³🐁serangan panik

253 62 6
                                    

______________________________________
*She told herself she was alright
But she was telling white lies
Cant you tell?
Look at her dull eyes.
-Courtney Parker-
______________________________________

°
°
°

《Akashi Shirona 12 y.o》

-Mansion, [22:14]-

Shirona berjalan menyusuri lorong kediamannya, air langit jatuh begitu mulutnya sampai di angka 19, sedang menghitung langkah yang sudah diambil dari pintu masuk mansion. Gadis ini berhenti, menoleh pada jendela yang mulai basah dengan rintikan air. Termenung skeptis bagai pengidap alalia, dihadang realita dengan segala ambiguitasnya.

Untuk ke sekian kalinya, ia merasa kesepian.

Seorang maid dan buttler melewati lorong yang sama, menyapa dengan sopan seraya menunduk dalam. Balasan dari Shiro masih seceria dulu, disertai kesopanan pula.

"Selamat sore, semoga malammu nanti menyenangkan!" ucap Shiro dan berlalu kearah berlawanan, menenteng dua map berisi latihan soalnya.

Kembali berjalan, tujuan selanjutnya adalah kamar pribadinya. Waktu yang berjalan tak pernah merisaukan kegelisahan dan rasa cemas, terus saja menguji batin tanpa belas kasihan.

Langkah kakinya membawa pada pintu setinggi 3 meter dan lebar 4,5 meter yang dengan gagahnya dibaluti cat berwarna coklat kayu manis, memberi kesan klasik namun sebenarnya memiliki teknologi modern. Desainnya menipu, pintu ini bisa terbuka dengan 3 cara, menggunakan sensor suara dan sentuhan, juga didorong secara manual melalui scanning.

Tak memusingkan atau lagi kagum dengan hal fantastis di mansionnya, Shiro lelah dan merasa butuh istirahat. Setelah mandi dan berganti pakaian, langsung saja tubuh letih itu merebahkan diri ke kasur.

Langit menangis semakin terisak dan meraung, petir menyambar dan guntur berteriak sangat kencang.

Degup jantung Shiro mendadak berpacu dengan cepat, namun seketika tenggelam dalam lautan tawa buatan, yang sama sekali tak mengandung rasa humor. Bahkan hujan tau, gadis itu sedang korslet.

Ia seorang penikmat guntur dan petir, pelajar bernuansa indah yang mahir, dalam segala hal dan sesuatu akan berakhir. Semuanya yang indah, mutahil tergapai.

Shiro tetap tersenyum, kemudian melepas selimut yang menutupi tubuh dan kepalanya.

"Begitu indah dan mencetar, teriakannya keras hingga semua orang merasa gentar, ketakutan." begitu katanya, diakhiri lambaian ringan kearah jendela.

"Ah dasar aku, pengagum petir dan guntur."

Matanya sayup-sayup tertutup, meninggalkan fakta dari realitas dunia. Menyelami apa yang telah disediakan alam mimpi.

Berharap, tidak pernah kembali.

°°°

[Kamar, 05.56]

Peluh menetes, jatuh dari dagu runcing nan putih itu. Jemari dan sekujur tubuhnya gemetar. Shiro meraung dibawah bantal, "Lagi, lagi, lagi, mengapa lagi?!"

-ˋˏ [KnB] ˎˊ₊· ͟͟͞͞➳A.seijuro [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang