Seorang Qeyna

324 249 408
                                    

Qeyna sedang sibuk mengulas kembali salah satu materi biologi yang ia sudah hafalkan semalam, memastikan bahwa hari ini otaknya memang sudah siap untuk menghadapi ujian mata pelajaran tersebut di jam pertama nanti.

Dengan angin pagi yang sesekali menghembus helaian rambutnya, Qeyna duduk di bangku yang tersedia di depan setiap ruang kelas. Sebuah buku tebal berjudul 'Pelajaran Biologi Kelas XI SMA Semester II' tersimpan di atas paha gadis berwajah manis itu. Sesekali mata Qeyna akan terpejam saat berusaha menghafal kembali beberapa materi yang ia lupa.

Bibir perempuan itu yang mulanya sibuk bergerak menggumamkan satu per satu kalimat sontak terbuka lebar ketika melihat seorang laki-laki tampan berhenti di depan bangku yang ia duduki.

Ya Tuhan, jodoh Qey, batinnya berbicara. Qeyna tak sadar bahwa tingkahnya yang melongo dipandang aneh oleh laki-laki yang kini berdiri menghadapnya.

"Hm, permisi. Mau nanya. Ruang kepala sekolah di mana ya?" tanya laki-laki tersebut.

Tak mendapat sahutan, laki-laki yang menurut Qeyna tampan itu menaikkan salah satu alisnya saat menyadari perempuan di depannya ini malah asyik memandangnya dengan tatapan yang - ugh dasar cewek genit!

Jeda beberapa detik namun Qeyna tak kunjung menjawab, "Woi!"

"Ah? Iya? Kenapa?" sadar Qeyna dari lamunannya.

Berdecak kesal lantaran harus mengulang kembali ucapannya,
"Ck, tadi gua nanya. Ruang kepala sekolah di mana?"

"Mau dikasih tau aja atau sekalian dianterin?" tanya Qeyna dengan tak tahu malu. Anjir cewek spesies apa sih yang ada di depan gua ini, eluh siswa tampan dalam hati.

"Kasih tau aja harus jalan ke mana."

"Tapi, Qey lagi males ngomong. Ribet juga arahnya. Mending Qey anterin aja. Ayo!" kata Qeyna yang bangkit dari duduknya dengan semangat. Tak lupa membawa buku biologinya, Qeyna berjalan pelan menuju ruang kepala sekolah.

"Ayo, ih, Qey masih harus ulang hafalan buat ulangan nanti," ucap Qeyna berbalik badan saat sadar siswa yang tadi bertanya kepadanya masih berdiam diri di posisi awal.

Sejenak mengerjapkan kedua matanya sebelum akhirnya berjalan menyusul Qeyna, "Oh? Oke."

Laki-laki yang dipuji ketampanannya oleh Qeyna itu sempat mengernyit sekilas merasa takjub dengan tingkah perempuan yang ada di sampingnya. Namun dengan segera laki-laki tersebut mengangkat kedua bahunya mencoba tak peduli.

"Kenapa mau ketemu sama Pak Agus? Ada perlu apa?" tanya Qeyna penasaran.

Siswa tampan yang belum diketahui namanya itu sempat melirik Qeyna. Namun memilih diam dan tetap memandang lurus ke depan tanpa bersuara sedikitpun.

"Halo? Qeyna lagi ajak ngomong loh ini," ujar Qeyna yang merasa diabaikan oleh laki-laki yang kini sedang berjalan seiringan dengannya.

"Apa?" tanya laki-laki itu malas.

"Kalo Qey boleh tau, kamu ada perlu apa sama Pak Agus?"

"Nggak boleh."

"Hah? Maksudnya?" tanya Qeyna bingung.

"Lo gak boleh tau."

"Loh? Kok gitu?" kembali Qeyna bertanya.

"Kepo." jawab siswa tampan dengan singkat.

Qeyna yang tak tahu bahwa laki-laki di sampingnya mulai merasa risih, kembali mengajukan pertanyaan.

"Kenapa? Kok Qey gak boleh tau?" tanya Qeyna.

Tak mendapat balasan. Lagi.

"Hm.. kayaknya Qeyna baru ngeliat kamu. Kamu murid baru? Iya?"

"Iya," yang untungnya kali ini pertanyaan Qeyna disahuti.

"Iya?! Wah, kalau gitu kenalin, ini Qeyna, kamu siapa?" seru Qeyna heboh.

"Kepo."

"Kok gitu?"

Qeyna tak sadar -atau bahkan tak peduli- saat laki-laki yang terus dia ajak bicara itu merasa pusing dengan sikap Qeyna yang terlalu banyak tanya padahal baru pertama bertemu, "Pumar."

"Hah?"

"Nama gua Pumaranda, panggil aja Pumar."

"Kalo mau manggil Randa, boleh?"

"Nggak!"

"Kenapa?"

"Kepo."

"Kok gitu?"

Siswa bernama Pumar itu berdecak kesal menghadapi perempuan aneh di sebelahnya ini.

"Ini mana ruang kepala sekolahnya? Lama amat!" alih Pumar.

"Ya kan udah dibilang tadi kalau arahnya ribet, makanya ini Qey mau nganterin."

Pumar mendengus. Lalu kembali fokus memandang ke depan, di mana anak-anak seusianya terlihat sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Gak ada makasih?" tanya Qeyna ketika Pumar tidak lagi menjawab perkataannya.

"Nggak."

"Kenapa?"

"Kepo."

"Kok gitu?"

Langkah Pumar terhenti tanpa aba-aba. Reflek Qeyna pun ikut menghentikan langkahnya.

"Ada apa?"

"Kayaknya kita udah lewat sini deh tadi," kata Pumar melihat sekeliling.

"Ya memang."

"Hah?"

Sumpah, Pumar benar-benar tak mengerti pola pikir perempuan bernama Qeyna ini.

"Terus ruang kepala sekolahnya mana?" tanya Pumar.

"Itu, di ujung koridor sana."

Pumar mengalihkan matanya ke arah yang ditunjuk Qeyna. Setelah itu, ia berusaha keras berhitung di dalam hati untuk meredakan emosinya yang mulai meluap-luap.

"Kalo gitu kenapa lu ajak gua muter-muter dari tadi, Bambang?!" seru Pumar.

"Sengaja sih biar lama, habisnya kamu ganteng. Cuci mata sebelum ulangan, boleh kan?" jawab Qeyna sambil cekikikan genit.

Tak perlu menunggu waktu lama, Pumar pergi meninggalkan Qeyna menuju ruang kepala sekolah yang berada tak jauh dari posisinya berdiri.

"Sama-sama loh, Pumar."

Itulah sosok Qeyna.
Seorang siswi SMA dengan tingkahnya yang jauh dari kata biasa.

Perkenalkan, ia adalah Qeyna Anindira.

Jakarta,
-may

PumarandaWhere stories live. Discover now