunia dan akhirat.'

Aku mematikan ponsel, langsung mengutarakan niat ku pikir itu lebih baik daripada berbasa basi. Sengaja aku ingin memperistri-nya karena kulihat dari foto-fotonya ternyata dia adalah janda kaya raya, kedua anaknya juga sekolah di SDIT ternama. Mantan suaminya sendiri adalah seorang pejabat yang tentu memiliki harta banyak. Aku sendiri juga mulai kewalahan bagaimana harus membayar tumpukan hutang SPP Ida anakku.

Entah nanti Anna istriku setuju atau tidak, aku tidak peduli yang jelas dia akan diberitahu jika sudah saatnya tiba. Suami tidak perlu meminta ijin kepada istrinya, karena suami adalah imam keluarga. Bisa jatuh harga diriku jika harus meminta izin kepada istri yang sejatinya harus tunduk perintah suami.

Beberapa hari ku tunggu balasan inbox namun tetap tidak ada kabar. Aku sangat menyukai status-statusnya yang penuh inspirasi dan bermakna apalagi dia juga membenci pemerintahan saat ini sama sepertiku. Teringat hutang BPJS yang menumpuk, untuk membayarnya aku benar-benar sudah tidak sanggup lagi. Ingin menonaktifkan juga tidak bisa, ingin menurunkan kelas juga dipersulit.

Pagi ini seusai mandi aku menuju ke kamar hendak berpakaian, namun aku terkejut melihat ponselku yang sudah dibuka oleh Anna. Dengan panik aku langsung merebut ponselku dan mengeceknya.

"Lancang kau ya!"

"Ma-af Abi tadi Ibu menelpon."

"Alasan saja kau ini, sudah tidak percaya ya dengan Abi main periksa saja!"

"Umi cuma angkat telepon saja memberitahu jika Abi masih dikamar mandi."

"Sudah berani ya kamu menjawab!"

Plak!!!

Sebuah tamparan berhasil mengenai pipinya hingga kemerahan. Emosiku memuncak karena baru kali ini istriku berani menjawab dan lancang kepadaku. Kalaupun itu telpon dari Ibuku, dia tidak berhak mengangkat telepon. Dia hanya orang lain yang diikat dengan tali pernikahan bersamaku.

Kulihat dia menangis sambil mengusap pipinya, aku benar-benar muak melihat dramanya. Segera aku berpakaian dan pergi ke tempat pengajian, karena hari ini ada acara yang sudah lama aku tunggu.

Pengajian kali ini diisi oleh ustadz terkenal yang sudah berhasil menerapkan poligami di bahtera rumah tangganya sendiri. Bahkan keempat istrinya juga ikut turut serta, mereka jalan bergandengan dengan mesra seakan tidak mau terpisah. Istri pertama dan kedua berdiri di sebelah kiri dan kanan. Sementara istri ketiga dan keempat berjalan di belakang sang ustadz.

Seluruh peserta lelaki duduk di dalam masjid sementara untuk peserta perempuan duduk di tempat terpisah yang disekat dengan kain. Kami diberikan lembaran kertas berisi biodata yang harus kami isikan, mulai dari nama, alamat, pekerjaan, pendidikan, serta kriteria istri idaman. Begitupun peserta perempuan juga diminta mengisi biodata seperti kami.

Aku menulis dengan lengkap apa saja kriteria istri idamanku. Untuk mengikuti acara ini, aku harus membayar Rp. 250.000,- sementara peserta perempuan tidak perlu membayar. Aku benar-benar kagum dengan para perempuan di ruang sebelahku, karena mereka memahami aturan poligami bahkan siap dipoligami.

Acara berlangsung selama tiga jam lamanya, sementara panitia sibuk memilah-milah biodata yang kami isi dan akan dicocokkan. Sampai akhirnya, pengumuman proses perjodohan lewat ta'aruf dimulai. Satu persatu nama lelaki dipanggil untuk menghadap panitia. Aku merasa was-was karena namaku belum juga dipanggil, apa jangan-jangan tidak ada perempuan yang mau dipoligami denganku karena statusku yang masih pengangguran.

Hampir satu jam aku menunggu, dan akhirnya tinggal aku yang tersisa. Salah seorang panitia memanggilku.

"Abu Fauzan."

"Ya." Aku berdiri dan langsung datang dengan semangat.

"Maaf Pak, tidak ada ukhti yang bersedia dipoligami dengan Bapak."

Dahiku berkerut, bagaikan bom Nagasaki hatiku hancur berkeping-keping.

"Tidak mungkin! Saya pria ter-handsome sejagat raya! Bagaimana mungkin semua ukhti menolak saya!"

Ku lihat panitia tersebut hanya tersenyum dan kemudian menunjukkan biodata yang ku isi barusan.

"Ini, Pak dari segi finansial Bapak dianggap tidak lolos untuk mendapatkan calon istri. Karena kewajiban suami adalah menafkahi istri."

Aku mengambil kertas tersebut dan langsung merobeknya. Sempat kulihat para panitia yang lain senyum-senyum dan berbisik sesaat aku akan pergi.

"Ah! Sialan!!! Perempuan sekarang pada matre semua!" Teriakku di depan masjid yang menjadi tontonan orang-orang yang kebetulan lewat.

Aku menstater motor dan menuju taman kota. Di taman kota, aku mengecek ponselku siapa tau Riana membalas pesanku. Ku lihat motif lewat messenger dan ternyata Riana membalas pesan yang ku kirim semalam.

'Waalaikum salam, saya bersedia ta'aruf dan menjadi istri ustadz. Jika ustadz berkenan boleh langsung ke rumah orang tua saya untuk melamar saya. Jalan Raya Cimahi no 212.'

Aku tersenyum dan segera mengetik pesan balasan.

'Alhamdulilah, besok saya akan datang untuk melamar ukhti.'

Yes! Aku berteriak girang dan langsung bersujud di tanah, tidak kupedulikan orang-orang yang melihatku dengan tatapan aneh.

ENTAH APA YANG MERASUKIMUWhere stories live. Discover now