Bagian 14 : Kedatangan Ibu

210 10 0
                                    

Matahari pagi menembus kaca jendela yang sudah terbuka. Alam menuruni tangga untuk menuju ke dapur, dilihatnya Khayzuran yang sedang sibuk memasak sarapan nasi goreng di dapur.

"Anna kok belum bangun ya bantuin Mama di dapur?" Tanya Alam.

"Enggak tahu, Pah. Tadi Mamah ketuk pintu berkali-kali enggak dibuka, Ida juga belum bangun. Mentang-mentang lagi libur sekolah karena lockdown."

"Biar Papa yang bangunkan dan nasehati mereka berdua."

"Jangan Pah, Mamah nggak mau nanti dikira mengadu sama Papa."

"Ya sudahlah, nanti kalau lapar juga mereka turun ke bawah."

Khayzuran menyajikan dua piring nasi goreng dengan telur mata sapi. Tak lupa menyisakan sebagian nasi goreng di tempat lain untuk Anna dan Ida. Dalam hati Khayzuran merasa gembira karena bisa menikmati nasi goreng berdua saja dengan Alam seperti dahulu. Selesai sarapan, Khayzuran membersihkan kompor dapur dan tak lupa mencuci piring. Alam berjalan menaiki tangga menuju lantai dua untuk membangunkan Anna.

Tok! Tok! Tok!

"Dek, ini sudah siang tolong bangun dan bantu kakakmu di dapur."

Tak ada sahutan dari dalam kamar, Alam yang tak sabar bermaksud membuka pintu namun rupanya pintu kamar tidak terkunci. Pintu pun terbuka, Alam terkejut melihat ranjang yang masih rapi seperti belum ditiduri. Barang-barang milik Anna juga tidak ada di meja. Alam cemas dan memeriksa lemari pakaian yang ternyata juga kosong. Saat akan menuju keluar kamar, Alam tak sengaja melihat sepucuk surat di atas meja rias. Dengan perasaan berdebar, Alam membuka dan membacanya.
~

"*Assalamualaikum,

Maafkan aku, Mas Alam dan Mbak Khayzuran, aku dan Ida pergi dari rumah tanpa pamit. Ternyata poligami ini tak semudah yang aku bayangkan. Berkali-kali aku harus menahan perasaan melihat Mas Alam dan Mbak Khayzuran berdua saja dan kemarin adalah puncaknya. Mas mungkin malu membawa aku keluar rumah karena statusku yang hanya istri kedua.

Setelah ini tidak usah memikirkan kami berdua lagi, secepatnya aku akan mengurus perceraian. Karena selama ini Mas Alam juga belum pernah memberi nafkah, semua uang diberikan kepada Mbak Khayzuran. Aku sudah memikirkan ini secara matang, mungkin perceraian adalah jalan terbaik bagi kita berdua supaya tak ada yang tersakiti.

Tolong sampaikan maafku juga kepada Mbak Khayzuran. Terima kasih atas cinta dan perhatian yang Mas berikan walau hanya sesaat. Kami sudah pindah rumah ke tempat yang jauh, jadi Mas tidak perlu mencari kami lagi di rumah sebelah. Kunci rumah kontrakan sudah saya serahkan kepada pemiliknya.

Salam Hormat,

Anna Diana*.

~
Surat yang dipegang Alam terjatuh ke lantai, sementara tubuhnya bersandar di dinding. Tak dipedulikannya air mata yang jatuh menetes ke pipinya.

"Papa disini rupanya, Anna dimana Pah?" Tanya Khayzuran yang sudah masuk ke kamar.

Alam tak sanggup menjawabnya, lalu menyerahkan selembar surat yang baru saja dibacanya.

"Papa menangis? Ini surat apa Pah?"

Alam yang tak juga memberikan jawaban, membuat Khayzuran membaca surat tersebut. Dalam hati Khayzuran bersorak gembira, ingin rasanya merayakan kesenangan-nya namun urung dilakukan karena dirinya berdiri di hadapan Alam.

"Sabar ya Pah, nanti kita cari mereka berdua. Pasti mereka belum jauh dari sini." Khayzuran berpura-pura simpati sambil mengelus punggung Alam.

"Ini salah Papa yang tidak bisa berbuat adil. Ibu pasti marah karena keinginannya mendapat cucu akan gagal lagi. Papa juga belum menyentuh Anna sedari awal menikah, padahal saat ini haidnya pasti sudah selesai."

Tangan Khayzuran terhenti mendengar kata Ibu. Berkali-kali Khayzuran menjelaskan bahwa dirinya tidak mandul dan sudah beberapa kali dirinya diperiksa oleh dokter kandungan yang berbeda sebagai bukti. Permintaannya untuk mengajak Alam ikut memeriksakan diri ke dokter selalu ditentang oleh Ibu bahkan Alam lebih menurut kepada Ibunya. Sampai saat ini Ibu tetap kukuh mengatakan Khayzuran yang mandul.

"Kalau Papa mau keturunan, kenapa Papa tidak ikut periksa saja." Kata Khayzuran ketus.

"Ibu kan sudah bilang kalau Papa itu subur terbukti semua saudara papa itu mampu punya anak. Lagipula yang hamil itu kan Mama bukan Papa."

"Memang aku yang hamil, tapi aku juga tidak bisa hamil kalau Papa tidak subur."

"Mama jangan bahas itu dulu, kita cari Anna dan Ida. Papa mau tanya Ibu Sita pemilik rumah kontrakan di sebelah, barangkali dia tau kemana Anna pergi."

"Huh, terserah Papa."

*****

Anna masih membereskan barang-barang yang belum dirapikan di rumah kontrakan yang baru. Teguh sedang memasak di dapur bersama Ida yang membantu menyiapkan piring dan gelas. Rumah yang mereka tempati cukup lumayan jauh dari rumah sebelumnya karena lokasinya yang terletak di pinggir kota.

"Ida, panggil Umi-mu buat makan bersama."

"Iya, Om."

Ida berjalan menuju kamar dimana Anna sedang menaruh lipatan pakaian ke dalam lemari.

"Umi disuruh Om makan dulu."

"Iya nak, sebentar lagi Umi menyusul ke dapur."

Setelah lipatan terakhir, Anna melangkah menuju dapur duduk di lantai dimana makanan sudah tersedia.

"Makan dulu dek, setelah ini baru kita memikirkan rencana selanjutnya bagaimana."

"Aku sudah memikirkannya kak."

"Oh ya?"

"Setelah semesteran berakhir, aku mau Ida pindah sekolah di sebelah kontrakan biar lebih dekat. Rencana aku juga mau berjualan di depan rumah, lagipula pemilik kontrakan juga sudah mengizinkan."

"Baguslah itu dek. Nanti kakak yang akan bantu modali kamu."

"Jangan kak, aku masih punya simpanan hasil jualan online."

"Terima saja bantuan kakak, karena dua hari lagi kakak akan kembali ke Arab. Nanti jika ada sesuatu kabari saja kakak lewat WA. Sekarang kamu dan Ida menjadi tanggung jawab kakak, jika suamimu tidak menafkahi-mu."

"Iya kak, rencana aku mau berjualan sembako juga membuka warung makan kecil-kecilan, jika sekolah sudah tidak libur lagi. Karena kantin sekolah katanya belum ada jadi ini kesempatan buatku."

"Ya sudah dek, makan dulu. Nanti kita ke pasar buat beli bahan jualan kamu."

*****

"Bagaimana Pah, ada informasi dari Bu Sita?" Tanya Khayzuran.

"Mereka pergi kemarin sore dan mengangkut semua barang dengan mobil pickup yang disewa. Ibu Sita juga tidak tahu kemana mereka pergi."

'Haha, rasakan kamu Anna. Inilah akibatnya jika berani mengganggu rumah tanggaku.' Batin Khayzuran.

Ponsel Alam berbunyi, ketika Alam ingin menjawab dilihatkan ternyata Ibu yang menelpon.

"Siapa Pah?"

"Dari Ibu. Apa Anna sudah mengadu ke Ibu?"

"Jawab saja dulu Pah, mungkin Ibu tahu dimana Anna sekarang."

"Assalamualaikum, Ibu apa kabar?"

.....

"Apa?"

....

"Iya baik, aku akan jemput Ibu di terminal."

Telepon terputus.

"Ada apa Pah?"

"Ibu mau kesini dan sekarang lagi menunggu di terminal. Papa pergi dulu mau menjemput Ibu."

Alam langsung menaiki mobilnya dan langsung memacu mobilnya menuju terminal. Sementara firasat Khayzuran merasa tidak nyaman. Sepertinya akan ada badai baru yang diciptakan oleh mertuanya untuk memisahkan dirinya dengan Alam.

ENTAH APA YANG MERASUKIMUWhere stories live. Discover now