Bagian 17 : Ketakutan

212 7 0
                                    

Abu Fauzan duduk di depan rumah menatap ke arah halaman rumah orang tuanya di kampung. Sudah satu bulan ini Abu memutuskan kabur dari rumah Riana istrinya karena tidak tahan akan segala ancaman dan intimidasi yang diterima selama setahun lebih mereka menikah. Ibu yang baru saja memasak singkong rebus dan sambal terasi, keluar membawa hasil masakannya dan duduk di sebelah Abu.

"Makan dulu, mumpung masih panas." Ibu menawarkan.

Abu yang sudah lama kangen dengan masakan Ibu langsung mencomot sepotong singkong dengan mencolekkan ke sambal terasi yang ada di piring.

"Apa Ibu tahu dimana Anna dan Ida sekarang berada? Aku sudah mendatangi rumah kontrakan kami dahulu tapi Ibu Sita bilang Anna sudah pindah rumah."

Ibu yang mendengar pertanyaan Abu seketika wajahnya terlihat masam. Sudah lama Ibu tidak pernah setuju atas pernikahan Abu dan Anna.

"Mana Ibu tahu. Lagipula buat apa lagi kamu cari mereka." Ibu membuang muka ke arah lain.

"Istighfar, Bu. Biar bagaimanapun juga aku masih harus bertanggungjawab atas Ida anakku."

"Kamu ini sudah enak dapat istri seperti Riana yang kaya raya malah ditinggalkan begitu saja. Ibu nggak setuju jika kamu berpisah dengan Riana."

"Aku mau mencari istri yang lebih kaya dan lebih soleha. Riana bukan contoh istri yang baik untukku."

"Terserah kamu, asal jangan balik lagi dengan Anna yang miskin itu."

*****

"Bagaimana ini Ayah? Riana sudah menghubungi Abu untuk pulang ke rumah tapi dia tidak mau." Riana berkata dengan penuh penyesalan.

"Besok kita ke rumah orang tua Abu, biar bagaimanapun kalian masih suami istri."

"Janji ya Ayah akan mengusahakan Abu pulang ke rumah? Riana benar-benar menyesal atas kejadian waktu itu."

"Akan Ayah usahakan. Jika Abu tidak mau kembali pulang, Ayah akan mengancam untuk menyakiti anaknya Ida."

"Bagus Yah. Riana malu sama teman-teman jika menjadi janda."

Keesokan harinya, Riana dan Pak Hanum berangkat menuju rumah orang tua Abu Fauzan. Perjalanan mereka tempuh dengan waktu dua jam karena kondisi jalanan yang masih belum di aspal. Riana dan Pak Hanum rupanya tiba tepat waktu ketika Abu sedang berusaha kabur dengan mengendarai mobilnya. Secepat kilat Pak Hanum langsung memblokir mobil Abu Fauzan yang ingin berbelok.

"Bang jangan pergi lagi!"

Riana langsung turun dari mobil dan menggedor kaca mobil. Abu yang masih bertahan di dalam mobil menjadi panik karena mobil Ayah Riana sudah menghalangi jalan mobilnya menuju luar pagar. Pak Hanum juga turun dari mobil dan mengetuk kaca mobil Abu.

"Kita bicara baik-baik di dalam rumah atau kamu akan kehilangan anakmu." Ancam Pak Hanum.

Ibu yang mendengar keributan di luar pun langsung keluar dari rumah.

"Eh, Riana dan Pak Hanum untunglah kalian datang."

"Ibuuuuuu, Bang Fauzan jahat Bu." Riana langsung berlari dan menangis tersedu-sedu di pelukan Ibu.

"Sabar ya nak, Ibu juga sudah menyuruh suamimu pulang berulang kali. Ibu ada di pihakmu, nak." Ibu membelai kepala Riana.

"Cepat keluar!" Pak Hanum berteriak.

"Keluarlah, nak. Ini istri dan Ayah mertuamu sudah datang untuk menyelesaikan masalah kalian."

Karena terdesak akhirnya Abu Fauzan turun dari mobil sambil menahan tubuhnya yang gemetaran ditambah keringat dingin yang mulai menetes di dahinya. Melalui desas-desus karyawan perusahaan, Abu baru tahu jika Ayah mertuanya juga tidak segan-segan memakai jasa preman bayaran untuk menghilangkan nyawa orang-orang yang menghalangi bisnisnya di bidang perumahan. Banyak masyarakat yang menjadi korban gusuran dibayar dengan harga tanah dan rumah yang jauh dibawah harga pasaran. Mereka dipaksa menandatangani kesepakatan dengan ancaman preman.

Selama ini Abu Fauzan menutupi seluruh permasalahan rumah tangganya karena tidak ingin Ibu dan adiknya Windy menjadi celaka karena ancaman pak Hanum. Windy adiknya kebetulan sedang tidak ada di rumah karena saat siang seperti ini sedang sibuk menjaga toko pakaian yang tentu saja dimodali oleh Riana setelah menikah dengan Abu Fauzan.

Saat ini mereka berempat sedang duduk di ruang tamu, Riana bersandar di bahu Ibu untuk mendapat simpati dari mertuanya. Sikap Riana tersebut justru membuat Abu Fauzan menjadi terpojok seakan dirinya-lah yang bersalah padahal Ayah Riana sendiri juga tahu bagaimana sifat asli putrinya.

"Ibuuuuu, tolong minta Bang Fauzan pulang ke rumah."

"Kamu lihat ini Fauzan, istrimu sedih akibat perbuatanmu!" Ucap Ibu sambil menenangkan Riana.

Abu Fauzan hanya menunduk ke lantai tak mampu berkata apapun apalagi melihat tatapan Pak Hanum yang murka.

"Sa-saya...." Abu Fauzan tak sanggup meneruskan ucapannya ketika kaki Pak Hanum menyenggol kakinya di lantai.

"Jadi begini Ibu, saya dan Riana kemari untuk menyelesaikan masalah rumah tangga Riana dan Abu Fauzan. Juga menjemput nak Abu untuk kembali pulang ke rumah." Pak Hanum membuka obrolan.

"Saya juga sebenarnya tidak tahu ada masalah apa diantara mereka berdua dan saya juga tidak mau ikut campur. Tapi saya setuju dengan tindakan Pak Hanum menjemput anak saya. Biar bagaimanapun kan mereka masih suami istri dan pernikahan mereka baru setahun." Jawab Ibu.

"Ta-tapi ....."

"Tapi apa? Kalau ada masalah dalam rumah tangga diselesaikan dulu secara baik-baik. Lihat ini istrimu Riana sampai jauh-jauh kemari, kurang baik apalagi?" Sahut Ibu.

"Kamu ini sebagai seorang suami masa meninggalkan istri di rumah." Timpal Pak Hanum.

"Ayo nak, minta maaf dengan istrimu. Kasihan Riana sampai pucat begini wajahnya."

Ibu menarik tangan Abu Fauzan dan Riana untuk bersalaman, sementara seringai senyum tipis muncul sekilas di wajah Pak Hanum. Meski sudah mengubah senyumnya dengan wajah datar tapi Abu Fauzan sempat melihatnya, ada rasa ketakutan muncul di hatinya. Dengan gemetar Abu Fauzan bersimpuh di lutut Riana dan mencium tangannya.

"Maafkan Abang ya dek. Abang nggak akan meninggalkan dek Riana lagi."

"Sudah Bang, jangan begini. Riana sudah memaafkan Abang, kok."

"Lihat itu Riana, perempuan lain belum tentu mau menjemput dan memaafkanmu." Sahut Ibu.

Hari itu juga Abu Fauzan, Riana dan Pak Hanum berpamitan dengan Ibu lalu pulang kembali ke rumah. Abu Fauzan duduk di mobilnya bersama Riana sementara Pak Hanum mengendarai mobilnya sendiri.

"Awas kalau Abang kabur lagi di rumah!!! Orang suruhan Ayah kali ini akan mengawasi Abang, jadi jangan mencoba untuk kabur lagi!" Ancam Riana ketika mobil telah meninggalkan halaman rumah.

"I-iya dek. Abang nggak akan kemana-mana lagi."

"Sebagai hukuman jangan lupa nanti di rumah pijat badanku! Ini semua gara-gara Abang, badan Riana jadi pegal-pegal begini."

"Kenapa tidak menginap semalam saja di rumah Ibu jika Adek capek?"

"Rumah Ibumu sumpek begitu, juga panas nggak ada AC!" Riana memanyunkan bibirnya.

ENTAH APA YANG MERASUKIMUWhere stories live. Discover now