Part 1 : Teman Dekat

284 236 459
                                    

"Membuat saya bahagia itu mudah. Tak perlu mewah apalagi bersusah payah. Cukup hanya dengan bibirmu melengkungkan sebuah tawa, lantas sudah gembira hati saya. Bukankah sangat sederhana?"

Pumaranda

***

Pumar melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa. Berulang kali melirik jam yang ada di tangan kirinya. Dua puluh menit lagi bel masuk akan berbunyi. Memang normalnya pelajar yang bahkan sudah ada di lingkungan sekolah akan berjalan santai menikmati angin pagi karena merasa waktu yang masih cukup lama untuk memulai hari dengan hal yang melelahkan. Namun saat ini kondisinya berbeda. Ada suatu hal yang membuat Pumar memilih untuk berlari. Fakta bahwa ia belum mengerjakan tugas rumah yang diberikan oleh guru matematika yang akan mengajar di kelasnya jam pertama nanti mampu membuat pemuda itu resah.

"Qey, lihat tugas Pak Nanang dong," teriak Pumar begitu masuk ke dalam kelas. Terlihat beberapa siswa yang juga sedang sibuk menyalin jawaban milik siswa lain yang tugasnya sudah siap.

Pumar segera menghampiri Qeyna yang duduk santai di bangku pojok barisan ketiga sambil membaca salah satu komik miliknya yang beberapa hari lalu dipinjam oleh gadis itu.

"Qey, tolonglah, pelitnya jangan sekarang kek. Rela gua dihukum lagi?" ujar Pumar dengan memasang tampang memelas saat melihat tingkah Qeyna yang mendadak tuli.

Perempuan yang tadinya bertekad kuat untuk berpura-pura tidak mendengar dan menjawab segala ucapan yang keluar dari teman laki-lakinya itu akhirnya menyerah dengan keadaan. Qeyna selalu lemah jika Pumar sudah mulai memohon dengan raut wajah memelasnya yang sialnya sangat menggemaskan.

Ya abis mau gimana dong, Qeyna kan nggak kuat ngeliat cogan. Sekalipun temen sendiri.

Berdecak pelan, "Lagian sih kan udah Qey ingetin kemarin buat ngerjain tugas dari Pak Nanang," jawab Qeyna kesal.

"Ya maaf. Kan kemarin gua ada urusan."

"Urusan apa hah?!"

Pumar tersentak kaget.

"Santai dong."

Menghela napas, Qeyna mengeluarkan buku tulis miliknya lalu menyerahkannya ke arah Pumar.

"Nih! Ntar pulang sekolah belajar lagi sama Qey. Ngerjain ulang soal-soal ini pake otak sendiri."

Pumar mendengus namun tak berani protes. Karena ia tahu maksud teman sebangkunya ini baik.

"Jawab, Pumar!" sentak Qeyna.

Pumar mengangguk sedikit tidak ikhlas, "Bawel banget sih. Dari dulu sampai sekarang masih aja banyak omong," gerutu Pumar sembari mulai menyalin jawaban Qeyna ke buku tulisnya.

Qeyna melihat anggukan kepala Pumar namun tak mendengar jelas gerutuan laki-laki itu. Gadis berbadan mungil tersebut mendesah pelan. Ia tahu bahwa laki-laki yang kini sudah duduk di sampingnya pasti mencibirnya lewat gerutuan tadi.

Pumar itu anak baru. Baru satu bulan di sekolah ini. Ia yang mengantarkan Pumar ke ruang kepala sekolah. Ia juga yang menjadi teman pertama Pumar di kelas. Di mana ada Qeyna, terkadang di sana ada Pumar.

Tapi bukan berarti Pumar ataupun Qeyna tidak mempunyai teman lain. Qeyna punya beberapa teman yang suka menemaninya makan di kantin, membaca di perpustakan, bahkan tak jarang pula mereka pulang bersama.

Begitupun dengan Pumar. Laki-laki berusia 17 tahun itu juga suka bermain bersama teman laki-lakinya. Bahkan urusan yang tadi Pumar katakan itu ialah bermain futsal dengan teman-teman Pumar di sekolahnya yang lama dari waktu sore hingga malam hari.

PumarandaWhere stories live. Discover now