Bagian 37 : Rahasia Alam

252 9 2
                                    

"Alam, mana istrimu? Kok sendirian ke sini." Ibu celingak-celinguk menatap keluar pintu namun hanya ada sosok Alam yang berdiri dan seorang perempuan yang berdiri tak jauh dari Ibu.

"Aku cuma sendiri saja ke sini, Bu?" Alam menjawab.

"Sini Mas, biar aku yang bawakan tasnya." Perempuan itu menjulurkan tangannya yang tidak dihiraukan oleh Alam.

"Alam mau istirahat dulu, Bu. Nanti biar Alam cerita ke Ibu."

"Ya sudah, kamu masuk saja ke kamar tengah." Jawab Ibu.

Alam langsung menuju ke kamar untuk berbaring, perjalanan yang sangat jauh membuatnya merasa lelah. Perempuan itu menunduk ke lantai untuk menyembunyikan air matanya. Ibu yang menyadari langsung mengusap pundak perempuan tersebut.

"Kamu yang sabar ya nak Eska. Alam mungkin masih butuh waktu untuk menerima-mu kembali."

"Bu, apa aku masih dianggap menantu Ibu disini?" Tanya Eska.

"Selamanya Ibu tetap menganggap mu sebagai menantu. Selama ini cuma kamu yang bisa memberikan cucu buat Ibu."

"Terima kasih ya Ibu tetap menerima ku disini."

"Ayo, kita ke dapur. Masak sup ayam kesukaan Alam."

Eska mengangguk dan mengikuti Ibu menuju dapur. Sebenarnya Eska adalah istri pertama Alam yang dinikahi secara siri sebelum Alam menikah dengan Khayzuran. Saat itu Eska dan Alam telah melakukan perbuatan yang terlalu jauh sehingga Eska hamil dan untuk menutupi aib keluarga, maka mereka menikah secara siri.

Sekarang anak Eska dan Alam sudah berusia delapan belas tahun dan kuliah di kota. Selama ini pula Alam rutin mengirimkan uang bulanan kepada Ibu, yang kemudian dibagikan sebagian untuk Eska dan Heri anaknya.

Alam berbaring di dalam kamar, pikirannya kembali teringat masa lalu. Bagaimana ketika dirinya dipaksa menikahi Eska karena terlanjur hamil, sementara Alam saat itu tidak berniat serius dan hanya ingin bermain-main saja.

Kecelakan yang terjadi belasan tahun lalu membuat Alam di vonis dokter akan mandul seumur hidup. Alam menutupi kejadian tersebut karena tak ingin sang Ibu bersedih.

*****

Malam hari, Alam menuju kamar Ibu untuk berbicara tentang kondisi rumah tangganya. Sekaligus menanyakan kenapa Eska bisa berada di rumah Ibu. Dibukanya pintu secara perlahan dan menatap Ibu yang sedang berbaring sambil menghadap televisi.

"Bu, aku mau bicara?"

"Bicara apa?" Ibu duduk di atas ranjang melihat Alam yang masuk dan menutup pintu.

"Windy meminta cerai." Alam berucap pelan.

Ibu menghela nafas dan menggeleng lemah, "Lalu bagaimana nanti nasib kita?" Tanya Ibu.

"Alam tak tahu lagi Bu, ternyata Windy sama kerasnya seperti Khayzuran."

"Mereka itu sama-sama mandul, seharusnya bersyukur masih ada laki-laki seperti mu yang mau menjadi suami mereka."

Alam terdiam, padahal dirinya tahu Khayzuran kini telah memiliki lima anak dari Yusrizal.

"Eska, kenapa disini Bu?" Tanya Alam.

"Ibu yang memintanya kesini. Kasian dia sendiri saja di rumah karena Heri kuliah di kota. Lagipula Ibu sudah tua dan penyakit asam urat Ibu terkadang kambuh jadi tak kuat berdiri lama. Eska disini membantu dan merawat Ibu."

"Kalau Windy sampai tahu nanti bagaimana?"

"Bilang saja Eska itu adik sepupumu. Beres kan? Lagipula cuma Eska yang bisa memberikan Ibu cucu. Meskipun dia nggak sekaya istri-istrimu yang lain."

"Terserah Ibu saja-lah."

"Kamu harus bisa minta harta gono-gini sama Windy. Jangan kalah seperti sebelumnya. Biaya kuliah Heri sangat mahal, dan Ibu juga perlu biaya untuk berobat ke dokter."

"Windy itu orang kaya Bu, mana bisa kita melawan dia."

"Kalian kan nikah secara sah menurut hukum negara. Jadi harta istri juga hartamu. Beda kalau nikah siri, kamu nggak bisa menuntut harta gono-gini." Tukas Ibu yang didengar Alam sambil mengangguk.

*****

Windy mendapat pesan dari Alam bahwa Alam bersedia untuk menceraikan asalkan dirinya mendapat harta gono-gini, yaitu harta dibagi dua. Sengaja Windy tak membalasnya, baginya Alam bukan siapa-siapa dirinya lagi. Namun ancaman Alam untuk meminta harta gono-gini membuat Windy merasa risau.

Selama ini memang harta Windy berasal dari Riana yang memberikannya modal usaha. Bahkan kakak iparnya itu sering memberikan uang jajan jika Windy membantunya. Windy tak rela jika hasil kerja kerasnya harus dibagi dua dengan Alam.

"Apa aku minta tolong sama Kak Riana saja ya? Ah, lebih baik aku ceritakan saja dulu." Windy mengetuk ponsel dan menghubungi Riana.

"Hallo." Jawab Riana.

"Hallo, Kak. Bisa aku minta tolong?"

"Cerita saja, memang ada apa? Apa perlu bantuan modal lagi untuk usaha?"

"Bukan kak, tapi ini soal perceraian ku dengan Alam."

"Hah? Lho kok kalian mau bercerai?"

"Windy nggak tahan lagi Kak. Hiks...." Windy meneteskan air matanya.

"Iya....iya....akan kakak bantu. Tapi nanti bantu kakak juga ya?"

"Pasti aku bantu Kak Riana. Masalahnya Alam meminta harta gono-gini baru dia akan menceraikan aku."

"Keterlaluan Alam itu. Kamu yang kerja, dia minta harta gono-gini."

"Aku nggak mau Kak, hasil kerja kerasku diambil oleh Alam. Sekarang Alam tinggal di rumah Ibunya di kampung."

"Kamu tenang saja. Berikan alamat rumah Ibu Alam di kampungnya, nanti biar Kakak yang bereskan."

"Baik kak."

Telepon dimatikan, segera Windy mengetik alamat rumah Ibu Alam di kampung dan mengirimkannya ke nomor Riana.

Riana menerima alamat rumah Ibu Alam di kampung. Segera Riana menghubungi seseorang yang biasa dia andalkan.

"Apa kamu bisa selidiki seseorang untukku?"

"Bisa."

"Aku akan mengirimkan alamat dan foto orang tersebut. Kamu selidiki orang tersebut, cari kelemahan dan rahasianya. Uang DP nya akan segera ku kirimkan ke rekening mu."

"Baik, Nyonya. Serahkan semuanya kepadaku."

Riana menutup ponsel dan mengirimkan foto Alam serta alamat rumah Ibunya di kampung. Pria berkacamata hitam yang berada di seberang jalan menikmati secangkir kopi, duduk tersenyum menatap notifikasi uang masuk di dalam ponselnya.

Pria itu segera menghabiskan kopinya dan berjalan memasuki mobilnya. Sudah belasan tahun dirinya bekerja pada Riana dan tak pernah mengecewakannya. Dulu dirinya juga yang telah memviralkan video Anna saat menyerang Yoan bahkan menukar obat di rumah sakit yang seharusnya dimakan oleh Yoan.

Alam menatap layar ponselnya menanti balasan pesan dari Windy namun ponselnya tetap hening. Dicobanya menghubungi Windy namun tetap tak diangkat. Alam merasa frustasi, karena tak lagi memiliki uang.

Mencoba mengambil uang yang tersisa di rekeningnya, pun ternyata tak bisa lagi dilakukan karena hanya tersisa nominal dibawah lima puluh ribu. Windy sudah menghabiskan sisa uang enam juta di rekeningnya.

"Mas, mari makan dulu. Ibu sudah menunggu di meja makan." Eska muncul di depan kamar Alam.

"Duluan saja, biar nanti aku menyusul."

Eska tetap berdiri di tempatnya, jari-jarinya bergerak bertautan.

"Kenapa masih disitu?! Aku bilang duluan saja!"

"Tapi Mas, Ibu meminta sekarang juga."

"Arghh!" Alam berdiri dan hendak memukul Eska.

"ALAM! TURUNKAN TANGANMU!" Ibu mendadak berada di belakang Eska, membuat Alam terkejut.

ENTAH APA YANG MERASUKIMUDonde viven las historias. Descúbrelo ahora