9 - Bola

1.8K 134 78
                                    

Cahaya matahari menembus jendela kelas. Langit cerah tanpa awan. Sekarang waktunya pelajaran olahraga. 

Aku dan Seli telah selesai berganti baju olahraga. Kami sedang melipat seragam. 

"Ali di mana, ya?" Aku menoleh ke belakang. Mataku tertuju kepada kursi yang biasa Ali tempati.

"Ciee, Ra... nyariin Ali." Seli tersenyum penuh arti.

"Memangnya kenapa kalau mencari Ali? Cuma nyariin saja kok!"

"Sepertinya Ali sudah duluan ke lapangan. Lihat saja baju seragam Ali." Seli menunjuk baju seragam putih abu-abu milik Ali yang diletakkan begitu saja di atas mejanya. Berantakan sekali!

Entah apa yang merasuki kakiku. Tiba-tiba saja aku beranjak menuju meja Ali.

"Eh, Ra. Mau ngapain?" Seli bertanya heran.

Sekarang, entah apa yang merasuki tanganku. Aku merapikan seragam Ali, melipatnya dengan sangat rapi.

"Ya, ampun, Ra! Kok kamu malah merapikan seragam Ali?" Seli menahan tawa.

Aku terkesiap. Kenapa, ya? Aku sendiri pun juga tidak tahu. Dasar kaki dan tanganku! Bergerak semaunya saja!

"Kamu pasti lagi belajar menjadi istri yang baik ya, Ra?" Seli berkata sambil tertawa.

"Apa, sih? Sudah yuk, kita ke lapangan!" Aku segera menarik tangan Seli sebelum urusan merapikan seragam ini semakin panjang.

***

"Gurunya akan telat mengajar, ada yang harus beliau kerjakan di ruang guru. Katanya, kita harus pemanasan dulu, setelah itu boleh berlatih bebas sampai gurunya datang." Johan yang sehabis dari ruang guru itu menyampaikan pesan.

Aku dan teman-teman sekelas pun melakukan pemanasan. Setelah itu, hampir semua teman sekelas yang laki-laki langsung bermain sepak bola, materi hari ini memang sepak bola.

Sementara itu, yang perempuan hanya diam menonton karena lapangannya dikuasai penuh oleh murid laki-laki.

Perhatianku terpusat pada Ali yang berhasil memasukkan bola ke gawang.  Ali tidak cuma jago bermain basket saja, Ali juga hebat dalam bermain sepak bola. Aku rasa Ali juga menguasai berbagai jenis olahraga yang lain. 

Tanpa sadar aku tersenyum.

Seli menyenggol lenganku, "Kenapa, Ra? senyum-senyum sendiri saja dari tadi. Pasti lagi ngeliatin Ali."

"Ng-Nggak kok!" Aku mengalihkan pandangan sesaat.

Tapi, lagi-lagi, entah apa yang merasuki mataku. Aku tetap saja memandang Ali. Dasar mataku! Tidak bisa diajak kerja sama, bergerak semaunya saja!

Tiba-tiba kulihat Ali juga sedang menatapku. Aku segera mengalihkan pandangan dengan wajah yang memerah.

"Hayo, Ra! Mengaku saja! Pasti kamu sedang memerhatikan Ali. Wajahmu merah sekali, Ra." Seli terus memanas-manasiku.

Ya ampun, malu sekali. Sekarang Ali tahu kalau aku sedang memperhatikannya.

 "Astaga! Ternyata wajah Ali juga memerah. Dasar kalian pasangan serasi! Membuatku gemas saja," ujar Seli.

Sesaat kemudian, kerumunan murid perempuan bersorak. Lagi-lagi Ali berhasil memasukkan bola ke dalam gawang.

Puh! Norak sekali! Mereka tidak seharusnya harus berteriak-teriak seperti itu. 

"AWAS!!!" salah seorang murid laki-laki yang sedang bermain bola berteriak.

Ternyata ada bola yang melaju cepat ke arahku. Bola itu habis ditendang kencang oleh Johan ke arah gawang. Tetapi tendangannya meleset, bola tersebut mengenai tiang gawang dan memantul ke arahku.

Raib Seli dan AliWhere stories live. Discover now